Latar belakang cerita ini sebenarnya berhubungan dengan topik sebelumnya yaitu Prapaska 2025. Dimana dalam kondisi minggu prapaska, saya bergumul dengan batu empedu yang infeksi.
Beberapa hari sebelum lebaran dan sesudah lebaran, dua Rumah Sakit jadi tempat staycation kami. Ya, saya dan keluarga yang menjaga bergantian di Rumah Sakit selama libur lebaran.
Tanggal 3 April 25 sudah keluar dari rumah sakit, sakit infeksi teratasi dengan antibiotik dan pereda nyeri, maka tunggulah tanggal 10 April untuk kontrol dokter. Untuk ditindak maka wajib mengurus persyaratan BPJS. Ke Puskesmas hari yang sama Kamis, 10 April untuk minta perpanjangan surat rujukan. Dari Puskesmas jam dua siang, langsung meluncur ke RS Kramat 128 Jl Kramat Raya Jakarta Pusat untuk mendapatkan rujukan berikutnya ke RS Persahabatan. Di RS Kramat ini ramai antrian sebagaimana tempat-tempat pelayanan pasien BPJS. Di RS Kramat ini diminta datang besok (Jumat pagi) karena dokter bedah digestive-nya ada. Wah, bisa pas begitu. Dan benar pagi kami datang, dokter melayani sebagaimana dokter dan tim medis yang kami jumpai, selalu melayani dengan ramah dan baik.
Tanggal 11 April 25 kami sudah memenuhi semua persyaratan administrasi untuk proses penanganan operasi di Persahabatan. Perlu jadi catatan, pasien BPJS wajib sabar dalam antrian dan gercep dalam pengurusan administrasi. Ada yang tidak dipahami, segera tanya pegawai RS terkait. Warga DKI memiliki KTP DKI sangat dimudahkan untuk pengurusan administrasi BPJS jadi jangan tunggu sakit baru hendak mengurus surat surat yang terkait BPJS.
Senin, 14 April kami ke poli digestive dan minta daftarkan online ke Poli Jantung untuk pemeriksaan kondisi Jantung. BTW, hasil lab dan paru paru sudah terdokumentasi di RS Persahabatan pada waktu dirawat pas lebaran minggu sebelumnya. Tapi apa daya Senin ini Poli Jantung sudah full booking jadi harus Selasa 15 April. Ini yang saya sampaikan tadi, wajib sabar karena meskipun nomor antrian kecil tapi pasien darurat atau kursi roda pasti diprioritaskan. Pagi datang daftar ulang, diperiksa bisa sudah siang atau sore apalagi di Poli Jantung bukan hanya untuk pemeriksaan pasien yang akan operasi tapi juga ada banyak pasien yang antri untuk pemeriksaan penyakit jantungnya. Dari poli Jantung nama saya langsung didaftarkan lagi ke Poli Anastesi.
Rabu, 16 April kami datang ke Poli Anastesi dengan terlebih dahulu check in di mesin pendaftaran RSUP Persahabatan. Biasa hanya barcode dan masukan sidik jari yang telah didaftarkan diawal daftar ke RS Persahabatan. Dari sini langsung ke Poli Bedah Digestive mendaftar langsung untuk kedatangan Kamis besok.
Kamis, 17 April bertemu dengan dokter bedahnya Dr Prawira (semoga tidak salah ketik). Masih dengan senyum dan penjelasan ramah dari suster dan dokter saya mendapatkan jadwal operasi Jumat, 25 April. Tidak usah datang mendaftar nanti akan dikabari via WA.
Plong! semua proses dapat dipenuhi, sambil masih bisa aktif ikuti latihan di gereja, maklum menjelang paska (rangkaian minggu prapaska).
Jika tidak ada kegiatan pasti deg-deg kan juga mengingat tanggal 25 nanti. Meskipun kata orang operasi laparaskopi itu tingkat resikonya lebih kecil dengan bedah biasa tapi tetap saja, masuk ruang operasi itu bukan hal menyenangkan.
Minggu tanggal 20 Puncak perayaan paska. Dari hari masih pagi memang sudah hadir persiapan di Gereja. Dalam ibadah pertama, dapat kabar Ipar meninggal di Semarang. Jadi hari itu kami juga mempersiapkan diri penjemputan jenasah yang diantar via darat ke Jakarta.
Sekitar hampir pukul 12.00 WIB Jenasah dan keluarga tiba di St Carolus. Senin 21 April Jenasah mendapatkan kunjungan dari banyak saudara dan kerabat dan malamnya ada Ibadah. Kehadiran pelayat yang banyak terbantu dengan posisi tempat disemayamkan tepat di sudut dan ruangan sampingnya juga kosong sehingga tidak menganggu tempat lainnya saat ibadah malam itu. Pelayanan yang baik dari Rumah Duka St Carolus, juga turut membantu kelancaran kegiatan malam itu.
Selasa, 22 April Ibadah tutup peti dan sekaligus ibadah untuk dikremasi. Menjelang sore ketika abu jenasah telah siap, maka keluarga berangkat ke Cilincing untuk pelaburan.
Rabu, 23 April dapat WA dari RS Persahabatan untuk datang hari Kamis 24 April untuk langsung menginap agar jam 8 pagi di Jumat tanggal 25, tindakan operasi dapat dilakukan. Kedatangan pagi itu, pasien di kamar sebelumnya belum keluar jadi diminta kembali jam dua siang. Dari pagi itu sampai jam dua kami masih dapat beraktivitas membantu Ipar kami yang dari Semarang. Jadi kedatangannya dari Semarang ke Jakarta, apakah kebetulan, walahualam karena kami terbantu dengan adanya di rumah kami sementara kami akan nginap di RS.
Kamis jam dua sore kami kembali dan diantar ke kamar. Mendapatkan kamar yang luas sehingga ada tempat untuk kasur angin digelar. Ini juga hal yang keliatan kecil tetapi sangat berarti.
Jumat pagi saya sudah dipersiapkan untuk masuk ruang operasi. Saya bilang jalan aja tapi ternyata wajib dengan kursi roda. Saya tidak perlu menjelaskan bagaiamana perasaan selama perjalanan ke ruang operasi. Di ruang operasi RS Persahabatan ada ruang transit yang luas, berjejer tempat tidur pasien kosong dalam dingin dan dominasi pakaian hijau petugas yang mondar mandir persiapkan segala sesuatu. Ada pasien lain menyusul masuk perempuan, ibu hamil, anak dan kemudian saya juga mendapat rekan sebelah kiri dua orang laki-laki yang akan menjalankan operasi.
Suster mendekat, saya tanya; apakah ada kemungkinan tertukar Sus ternyata dalam sehari berapa pasien ditangani dengan berbagai keluhan dan oleh dokter ahli masing-masing. Suster senyum dan bilang ya tentu tidak dong, kan ada status, gelang dan data lainnya. Sambil menunggu masuk ke masing-masing ruang operasi, kami bertiga sempat ngobrol sambil terus berupaya hilangkan rasa dingin yang tidak mempan dengan kain penutup yang ada.
Saat dibawa ke dalam ruang operasi, petugas ngobrol selayaknya pegawai sementara saya sendiri yang tetap merasa keheningan dingin. Mereka mempersiapkan sambil ngobrol sementara pasiennya ketar ketir. Ruang operasi ini lebih dingin dari ruang transit. Otot sudah gemetar menahan dingin. Saya tanya lagi, apakah setelah dibius saya masih kedinginan? (kayaknya mereka menganggap ini pertanyaan bodoh tapi tetap dijawab mereka; tenang pak sudah ngk terasa - waduh mati dong kalo ngk siuman lagi).
Nama saya dipanggil panggil, ternyata biar siuman karena telah di ruang transit. Perawat di kamar datang menjemput. Jam 8 pagi masuk, sebelum jam 12 siang kata istri, saya sudah dibawa kembali ke ruang perawatan. di Kamar 3 Anggrek kiri ini ada ruang terbesar dan seperti Ketua RT jika tempati kamar itu karena lampu ruangan juga diatur dari ruang tersebut.
Berdoa bukan berarti semua kesulitan hilang, tetapi dalam proses itu semua termasuk rasa pahit dimulut dampak dari antibiotik dan anti nyeri, tetap dirasakan namun banyak hal yang terlewati dengan pendampingan dari Tuhan. Melalui keluarga, saudara, teman persekutuan dan tenaga medis, semua dapat dilalui.
Satu kamar dengan pasien lain, kadang menyadarkan penyakit kita tidak ada apa apa dibandingkan dengan yang mereka alami.
Terima kasih Tuhan.
Dokter melaporkan ke istri, kantong empedu saya ternyata telah bernanah. Oleh sebab itu, lobang laparaskopi paling kanan masih diberi selang (dryer) selama dua hari untuk mengalirkan cairan-cairan sisa memastikan semua yang dibersihkan tidak ada yang tertinggal di dalam.
Jadi sejak keluar perawatan tanggal 3 April, sampai dengan tanggal 25 tindakan operasi dalam tubuh saya terdapat kantong bernanah tapi masih bisa beraktivitas, mengikuti jadwal prapaska sampai mendampingi acara meninggalnya ipar kami sampai pelaburan.
Jadwalnya dan apa yang dialami bukan kebetulan semua. Praise The Lord.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar