Arsip Blog

Rabu, 23 November 2016

NKRI

70-an tahun lalu ketika tehnology belum maju alat komunikasi terbatas jangkauannya, pikiran dan visi pendiri bangsa telah sangat maju menjangkau sekat-sekat agama, ras, keturunan, bahasa, ada istiadat, suku yang membedakan satu dengan yang lainnya. Pembedaan justru menjadi tiang-tiang kekuatan dan kekayaan bangsa. Boleh cari, adakah bangsa yang terdiri dari berbagai bahasa, ada istiadat, suku dan lainnya dapat bersatu sedemikian Indonesia? Carilah....hanya ada di Nusantara ini pendiri bangsa memiliki visi dan kekuatan paham tentang kesatuan adalah modal dasar sebuah negara. Kesatuan bukanlah keseragaman bukan juga kesamaan satu dengan yang lain. Kesatuan adalah keperbagaian yang memadu harmoni. Dan itu bukan dalam mimpi. Di garis katulistiwa ini ternyata jelas Nusantara dalam keragaman dapat bersatu kibari dunia.
Indonesia bukanlah negara yang terdiri dari  penduduk asli dan pendatang. Meskipun berbeda warna kulit, rakyatnya adalah penduduk asli. Bukan imigran! Kalaupun sekarang ada imigran adalah bagian dari proses perkembangan sosial masyarakatnya. Badingkan dengan Amerika dan Eropa dimana saat ini kaum imigran dari Afrika dan Timur Tengah bahkan dari berbagai belahan dunia lain berduyun-duyun berkembang turun temurun disana. Dasar dari kemerdekaan Indonesia adalah pencapaian dari seluruh penduduk aslinya yang bersatu memerdekakan diri. Bukan penduduk imigran dan penduduk asli yang bersatu, tapi penduduk (baca pemilik) Nusantara yang memang berbeda-beda latar belakangnya bertekad merealisasikan  negara kesatuan. Itulah sebab hak dan kewajiban seluruh warga negara patut sama dihadapan hukum. Tidak ada warga negara kelas dua atau warga negara minoritas!
Saat ini kaum radikal tidak menginginkan kesatuan yang menjadi kekuatan bangsa ini untuk tetap utuh. Agama dan keturunan menjadi alasan!. Perda, meskipun bertentangan dengan UUD Negara, dipaksakan dijabarkan meskipun mengabaikan keadilan. Ketidakadilan ini bahkan mulai tumbuh subur membuat sekat-sekat pembeda bahkan pemicu saling bunuh anak bangsa. Kaum Radikal membalikkan Agama yang mengajarkan kebaikan dan keharmonisan menjadi jadi alat pembenaran menghancurkan kaum yang lemah. Memaksakan satu agama dalam praktek bernegara adalah suatu pemaksaan menodai nilai perjuangan itu sendiri.
Agama adalah bagian pribadi yang mengurus relasi melampaui rumusan horisontal sosial. ‘Agama’ terlalu mulia untuk dipaksakan pada ‘tataran bernegara’ karena agama adalah keyakinan yang melampau relasi horisontal. Agama menyangkut keyakinan pribadi terhadap Sang Khalik yang memiliki Kekuasaan (mutlak) terhadap semesta, melampaui batas geografis negara yang ada di  bumi ini. Jauh lebih luas dari bumi, melampaui seluruh Ciptaan. Terlalu rendah memaksakan ‘agama’ hanya dalam praktek bernegara. ‘Agama’ jauh melampaui negara.
Meskipun belum menjadi kenyataan lihatlah kekawatiran sebagaian orang (http://www.suaranews.com/2013/08/selamat-untuk-dki-mendapat-gubernur-non.html?utm_source=dlvr.it&utm_medium=facebook&m=1). Ekslusivitas beragama itu penting dalam konsep beriman dan hidup dalam keyakinan pribadi tapi dalam bernegara mau tidak mau ada hal-hal yang tidak dapat dipaksakan karena konteks penerapan telah berbeda. Semua agama memiliki ekslusivitas masing-masing apa jadinya jika semua menerapkan dalam kehidupan bernegara yang memiliki keberagaman.  Penerapan ekslusivitas keyakinan untuk dipatuhi semua golongan justru menghancurkan tatanan yang ada. Jangankan agama, adat istiadat tidak dapat kita paksakan satu untuk semua di dalam tatanan masyarakat saat ini. Kemajuan kehidupan sosial, interaksi dan tatanan masyarakat telah bergerak sedemikian jauh sehingga batas-batas geografispun seakan terhapuskan. Satu dengan yang lain mau tidak mau harus hidup berdampingan dan memahami perbedaan yang ada dan dapat menerimanya.  Itulah sebabnya kaum imigran dapat hidup di negara lain saat ini tanpa takut kehilangan indentitas dan ekslusivitas agama, budaya dan ciri khas lainnya yang berbeda di negara tujuan imigran. Perkembangan negara-negara saat ini mengharuskan ada tolorensi dan jaminan terhadap kehidupan yang berbeda.  Ada penerapan baru, ada tafsiran progresif dari ayat-ayat tertentu  tanpa menghilangkan kebenarannya. Ayat Alkitab bahwa Kristus adalah satu-satunya Jalan, bukan berarti memaksakan semua orang harus mengamini ayat ini. Hal-hal yang bersifat ekslusif biarlah ekslusif jangan memaksakan jadi ‘inklusif’. Jangan biarkan Atheis terus mendapatkan pembenaran dengan menyimpulkan data-data kekerasan dan peperangan dalam dunia ini sebagian besar pemicunya adalah kaum yang mengaku  agamawan/rohaniawan.
Perbedaan yang menjadi kekuatan diselewengkan menjadi pemecah. Tiang-tiang kekuatan itu mulai rapuh digerogoti fanatisme sempit dan picik. Mental politikus oportunis gila jabatan semakin memperuncing dan menyuburkan tindakan radikal. Beberapa proses Pilkada menjadi sarang penyerangan kaum berbeda agama berbeda suku dan berbeda lainnya. Merah putih kepahlawanan mulai dikaburkan dengan sempitnya pandangan tentang persatuan. Berbeda menjadi alat penindasan bukan lagi keharmonisan. Kadang rakyat sendiri yang bertanya tentang perlakuan Pejabatnya. Beberapa oknum pejabat, rela mengikuti aspirasi  radikal meskipun mengabaikan hukum demi menyenangkan sekelompok orang yang tidak dapat menerima keberagaman dengan  menutup dan membatalkan pembangunan Rumah Ibadah.
Kesucian beragama bukanlah seberapa banyak kebencian kita taburkan, tapi seberapa banyaknya kebaikan dipraktekkan. Kesucian beragama bukanlah seberapa berbeda kita dengan orang lain, tapi seberapa ramah kita dengan sesama. Tetangga saling memberi dan bertegur sapa lebih indah daripada saling curiga dan intimidasi. Jelang lebaran kemarin,  opor ayam menjadi komunikasi  kebersamaan sehingga kenikmatannya  terasa  memenuhi hati dengan keharuan bahwa berbeda itu pasti  tidak dibenci Allah. (Kalau dibenci Allah, kenapa kita diciptakan berbeda satu dengan yang lain?)  Iman seutuhnya adalah buat Allah Sang Khalik (tidak kelihatan), Iman prakteknya pada sesama (yang kelihatan). Bagaimanakah kita dapat mengatakan beriman pada Yang Tidak Kelihatan jika prakteknya tidak terlihat pada yang kelihatan?

Allah memberkati Negara kita

Tidak ada komentar: