70-an tahun
lalu ketika tehnology belum maju alat komunikasi terbatas jangkauannya, pikiran
dan visi pendiri bangsa telah sangat maju menjangkau sekat-sekat agama, ras,
keturunan, bahasa, ada istiadat, suku yang membedakan satu dengan yang lainnya.
Pembedaan justru menjadi tiang-tiang kekuatan dan kekayaan bangsa. Boleh cari, adakah bangsa yang terdiri dari
berbagai bahasa, ada istiadat, suku dan lainnya dapat bersatu sedemikian
Indonesia? Carilah....hanya ada di Nusantara ini pendiri bangsa memiliki visi
dan kekuatan paham tentang kesatuan adalah modal dasar sebuah negara.
Kesatuan bukanlah keseragaman bukan juga kesamaan satu dengan yang lain.
Kesatuan adalah keperbagaian yang memadu harmoni. Dan itu bukan dalam mimpi. Di
garis katulistiwa ini ternyata jelas Nusantara dalam keragaman dapat bersatu
kibari dunia.
Indonesia
bukanlah negara yang terdiri dari
penduduk asli dan pendatang. Meskipun berbeda warna kulit, rakyatnya
adalah penduduk asli. Bukan imigran! Kalaupun sekarang ada imigran adalah bagian
dari proses perkembangan sosial masyarakatnya. Badingkan dengan Amerika dan
Eropa dimana saat ini kaum imigran dari Afrika dan Timur Tengah bahkan dari
berbagai belahan dunia lain berduyun-duyun berkembang turun temurun disana.
Dasar dari kemerdekaan Indonesia adalah pencapaian dari seluruh penduduk
aslinya yang bersatu memerdekakan diri. Bukan penduduk imigran dan penduduk
asli yang bersatu, tapi penduduk (baca pemilik) Nusantara yang memang
berbeda-beda latar belakangnya bertekad merealisasikan negara kesatuan. Itulah sebab hak dan
kewajiban seluruh warga negara patut sama dihadapan hukum. Tidak ada warga
negara kelas dua atau warga negara minoritas!
Saat ini
kaum radikal tidak menginginkan kesatuan yang menjadi kekuatan bangsa ini untuk
tetap utuh. Agama dan keturunan menjadi alasan!. Perda, meskipun bertentangan
dengan UUD Negara, dipaksakan dijabarkan meskipun mengabaikan keadilan.
Ketidakadilan ini bahkan mulai tumbuh subur membuat sekat-sekat pembeda bahkan
pemicu saling bunuh anak bangsa. Kaum Radikal membalikkan Agama yang
mengajarkan kebaikan dan keharmonisan menjadi jadi alat pembenaran
menghancurkan kaum yang lemah. Memaksakan satu agama dalam praktek bernegara
adalah suatu pemaksaan menodai nilai perjuangan itu sendiri.
Agama
adalah bagian pribadi yang mengurus relasi melampaui rumusan horisontal sosial.
‘Agama’ terlalu mulia untuk dipaksakan pada ‘tataran bernegara’ karena agama adalah
keyakinan yang melampau relasi horisontal. Agama menyangkut keyakinan pribadi
terhadap Sang Khalik yang memiliki Kekuasaan (mutlak) terhadap semesta,
melampaui batas geografis negara yang ada di
bumi ini. Jauh lebih luas dari bumi, melampaui seluruh Ciptaan. Terlalu
rendah memaksakan ‘agama’ hanya dalam praktek bernegara. ‘Agama’ jauh melampaui
negara.
Meskipun
belum menjadi kenyataan lihatlah kekawatiran sebagaian orang (http://www.suaranews.com/2013/08/selamat-untuk-dki-mendapat-gubernur-non.html?utm_source=dlvr.it&utm_medium=facebook&m=1). Ekslusivitas beragama itu penting dalam
konsep beriman dan hidup dalam keyakinan pribadi tapi dalam bernegara mau tidak
mau ada hal-hal yang tidak dapat dipaksakan karena konteks penerapan telah
berbeda. Semua agama memiliki ekslusivitas masing-masing apa jadinya jika semua
menerapkan dalam kehidupan bernegara yang memiliki keberagaman. Penerapan ekslusivitas keyakinan untuk
dipatuhi semua golongan justru menghancurkan tatanan yang ada. Jangankan agama,
adat istiadat tidak dapat kita paksakan satu untuk semua di dalam tatanan
masyarakat saat ini. Kemajuan kehidupan sosial, interaksi dan tatanan
masyarakat telah bergerak sedemikian jauh sehingga batas-batas geografispun
seakan terhapuskan. Satu dengan yang lain mau tidak mau harus hidup
berdampingan dan memahami perbedaan yang ada dan dapat menerimanya. Itulah sebabnya kaum imigran dapat hidup di negara
lain saat ini tanpa takut kehilangan indentitas dan ekslusivitas agama, budaya
dan ciri khas lainnya yang berbeda di negara tujuan imigran. Perkembangan
negara-negara saat ini mengharuskan ada tolorensi dan jaminan terhadap
kehidupan yang berbeda. Ada penerapan
baru, ada tafsiran progresif dari ayat-ayat tertentu tanpa menghilangkan kebenarannya. Ayat Alkitab
bahwa Kristus adalah satu-satunya Jalan, bukan berarti memaksakan semua orang
harus mengamini ayat ini. Hal-hal yang bersifat ekslusif biarlah ekslusif jangan
memaksakan jadi ‘inklusif’. Jangan biarkan Atheis terus mendapatkan pembenaran
dengan menyimpulkan data-data kekerasan dan peperangan dalam dunia ini sebagian
besar pemicunya adalah kaum yang mengaku
agamawan/rohaniawan.
Perbedaan
yang menjadi kekuatan diselewengkan menjadi pemecah. Tiang-tiang kekuatan itu
mulai rapuh digerogoti fanatisme sempit dan picik. Mental politikus oportunis
gila jabatan semakin memperuncing dan menyuburkan tindakan radikal. Beberapa
proses Pilkada menjadi sarang penyerangan kaum berbeda agama berbeda suku dan
berbeda lainnya. Merah putih kepahlawanan mulai dikaburkan dengan sempitnya
pandangan tentang persatuan. Berbeda menjadi alat penindasan bukan lagi
keharmonisan. Kadang rakyat sendiri yang bertanya tentang perlakuan Pejabatnya.
Beberapa oknum pejabat, rela mengikuti aspirasi
radikal meskipun mengabaikan hukum demi menyenangkan sekelompok orang
yang tidak dapat menerima keberagaman dengan
menutup dan membatalkan pembangunan Rumah Ibadah.
Kesucian beragama
bukanlah seberapa banyak kebencian kita taburkan, tapi seberapa banyaknya
kebaikan dipraktekkan. Kesucian beragama bukanlah seberapa berbeda kita dengan
orang lain, tapi seberapa ramah kita dengan sesama. Tetangga saling memberi dan
bertegur sapa lebih indah daripada saling curiga dan intimidasi. Jelang lebaran
kemarin, opor ayam menjadi
komunikasi kebersamaan sehingga
kenikmatannya terasa memenuhi hati dengan keharuan bahwa berbeda
itu pasti tidak dibenci Allah. (Kalau
dibenci Allah, kenapa kita diciptakan berbeda satu dengan yang lain?) Iman seutuhnya adalah buat Allah Sang Khalik
(tidak kelihatan), Iman prakteknya pada sesama (yang kelihatan). Bagaimanakah
kita dapat mengatakan beriman pada Yang Tidak Kelihatan jika prakteknya tidak
terlihat pada yang kelihatan?
Allah
memberkati Negara kita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar