Arsip Blog

Selasa, 22 April 2008

Lihat SALIB

Ringkasan Khotbah : 9 Maret 2008

The Cross the Cost of the Truth

Nats: Yoh. 18:37-38

Pengkhotbah : Rev. Sutjipto Subeno

Kehidupan di dunia yang kita jalani semakin hari semakin sulit. Keluhan demi keluhan selalu kita dengar, orang mengeluh tentang harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi, kita melihat antrian minyak tanah dimana-mana, kekerasan dan kejahatan terjadi hampir di seluruh bagian di penjuru dunia. Ini merupakan efek dari gerakan pencerahan, enlightment sekitar abad pertengahan dimana manusia memutlakkan rasionalisme dan atheisme. Orang mulai meninggalkan Allah, merasa tidak memerlukan Tuhan lagi karena mereka merasa sudah dewasa. Nietszche dengan berani menyatakan bahwa Tuhan sudah mati dan dialah pembunuhnya. Itulah puncak dari semangat humanitas; rasio menjadi “allah” bagi manusia. Titik humanitas ini memuncak di abad 19 dan terus berlanjut di abad ke-20 dimana kebebasan, freedom menjadi teriakan manusia modern.

Pdt. Stephen Tong menegaskan abad 20 adalah abad yang bodoh, karena abad 20 mengadopsi semua pemikiran bodoh dari abad sebelumnya. Manusia telah rusak moral secara total. Sejarah mencatat sepanjang abad 20 adalah bukti kehancuran kehidupan manusia secara mendasar. Peperangan paling mematikan dan memakan banyak korban terjadi di abad 20, dibandingkan dengan 19 abad sebelumnya. Kebrutalan manusia sangatlah mengerikan, apa yang dilakukan oleh Hitler menjadi catatan hitam sejarah dunia, kebiadaban Jepang yang menjadikan para wanita jajahannya sebagai pemuas nafsu, dan masih banyak lagi kebrutalan manusia. Dunia modern dimana teknologi semakin canggih namun justru merenggut nyawa manusia semakin besar, berbagai jenis penyakit baru muncul, kecelakaan transportasi, bencana alam, kehancuran ekonomi dunia, dan lain-lain. Ironisnya, manusia tidak menyadari realita, konsep pemikiran manusia dipelintir sedemikian rupa, orang tidak kembali kepada kebenaran, orang mempermainkan kebenaran.

Kebenaran tidak lagi menjadi esensi karena mereka telah membuang Tuhan. Kalau kita menajamkan ontological argumentasi Kant untuk masalah etika maka kebenaran yang diungkapkan itu sangat relativistik. Etika dipermainkan sedemikian rupa demi kepentingan manusia seperti konsep utilitarianisme yang dicetuskan oleh John Stuart Mill, dimana segala sesuatu diukur berdasarkan konsep manfaat. Etika sejati harus kembali kepada Tuhan Allah, setiap langkah dan keputusan yang diambil harus sesuai dengan kehendak Tuhan. Sangatlah disayangkan, Kekristenan yang seharusnya membawa orang kembali pada kebenaran sejati ternyata diterpa oleh relativitas humanitas di dalam masalah etika. Bahkan dalam hal ibadah pun, orang ingin mendapatkan keuntungan diri. Ibadah sejati harus kembali pada Allah. Segala kemuliaan bagi Allah di dalam setiap aspek hidup kita. Cara kita menilai sesuatu, bertingkah laku, berpikir, berkata-kata haruslah seturut dengan kehendak Tuhan. Inilah esensi etika.

Hari ini kita akan merenungkan bagaimana membangun sistem etika seperti yang Tuhan inginkan. Pilatus dengan sinis bertanya pada Yesus,”Jadi Engkau adalah raja?” Tuhan Yesus mengkonfirmasi jawaban Pilatus “Engkau mengatakan, bahwa Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku” (Yoh. 18:37-38). Pilatus balik mempertanyakan: “Apa itu kebenaran?” Intonasi tidak nampak jelas pada bagian ini, karena pertanyaan “Apa itu benaran” bisa mempunyai 2 pengertian, yakni: 1) ingin tahu kebenaran, 2) nada mengejek. Alkitab dengan jelas mencatat setelah Pilatus bertanya: ”Apa itu kebenaran?” ia langsung pergi meninggalkan Yesus (ay. 38b).

Pilatus seorang yang skeptis, dia penganut filsafat skeptisisme. Tiga arus filsafat terbesar Yunani kuno adalah epikurianisme, stoiksisme, dan skeptisisme. Perhatikan, apa yang dikatakan Pilatus ketika ia tidak menemui kesalahan pada Tuhan Yesus: “Aku tidak mendapati kesalahan apa pun pada-Nya.” Dengan kata lain, Pilatus mau mengatakan bahwa Tuhan Yesus benar tapi ia tidak memakai kata “benar.” Pilatus memberikan jawaban skeptis kepada masyarakat. Kristus dengan tegas menunjukkan bagaimana kita harus bersikap di tengah-tengah kondisi yang begitu sulit.

Orang Kristen dipanggil untuk menjadi saksi kebenaran, mewartakan kebenaran dan membawa orang kembali pada kebenaran sejati di tengah dunia yang bobrok dan rusak moral ini. Namun hari ini, orang takut menjadi saksi kebenaran sejati. Ada tiga aspek yang menjadi penyebab mengapa orang takut mewartakan dan menjadi saksi kebenaran, yakni:

1. World Spirit (Roh Dunia), Konsep pemikiran duniawi yang humanis egois lebih banyak meracuni pemikiran manusia dibandingkan dengan Firman Tuhan mengisi dan menguasai pikiran kita. Roh dunia merembes masuk dan mempengaruhi pemikiran kita sedemikian rupa tak terkecuali orang Kristen. Pertanyaan sekaligus evaluasi bagi kita apakah dalam setiap keputusan yang kita ambil Kristus menjadi pertimbangan dan perhatian utama kita? Sangatlah mengenaskan, hari ini banyak orang mengaku Kristen. Manusia begitu serakah, selalu ingin mendapatkan keuntungan lebih besar dan lebih besar lagi dan iblis tahu akan hal ini maka dengan caranya yang licik, tentang hal investasi dibalut sedemikian rupa sehingga orang menjadi tergiur dan terjebak. Orang ingin mengeruk keuntungan sebanyak- banyaknya dari orang lain, tidak peduli meski orang lain menderita asal dirinya memperoleh keuntungan. Inilah cara iblis dan cara ini yang hari ini dipakai oleh hampir seluruh perusahaan yang menawarkan investasi ”menguntungkan.” Sesungguhnya, kalau kita mau teliti, data statis yang diberikan tidak pernah valid, data yang diberikan menunjukkan keuntungan besar, yakni 33% karena data diambil dari tahun 2002 s/d 2008, tetapi kalau kita hanya ambil data dari tahun 2005 s/d 2008 maka keuntungan turun hanya 14% dan kalau kita ambil data satu tahun terakhir maka keuntungan semakin turun hanya 7%.

Jelaslah disini, orang menipu dengan memakai data palsu untuk mendapatkan keuntungan dan celakanya, manusia tidak menyadari karena manusia berdosa sangat agresif, tergiur dengan keuntungan besar yang semu. Celakanya, bukan hanya perorangan yang bermain-main dalam investasi tetapi negara juga ikut bermain di dalamnya akibatnya rakyat semakin menderita karena ikut menanggung hutang negara. Semua bahan pokok mengalami kenaikan harga, pajak naik, listrik naik, dan masih banyak lagi. Inilah kondisi dunia berdosa maka wajarlah kalau kita meratap, justru aneh kalau kita tidak meratap karena kita berada dalam jurang yang paling dalam. Sangatlah disayangkan, tidak semua orang sadar seperti pemazmur kalau saat ini, ia berada di dalam jurang. Orang menjadi pragmatis terhadap kondisi di sekitar. Firman Tuhan telah membukakan pada kita bagaimana jalan keluar dari jurang dosa.

1. Kesadaran dalam Jurang Dosa (Mazmur 130:1-2)

Pemazmur tidak berhenti menikmati hidup dalam jurang penderitaan, non posse non peccare. Hidup di dalam jurang berarti kita tidak bisa berbuat apa-apa, hanya mengandalkan belas kasihan si tuan, kalau si tuan senang maka ia akan memberi kita makan sebaliknya ketika si tuan sudah tidak suka maka ia akan membuang kita. Dari jurang yang dalam itu, pemazmur berseru dan meminta pertolongan Tuhan, ia menerobos ke luar. Hari ini kita hidup dalam dunia berdosa, kita berada dalam jurang dosa namun perhatikan, Tuhan tidak pernah menginginkan kita terbelenggu dalam jerat dosa. Tidak! Alkitab menegaskan ketika kita hidup di dalam Tuhan maka Dia mengeluarkan kita dari dalam jurang. Sangatlah disayangkan, banyak orang yang tidak memahami hal ini, ketika mereka berada dalam jurang, mereka tidak berseru meminta tolong malah marah dan mengeluh pada Tuhan. Hanya Tuhan satu-satunya yang bisa mengangkat kita keluar, hanya Dia satu-satunya pengharapan kita dan yang memberikan kemenangan pada kita.Tuhan, dengarkanlah suaraku! Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian kepada suara permohonanku (Mzm. 130:2) biarlah juga menjadi permohonan kita.

Ratapan adalah suatu pengakuan, confession dan biasanya diletakkan pada bagian depan dari suatu ibadah. Perlu diakui kita, gereja reformed masih kurang meskipun secara keseluruhan ibadah telah mengikuti format yang berlaku sejak berabad-abad tahun yang lalu. Ratapan yang diletakkan pada bagian depan ibadah seharusnya menyadarkan siapakah kita di hadapan Allah yang Maha Besar, kita tidak lebih hanyalah manusia berdosa. Maka ada baiknya sebelum masuk dalam ibadah, ada pengakuan dosa, dengan rendah hati kita mengaku di hadapan Tuhan, dan kita memohon supaya Tuhan mendengarkan suara permohonan kita. Sayang, sikap rendah hati ini tidak muncul dalam ibadah. Dunia merasa diri hebat dan merasa diri adalah ”allah” yang dapat mengatur segala sesuatu akibatnya kehancuran bagi diri. Dia telah menutup satu-satunya jalan yang membawa ke luar dari jurang.

2. Kesadaran bahwa Tuhan Berdaulat (Mazmur 130:3)

Jika Engkau, ya TUHAN, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan? (Mzm. 130:3) Kalimat yang paradoks, di satu sisi, kita hanya tahu satu yakni Tuhanlah jawabanku namun di sisi lain, kalau Tuhan menahan, tidak mau menyelesaikan kesalahan kita maka kita tidak akan dapat tahan. Jelas disini kita melihat, otorisasi di tengan Tuhan. Celakalah hidup kita kalau Tuhan tidak lagi peduli dengan kita.Tidak ada cara manusia harus kembali pada Tuhan. Kedaulatan pertama kembalikan pada Tuhan, manusia harus taat pada apa yang menjadi kehendak Allah.

3. Kesadaran Pengharapan hanya pada Pengampunan Allah (Mazmur 130:4)

Tidak cukup sampai disitu, ada paradoks yang lain: Tetapi pada-Mu ada pengampunan, supaya Engkau ditakuti orang (Mzm. 130:4). Disatu pihak, Tuhan Maha Besar namun di pihak lain, Tuhan menyediakan pengampunan. Sungguh merupakan suatu anugerah kalau Tuhan berkenan memberikan pengampunan pada kita. Ingat, Allah itu Maha Pengampun namun bukan berarti Ia dapat dipermainkan. Allah Maha Pengampun itu juga menyediakan neraka bagi mereka yang melawan Allah. Jalan ke sorga itu sempit sebaliknya jalan ke neraka itu lebar, bebas hambatan maka tidak heran kalau banyak orang yang mau ke sana. Anugerah pengampunan Tuhan harusnya membuat kita takut gentar, kita tidak berani berbuat dosa sebab sesungguhnya, kita tidak layak menerimanya. Adalah pernyataan yang salah kalau menjadi Kristen, kita dapat berbuat dosa dari hari Senin s/d Sabtu dan kita kembali suci pada hari Minggu. Salah! Ini konsep humanis. Anugerah Tuhan itu harusnya menggentarkan kita. Kita adalah orang berdosa tetapi mendapatkan anugerah keselamatan maka jangan permainkan anugerah Tuhan itu. Ratapan orang kristen bukan berakhir dengan ratapan tetapi berakhir dengan keselamatan kekal sebaliknya, ratapan dunia berakhir dengan ratapan kekal. Semua agama tidak dapat menyelesaikan secara tuntas, mereka menyatakan kalau ingin masuk surga harus usaha sendiri, yakni dengan berbuat baik. Dengan usaha sendiri, mustahil manusia dapat keluar dari lumpur dosa. Hanya Kristus Tuhan yang sanggup mengeluarkan kita dari lumpur dosa, dari sorga mulia Dia turun ke dunia. Hati-hati iblis yang licik akan menawarkan jalan keluar tetapi perhatikan, ia tidak pernah memberi gratis. Iblis pasti mengharapkan imbalan. Hanya Tuhan yang mampu melepaskan kita dari jerat dosa.

3. Kesadaran Pengharapan hanya pada Anugerah Allah (Mazmur 130:5-6)

Ketika kita hidup menanti-nantikan Tuhan maka disana ada suatu pengharapan sejati. Pada ayat ke-6 diulang sebanyak 2 kali menjadi cetusan hati si pemazmur setelah dibuang. Dalam situasi pelik itu, posisi seorang pengawal itu sangatlah berarti. Tidaklah mudah menjadi seorang pengawal, ia harus terus berjaga sepanjang malam hingga pagi. Waktu menjelang pagi adalah waktu yang sangat berat untuk melawan kantuk sekaligus saat yang berbahaya dimana pencuri mudah untuk masuk maka ia berharap akan datangnya pagi. Itulah pengharapan yang sungguh. Betapa indah hidup kita kalau kita senantiasa berharap pada Tuhan karena Dialah satu-satunya pengharapan sejati.

4. Melihat Keselamatan bagi Bangsa (Mazmur 130:7-8)

Mazmur 130 juga mempunyai kesan mendalam di hati Luther selain Mazmur pasal 32 dan pasal 43. Ketiga mazmur ini disebut juga sebagai psalm Pauline sebab seperti theologi Paulus. Paulus menyadari sebelum dilepaskan oleh Kristus, seluruh jiwa raganya terbelenggu dosa, ia telah melakukan perbuatan bodoh, membunuh pengikut Tuhan dan membela orang Yahudi yang munafik. Tuhan melepaskan maka terlepas, kita dipanggil untuk menjadi pelepas dan melihat pembebasan Tuhan. Jawaban terakhir dari ratapan bukan kesengsaraan, tapi kebebasan. Kemerdekaan yang Tuhan berikan berbeda dengan kemerdekaan yang diberikan oleh dunia. Kebebasan yang diberikan dunia berarti bebas berbuat dosa. Berbahagialah hidup kita kalau Tuhan masih peduli dan menegur ketika kita berbuat dosa. Apakah kemerdekaan sejati? Jajahan berarti tidak punya hak, orang menuntut kemerdekaan namun setelah merdeka, tidak mengerjakan kemerdekaan malah tertidur. Hidup setelah merdeka justru menjadi lebih sengsara. Pada saat sengsara, manusia meratap dan meminta tolong pada Tuhan untuk mengeluarkan dari jurang. Kemerdekaan yang Tuhan berikan adalah kemerdekaan dalam kebenaran dan menjadikan hidup kita berkualitas; apapun yang kita lakukan adalah untuk Tuhan yang telah memerdekakan kita. Hidup berkualitas disini bukan berarti kita harus mempunyai intelektualitas yang tinggi. Tidak! Apalah artinya intelektualitas tinggi tetapi kita tidak mempunyai hati yang mengasihi sungguh-sungguh mengasihi Tuhan.

Biarlah kebebasan sejati yang Tuhan berikan menerobos dan mengubahkan konsep pemikiran kita yang selama ini salah dan kita hidup menjadi semakin serupa dengan Kristus dan hidup memuliakan Dia. "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu" (Yoh. 8:31-32). Amin ?

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)



Puasa Kristen – apa kata Alkitab?

________________________________________

Pertanyaan: Puasa Kristen – apa kata Alkitab?

Jawaban: Alkitab tidak memerintahkan orang-orang Kristen untuk berpuasa. Puasa bukanlah sesuatu yang dituntut atau diminta Allah dari orang-orang Kristen. Pada saat yang sama, Alkitab memperkenalkan puasa sebagai sesuatu yang baik, berguna dan perlu dilakukan. Kitab Kisah Rasul mencatat tentang orang-orang percaya yang berpuasa sebelum mereka mengambil keputusan-keputusan penting (Kisah Rasul 13:4; 14:23). Doa dan puasa sering dihubungkan bersama (Lukas 2:37; 5:33). Terlalu sering fokus dari puasa adalah tidak makan. Seharusnya tujuan dari puasa adalah melepaskan mata kita dari hal-hal duniawi dan berpusat pada Tuhan. Puasa adalah cara untuk mendemonstrasikan kepada Tuhan, dan kepada diri sendiri, bahwa Anda serius dalam hubungan Anda dengan Tuhan. Puasa menolong Anda untuk memperoleh perspektif baru dan memperbaharui ketergantungan pada Tuhan.

Sekalipun di dalam Alkitab puasa selalu berhubungan dengan tidak makan, ada cara-cara lain untuk berpuasa. Apapun yang dapat Anda tinggalkan untuk sementara demi untuk memusatkan perhatian pada Tuhan dengan cara yang lebih baik dapat dianggap sebagai puasa (1 Korintus 7:1-5). Puasa perlu dibatasi waktunya, khususnya puasa makanan. Tidak makan dalam jangka waktu yang panjang dapat merusak tubuh. Puasa bukan untuk menghukum tubuh Anda, tapi untuk memusatkan perhatian pada Tuhan. Puasa tidak boleh dianggap sebagai salah satu “metode diet.” Jangan berpuasa untuk menghilangkan berat badan, tapi untuk memperoleh persekutuan yang lebih dalam dengan Allah. Benar, siapa saja bisa berpuasa. Ada orang-orang yang tidak bisa puasa makan (penderita diabetes misalnya), tapi setiap orang dapat untuk sementara meninggalkan sesuatu demi untuk memfokuskan diri pada Tuhan.

Dengan mengalihkan mata dari hal-hal dunia ini, kita dapat memusatkan diri pada Kristus dengan lebih baik. Puasa bukanlah cara untuk membuat Tuhan melakukan apa yang kita inginkan. Puasa mengubah kita, bukan Tuhan. Puasa bukanlah cara untuk kelihatan lebih rohani dibanding orang lain. Puasa harus dilakukan dalam kerendahan hati dan dengan penuh sukacita. Matius 6:16-18 mengatakan, “"Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu."
________________________________________
http://www.gotquestions.org/Indonesia/puasa-Kristen.html

Tidak ada komentar: