Arsip Blog

Rabu, 31 Maret 2021

STARING INTO THE CUP


The Shock of Gethsemane

                Getsemani adalah momen yang membingungkan kita. Perubahan begitu tiba-tiba, begitu nyata, bahwa itu mengejutkan jiwa kita.

                Ketika kita melihat Yesus di lembar-lembar injil yang terhampar – memungkinkan diri kita berimajinasi berjalan dekat di samping-Nya melalui 3 tahun pelayanan yang mengasyikkan – kata kata seperti otoritatif, yakin, dan tidak kenal takut menggambarkan Dia. Dia sangat mantap dan terkendali.

                Tetapi pada saat-saat, ketika kita mengikuti-Nya ke sebuah tempat yang disebut Getsemani, ketika semuanya berubah secara radikal. Tiba-tiba kita bertemu dengan Penyelamat kita yang tidak seperti biasanya. Apa yang kita amati adalah asing dan menakutkan.

                Yesus “sangat takut dan gentar” (Markus 14:33). Satu terjemahan mengatakan “Dia mulai dicengkeram oleh teror sehingga menggigil dan berada dalam kesedihan”. Versi lain menggunakan kata-kata horror, kawatir yang mendalam, mencemaskan hati.

                Ini adalah penderitaan yang melelahkan dan menghancurkan bagi Juruselamat kita, sama sekali tidak seperti sesuatu yang kita amati sebelumnya.

 

Nearly Dying

                Ingatkah kita hari-hari itu di Galilea? Kita melihat tangan-Nya yang terulur menawarkan satu sentuhan lembut pada saat Ia menyembuhkan penyakit dan mengampuni dosa. Kita melihat lengan-Nya yang kuat terulur dengan kekuatan saat Dia mengusir setan dan membangkitkan orang mati. Kita melihat-Nya melangkah dengan tenang di atas permukaan laut yang diombang-ambingkan gelombang pada malam yang penuh badai. Kita melihat Dia duduk dengan tenang di perahu nelayan yang kecil dalam bayangan air yang berkilau matahari di samping pantai, dipenuhi dengan kerumunan orang yang mendengarkan dengan penuh gairah dan kagum akan ajaran-Nya yang tak tertandingi.

                Di lereng bukit yang berumput, kita melihat rasa terimakasih yang tulus pada wajah-Nya yang terangkat ketika Ia menatap ke langit dan memberkati beberapa roti dan ikan; kita menangkap senyum belas kasih-Nya ketika Dia membagikannya untuk memberi makan ribuan orang. Dengan rasa takjub kita mengawasi-Nya di puncak yang diselimuti awan saat pakaian dan wajah-Nya secara mengejutkan berubah rupa dalam cahaya suranatural.

                Kemudian di sini di Yerusalem, di pelataran Bait Suci yang ramai, mata kita terbelalak keheranan melihat Dia berdiri di hadapan lembaga keagamaan dan menghadapi kemunafikan mereka tanpa sedikit pun rasa cemas akan intimidasi, bahkan Ia membuat cambuk dan mengusir semua pedagang dari Bait Suci (lihat Yohanes 2:15).

                Secara konsisiten, Dia tegas, Dia berani dan Dia tenang.

                Memang benar kita juga melihat-Nya menangis dan gelisah; ketika Dia datang ke Betani setelah teman-Nya Lazarus meninggal, Dia sangat sedih, dan di kuburan Dia menangis (lihat Yohanes 11:35). Tapi itu jauh berbeda dari siksaan yang berat yang kita lihat menyusul menimpa Dia  sekarang di bawah cabang-cabang yang berliku-liku dan diterangi cahaya bulan di kebun Zaitun Getsemani.

                Yesus berpaling kepada Petrus dan Yakobus dan Yohanes dan memberi tahu mereka, “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah” (Markus 14:34). Seperti mau mati rasanya! Ini bukan melebih-lebihkan. Dia sungguh-sungguh. Kesedihan dalam jiwa Juruselamat kita saat ini sangat kuat dan berat yang mana Dia benar-benar mendekati mati dalam pengalaman kemanusian-Nya – bahkan sekarang, beberapa jam sebelum siksaan yang sangat berat yang akan datang di atas salib.

                Setelah mendesak ketiga murid ini untuk berjaga-jaga, Yesus melangkah lebih jauh… dan terhuyung-huyung ke tanah berbatu. Begitu mengerikan beban yang diemban-Nya sehingga Dia bahkan tidak bisa tetap dalam posisi tegak.

Unprepared

                Kita melihat Yesus lebih rentan dan lebih manusiawi daripada yang pernah kita ketahui. Dan kita tidak bisa menghindari dari satu pertanyaan.

                Mengapa?

                Mengapa teror yang menakutkan ini, kesukaran yang hebat ini?

                Bahkan pada malam itu juga tidak ada indikasi sebelumnya tentang kesedihan seperti itu. Pada malam itu, dengan martabat yang anggun, Dia meresmikan Perjamuan Tuhan (Lord’s Supper) bersama murid-murid-Nya dan memimpin mereka menyanyikan himne. Memang benar di ruang atas (The upper room) Dia sangat terharu (lihat Yohanes 13:21). Saat Dia meramalkan yang menghianati-Nya, kemudian Dia memberi tahu para murid bahwa mereka “semua akan tergoncang iman mereka” (Markus 14:27) namun pada saat yang sama Dia dengan yakin mengingatkan mereka “Tetapi sesudah Aku bangkit, Aku akan mendahului kamu ke Galilea” (Markus 14:28).

                Ini bukan seolah-olah Yesus dikejutkan oleh kematian yang akan terjadi. Dia sudah lama memutuskan untuk menanggung hukuman Tuhan atas dosa sebagai pengganti kita, dan selama berbulan-bulan Dia telah berulang kali membahas kematian-Nya dengan murid-murid-Nya.

                Dia juga tidak menghindari atau menunda waktu pengorbanan yang untuk itu Dia datang ke dunia ini. Justru sebaliknya. Ketika bukan rahasia lagi bagi siapa pun bahwa Yerusalem adalah sarang permusuhan terhadap-Nya, Dia berjalan di depan murid-murid-Nya, kemudian menuju ke kota tanpa sedikit pun ada rasa keengganan – tapi “mereka merasa cemas dan juga orang-orang mengikuti Dia dari belakang merasa takut” (lihat Markus 10:32). Ketakutan dan kecemasan adalah milik para pengikut-Nya, bukan pada Yesus.

 

What It Meant To Him

                Inilah alasannya: Di taman ini, Juruselamat kita mulai menghadapi penderitaan yang terakhir dan terdalam di Kalvari – penderitaan yang akan melampui segala aspek fisik dari penderitaan-Nya.

                Bagi Yesus, salib akan membawa penderitaan yang tak tertandingi dan belum pernah terjadi sebelumnya dari murka dan pengabaian Allah. Jalan-Nya yang menurun menuju kedalaman yang tak terkatakan itu mulai menukik tajam di taman yang disebut Getsemani ini.

                Dan saat kita mengikuti ke taman untuk mengamati-Nya, kita harus menyadari bahwa apa yang terjadi di sini jauh di luar kesadaran kita, jauh di luar kemampuan kita untuk memahaminya.

Sebua himne lama yang sangat relevan:

                Oh help me understand it,

                                help me to take in –

                What it meant to Thee, the Holy One

                                to bear away my sin.

Kita membutuhkan bantuan ilahi untuk “menerimanya”, untuk menyerap secara mendalam apa arti menanggung dosa kita bagi Yesus, Yang Kudus. Itulah yang kita kejar – apa artinya bagi-Nya.

 

The Detestable Drink

                Melangkah lebih dekat di bawah salib…. Mari kita perhatikan dan dengar.

                Saat Yesus sujud dengan tak berdaya di tanah, kita mendengar Dia berdoa: “Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki” (Markus 14:36).

                Dia membuat permohonan ini berulang kali. Dengan wajah menghadap ke tanah, kita bisa melihat keringat di pelipis-Nya. Dia mengangkat kepala-Nya, dan expresi-Nya mengungkapkan penderitaan yang mendalam yang begitu hebat sehingga peluh-Nya “menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah” (Lukas 22:44).

                Kata-kata-Nya memberi tahu kita mengapa: “Singkirkan cawan ini”,  Yesus memohon lagi.  Pada saat ini, tidak ada keraguan apa yang mendominasi hati dan pikiran-Nya.

                Apakah cawan itu? Ini jelas merujuk pada murka Allah yang kudus atas dosa-dosa Anda dan saya.

                Jika kita mengetahui Kitab Suci seperti halnya Yesus  - Kitab Suci yang pasti ada dalam pikiran-Nya pada jam-jam ini – kita tidak bisa lepas dari referensi ini. Yesaya 51:17 menunjukkan kepada kita cawan ini di tangan Tuhan yang terulur – itu adalah “isi piala kehangatan murka-Nya” dan bagi mereka yang meminumnya, itu adalah “piala yang mengejutkan”. Piala ini berisi kehebatan dan keganasan murka Allah yang kudus yang dicurahkan terhadap semua dosa, dan kita menemukan dalam Kitab Suci bahwa itu dimaksudkan untuk diminum oleh semua umat manusia yang berdosa. Itu adalah piala Anda…dan saya.

                Dalam gambaran Perjanjian Lama yang jelas, piala ini diisi dengan “arang berapi dan belerang, angin yang menghanguskan” (lihat Mazmur 11:6). Tidak heran Kitab Suci mengatakan bahwa mencicipi dari cawan ini menyebabkan peminumnya “menjadi terhuyung-huyung  dan bingung” (lihat Yeremiah 25:16). Tidak heran ketika Yesus menatap ke dalam piala yang menjijikkan ini, Dia tersandung ke tanah.

                Itulah mengapa ada teror yang mengerikan dan kesusahan yang dalam bagi-Nya saat ini. Di dalam wadah kelemahan manusia, Dia berhadapan langsung dengan realitas yang menjijikkan jika menanggung kesalahan kita dan menjadi obyek murka Allah yang penuh dan hebat.

 

Hell, Not Heaven

                Apa yang Yesus takut di sini bukanlah mengantisipasi rasa sakit fisik yang terkait dengan penyaliban. Sebaliknya  itu adalah rasa sakit yang jauh lebih besar – penderitaan yang mendalam karena ditinggalkan oleh Bapa-Nya.

                Seperti yang dicatat oleh seorang komentator Alkitab, Yesus memasuki taman “untuk bersama Bapa saat jeda sebelum pengkhianatan tejadi pada-Nya, tetapi menemukan  Neraka dari pada Surga terbuka di hadapan-Nya. Mengetahui jam kematian-Nya semakin dekat, Yesus datang ke sini dalam kebutuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya akan penghiburan dan kekuatan dari Bapa-Nya. Sebaliknya, neraka – pemisahan total dari Allah – disodorkan ke wajah-Nya.

                Kita mendengar Dia berseru: Bapa – apakah ada alternative? Apakah ada cara untuk menhindari  hal ini? Jika ada cara piala ini bisa lolos dari-Ku, maukah Engkau memberikannya kepada-Ku?

                Diam (silence). Kita dapat melihatnya di wajah-Nya – Yesus tidak menerima jawaban atas permohonan putus asa ini.

                Untuk kedua kalinya Dia memohon alternative dari kengerian ditinggalkan oleh Bapa-Nya. Jika alternative seperti itu ada, Bapa pasti akan menyediakannya. Namun permohonan Anak yang taat kepada Bapa-Nya yang penuh kasih disambut dengan diam (silence). Mengapa?

                Dengarkan ayat ini sekali lagi untuk pertama kalinya: Karena Allah begitu mengasihi dunia ini….. sehingga Dia (Allah Bapa) diam terhadap seruan penderitaan Anak-Nya!

                Inilah arti menanggung dosa kita bagi-Nya – penderitaan yang mendalam dari jiwa yang luar biasa saat Ia menghadapi pengabaian total dan murka yang mutlak dari Bapa-Nya di kayu salib, kesusahan dan pengabaian dan penolakkan yang tidak dapat kita mulai pahami.

                Dalam hal ini, saat tergelap yang dialami oleh Juruselamat kita….apakah Anda mengenal kasih-Nya bagi Anda?

 

Another Cup

                Dengarkan kembali kata-kata berharga dan berkuasa yang kita dengar Dia ulangi kepada Bapa-Nya.

                “Tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki”

                “Tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki”

                “Tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki”

                (lihat Matius 26:36-46).

Yesus berkata, “Bapa, Aku dengan rela meminum cawan ini atas perintah-Mu – Aku akan meminumnya semuanya”.

                Dan Dia akan melakukannya. Dia akan meminum semuanya, tidak meninggalkan setetes pun (lihat Yesaya 51:17).

                Tidak hanya Dia tidak akan meninggalkan apa pun di dalam cawan murka itu untuk kita minum….tetapi hari ini Anda dan saya menemukan diri kita dengan cawan lain di tangan kita. Itu adalah piala keselamatan. Dari cawan baru yang berharga ini kita menemukan diri kita minum dan minum – minum secara konsisiten, minum tanpa henti, minum semuanya…..karena piala keselamatan selalu penuh dan berlimpah.

                Kita dapat minum dari cawan ini hanya karena Yesus mengucapkan kata-kata itu tentang cawan lain: “Tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki”.

                Saya (Yesus) akan meminum semuanya, tidak meninggalkan setetes pun.

                Saat kita melihat Yesus berdoa dalam penderitaan yang dalam di Getsemani, Dia memiliki hak untuk mengarahkan mata-Nya yang berlinang air mata ke arah Anda dan saya dan berseru, “Ini cawan kamu. Kamu bertanggungjawab untuk ini. Ini adalah dosa kamu! Kamu yang harus meminumnya”. Cawan ini seharusnya disodorkan ke tanganku dan tanganmu.

                Sebaliknya, Yesus dengan bebas mengambilnya sendiri sehingga dari salib Dia dapat melihat ke bawah pada Anda dan saya, membisikkan nama kita, dan berkata, “Aku meminum habis cawan ini untukmu – untuk kamu yang telah hidup menentang Aku, yang telah membenci Aku, yang menentang Aku. Aku menguras semuanya….untuk kamu.

                Inilah apa yang dosa kita buat sehingga perlu Penebus. Inilah yang dibutuhkan oleh kesombongan Anda dan kesombongan saya, oleh keegoisan Anda dan keegoisan saya, oleh ketidaktaatan Anda dan ketidaktaatan saya. Lihatlah Dia…..lihatlah penderitaan-Nya dan kenali kasih-Nya.


Catatan dari Decroly Sakul /Virginia USA Maret 2021

Gambar diambil dari Facebook


Tidak ada komentar: