Tuhan memerintah kita untuk menjadi
kudus. Tuhan berkata, “Hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu
sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis:
Kuduslah kamu, sebab Aku kudus” (1 Petrus 1:15-16). Jadi Tuhan telah
mentakdirkan kita untuk menjadi serupa dengan gambar Anak-Nya. Apa yag Tuhan
maksudkan untuk kita, Dia perintahkan agar kita kejar.
Pada
saat yang sama, kita harus memahami peperangan di dalam diri kita yang bisa
menghambat kita dalam pertumbuhan karakter kita untuk menjadi kudus.
The War Within (peperangan di dalam)
“Hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak
akan menuruti keinginan daging. Sebab keinginan
daging
berlawanan dengan keinginan Roh dan
keinginan Roh berlawanan dengan keinginan
daging
– karena keduanya bertentangan – sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa
yang
kamu kehendaki. Akan tetapi jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh Roh, maka
kamu
tidak hidup di bawah hukum Taurat” (Galatia 5:16-18).
Orang percaya harus berjalan dalam
Roh, bukan dalam kedagingan. Berjalan dalam Roh berarti membiarkan Dia
mengikuti jalan-Nya, itu berarti tetap berada dalam persekutuan dengan-Nya.
Jika kita hidup oleh Roh, kita tidak memuaskan keinginan natur berdosa kita.
Roh juga menuntun kita untuk memuliakan Kristus, karena pelayanan Roh untuk
melibatkan orang percaya dengan Tuhan Yesus. Ketika kita berjalan dalam Roh,
kedagingan, atau kehidupan diri sendiri, dianggap mati. Ini semua akan membuat
kita mudah untuk berpikir bahwa kehidupan Kristen adalah satu kemenangan
rohani. Namun kenyataannya adalah bahwa orang Kristen sering menderita
kekalahan rohani yang pahit. Kita masih berdosa. Kita tidak selalu ingin
melayani. Dengan demikian kita gagal memenuhi hukum kasih Allah. Bagaimana kita
bisa menjelaskan ketegangan yang nyata antara kebebasa kita dan kegagalan kita?
Martin
Luther menghadapi dilemma yang sama. Terlepas dari semua upayanya untuk
menjalani kehidupan yang saleh, ada kalanya dia tergoda untuk berbuat dosa. Dan
tidak hanya tergoda. Ada saat-saat ketika dia melakukan dosa yang sangat
memuaskan kedagingan. Hal ini membuat dia khawatir bahwa dia bukanlah seorang
Kristen yang sesungguhnya. Mungkin Anda memiliki beberapa keraguan Anda
sendiri. Apakah dosa-dosa Anda pernah menyebabkan Anda mempertanyakan
keselamatan Anda?
Salah
satu ayat yang paling membantu Luther dalam pergumulan rohaninya berasal dari
Galatia, “Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan
Roh berlawanan dengan keinginan daging – karena keduanya bertentangan –
sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki” (Galatia
5:17). Luther menggunakan ayat ini untuk berkhotbah kepada dirinya sendiri,
“Martin, kamu tidak akan pernah sepenuhnya tanpa dosa, karena kamu masih
memiliki kedagingan. Oleh karena itu, kamu akan selalu menyadari konfliknya,
sesuai dengan pernyataan Paulus: “Keingin daging melawan Roh”. Oleh karena itu,
jangan putus asa, tetapi melawan, dan jangan memuaskan keinginan daging”.
Ayat
ini menggambarkan perang di dalam, konflik yang terus-menerus berkecamuk di
dalam hati manusia. Satu keinginan bergulat dengan yang lain, seperti dua
pegulat sumo yang mencoba mendorong satu sama lain ke luar dari ring –
kedagingan melawan Roh, sifat berdosa melawan sifat lahir baru. Hasil dari konflik ini adalah
bahwa kita tidak selalu melakukan apa yang ingin kita lakukan. Seringkali, kita
melakukan yang sebaliknya, karena kedagingan berperang melawan Roh.
Pada
saat yang sama, Roh berjuang untuk mencegah kedagingan menuruti keinginannya
yang berdosa. Berikut adalah bagaimana seorang komentator menggambarkan
pertempuran berikutnya: “Kedagingan melawan Roh sehingga manusia tidak dapat
melakukan apa yang mereka inginkan sesuai dengan pikiran Roh, dan Roh menentang
kedangingan agar mereka tidak melakukan apa yang mereka inginkan menurut
keinginan daging. Apakah orang itu memilih yang jahat, Roh menentangnya; apakah
dia memilih yang baik, kedagingan menghalanginya.
Perhatikan
bahwa ini adalah kondisi rohani orang percaya. Ketika Paulus berkata, “kamu
tidak melakukan apa yang kamu inginkan”. Dia berbicara kepada orang-orang
Kristen Galatia yang telah menerima Roh Kudus (Galatia 3:3), dan adalah anggota
gereja Yesus Kristus. Pertempuran rohani antara kedagingan dan Roh terjadi
dalam diri orang ktisten.
Inilah
yang dimaksud Martin Luther ketika dia mengatakan bahwa orang Kristen
“dibenarkan dan berdosa pada saat yang sama” (Simul iustus et peccator). Di
dalam orang Kristen praktis merupakan paradox, ditarik oleh kedagingan dan Roh
dalam dua arah yang berbeda sekaligus. Apa yang terjadi di dalam hati, pikiran,
jiwa, dan tubuh orang percaya tidak lain adalah perang saudara, konfrontasi
kekerasan antara kekuatan yang berlawanan, “antagonisme yang tidak dapat didamaikan”.
Ini
membantu kita untuk menyadari bahwa kehidupan rohani akan selalu menjadi
perjuangan. Bagaimana bisa sebaliknya, bila keinginan daging kita bertentangan
dengan Roh Tuhan?
Kita tidak perlu heran dengan dosa,
seolah-olah kita mengharapkan Tuhan menyempurnakan kita dalam hidup ini. Dosa
juga tidak boleh membuat kita meragukan keselamatan kita. Sebaliknya, kita
paling sadar akan dosa kita ketika Roh paling aktif berperang melawan musuh
lama kita – kedagingan yang berdosa.
Sadarilah
juga, bahwa perang tidak akan berlangsung selamanya. Kita tidak sedang berjuang
untuk kalah. Bukan dengan perjuangan antara kedagingan dan Roh yang berakhir
dengan jalan buntu. Suatu hari Roh akan memperoleh kemenangan total, dan kedagingan
tidak akan menyiksa kita lagi. Kemudian kita akan bebas dalam segala cara yang
diinginkan oleh Roh untuk membebaskan kita: bebas dari dosa, bebas melakukan
apa yang paling ingin kita lakukan, itulah yang Tuhan ingin kita lakukan.
Bahkan
sekarang kita dapat mulai mengalami kemenangan itu dengan mengikuti perintah
Tuhan: “Hidup oleh Roh. Berjalan dalam Roh. Dipimpin oleh Roh.
Catatan tambahan: Roh dan
kedagingan selalu berada dalam konflik. Tuhan bisa saja menghilangkan sifat
kedagingan dari orang percaya pada saat
yang sama dengan pertobatan mereka, tetapi Dia tidak memilih untuk
melakukannya. Mengapa? Tuhan ingin membuat mereka terus-menerus diingakan akan
kelemahan mereka sendiri; untuk membuat mereka terus-menerus bergantung pada
Kristus, Imam dan Pembela mereka; dan membuat mereka tak henti-hentinya memuji
Dia yang menyelamatkan orang-orang berdosa itu. Alih-alih menghilangkan sifat
kedagingan, Tuhan memberi kita Roh Kudus-Nya sendiri untuk mendiami kita. Roh
Tuhan dan kedagingankita selalu berperang, dan akan terus berperang sampai kita
dibawa pulang ke sorga. Peran orang percaya dalam konflik adalah untuk berserah
pada Roh.
Words of Encouragement (Kata-kata Penyemangat)
Kita harus ingat bahwa kita hidup
dalam apa yang disebut para teolog sebagai era “already, not yet” antara kenaikan Kristus dan kedatangan-Nya yang
kedua kali. Selama waktu ini, ada ketegangan terus-menerus antara siapa kita “didalam Kristus” dan siapa kita dalam pengalaman kita sehari-hari. Melalui
persatuan kita dengan Kristus, kita sudah duduk bersama Dia di sorga (lihat
Efesus 2:6), namun kita masih hidup di dunia yang dikutuk dosa dengan segala
kesulitan dan rasa sakitnya. Kita sudah kudus dan tidak bercacat di hadapan
Allah melalui persatuan kita dengan Kristus (lihat Efesus 1:4), tetapi kita
masih berbuat dosa setiap hari.
Dalam
menghadapi dosa kita, Jerry Bridges merasa terbantu untuk memikirkan empat
bidang:
1) The guilt of sin (kesalahan dosa) à The penalty of sin (hukuman dosa)
2) The reign of sin (kekuasaan dosa) = The dominion of sin (pemerintahan
dosa)
3) The presence of sin (flesh) (Kehadiran dosa / kedagingan)
4) The activity of sin (aktivitas dosa)
Keempat segi dosa itu
umum bagi semua orang yang tidak percaya. Itu benar bagi kita masing-masing
sebelum kita percaya kepada Kristus sebagai Juruselamat kita. Kita berada di
bawah kekuasaannya (the reign of sin). Kita tidak bisa menyenangkan Tuhan.
Paulus berkata “Mereka yang hidup dalam daging tidak dapat menyenangkan Tuhan”
(Roma 8:8). Kita mungkin adalah individu yang baik dengan sopan, bahkan dalam
keadaan terbaik kita pun, tidak ada yang kita lakukan dapat menyenangkan Tuhan
kalau kita belum bersatu dengan Kristus.
Ketika kita percaya kepada Kristus
sebagai Juruselamat kita, kita melalui kematian-Nya, diampuni dari dosa kita
sehingga kita tidak lagi dianggap bersalah di hadapan Allah. Dia telah
mengampuni semua dosa kita (the guilt of sin) itu di kayu salib (lihat Kolose
2:13; 1 Petrus 2:24). Setelah dibebaskan dari kesalah dosa (the guilt of sin),
sebagai hasilnya, kita dibebaskan dari pemerintahannya (the dominion of sin)
dalam hidup kita (lihat Kolose 1:13). Seperti yang dikatakan Paulus dalam Roma
6:2, kita telah “mati bagi dosa” – bukan untuk aktivitas dosa (the activity of
sin) dalam hidup kita tetapi untuk pemerintahan absolutnya (the dominion of
sin). Dosa mungkin mengobarkan perang gerilya melawan kita, tetapi dosa tidak
dapat berkuasa dalam hidup kita. Kita harus menggunakan kata-kata Paulus, mati
untuk kekuasaan dosa (the reign of sin).
Karena kita masih memiliki daging (flesh)
yang berperang melawan kita, kita masih mengalami aktivitas dosa (the activity
of sin) setiap hari. Tetapi kita dipanggil untuk mematikannya (lihat Kolose
3:5). Kita harus menjauhkan diri dari nafsu daging yang berperang melawan jiwa
kita (lihat 1 Petrus 2:11). Orang-orang tanpa Kristus tidak mengalami
peperangan ini; mereka hidup nyaman di bawah kekuasaan dosa (the reign of sin).
Tetapi begitu kita dibebaskan dari pemerintahan itu, peperangan melawan dosa
dimulai. Seorang teolog menyebutnya ketidaknyamanan
pada status dibenarkan. Di satu sisi, kita dibenarkan, kita berdiri di
hadapan Allah seolah-olah kita tidak pernah berbuat dosa dan seolah-olah kita
selalu taat. Di sisi lain, kita melihat bahwa, dalam pengalaman kita
sehari-hari, kita berbuat dosa; kita sering tidak patuh.
Jadi apa yang akan membuat kita tidak
putus asa saat kita melihat dosa lebih lanjut dalam hidup kita? Apa yang akan
memotivasi kita untuk bertahan dalam pertempuran kita dengan dosa kita yang
tersisa, bahkan pada hari-hari ketika kita tampaknya tidak membuat kemajuan apa
pun? Ini adalah kesadaran bahwa di dalam Kristus kita sudah berdiri kudus dan
tak bercacat. Di hadapan Allah.
Jika Anda berkomitmen
untuk mengejar keserupaan dengan Kristus, Anda akan menemukan ketegangan yang
meningkat antara keinginan Anda untuk mengetahui dan melakukan kehendak Allah
dan kemajuan yang Anda rasakan dalam melakukannya . Ketegangan yang meningkat
ini dapat menjadi mengecilkan hati dan menurunkan motivasi. Solusi untuk
dilemma ini adalah dengan mengingat bahwa, terlepas dari apakah kita mengalami
hari baik atau hari yang buruk. Di dalam Dia, kita selalu kudus dan tak
bercacat. Di dalam Dia, kita selalu sama sempurnanya dengan Dia dalam
kemanusiaan-Nya yang tak berdosa. Ini adalah cara kita harus menyelesaikan
ketegangan antara apa yang kita inginkan dan apa yang kita lihat tentang diri
kita dalam pengalaman kita sehari-hari. Kita harus lebih melihat posisi kita di
hadapan Allah di dalam Kristus daripada yang kita lakukan pada pengalaman kita
yang sebenarnya, dan terus-menerus mencari siapa kita di dalam Dia akan
memotivasi kita untuk menjadi lebih seperti Dia dalam penggalaman kita. Untuk
melakukan ini, tentu saja, berarti kita harus menerima injil setiap hari.
Tujuh ciri orang mengejar kekudusan – orang yang menjadi lebih serupa
dengan gambar Kristus. Orang ini memiliki:
1) Pemahaman yang berkembang tentang
kekudusan Allah dan implikasinya bagi kita
2) Kepekaan yang tumbuh terhadap
keberdosaan yang tersisa dan realitas kegagalan yang bersamaan untuk lebih sepenuhnya
mengekspresikan buah Roh dalam kehidupan seseorang.
3) Keinginan yang sungguh-sungguh dan
usaha yang tulus untuk bertumbuh dalam keserupaan dengan Kristus, menyadari
bahwa keinginan selalu melebihi pemenuhan
4) Pemahaman yang jelas tentang prinsip
tanggung jawab yang bergantung dan bagaimana menerapkan prinsip itu dalam
kehidupan seseorang.
5) Penerapan instrument anugerah secara
konsisten melalui praktik disiplin spiritual yang memungkinkan kita bertumbuh
dalam keserupaan dengan Kristus
6) Memeluk injil yang terus-menerus
untuk jaminan pengampunan dosa-dosa kita dan kedudukan kita yang benar di
hadapan Allah sehingga kita akan dibatasi oleh kasih-Nya untuk hidup, bukan
untuk diri kita sendiri tetapi untuk Dia
7) Kesadaran yang berkembang dari
ketidakmampuan rohani sendiri dan ketergantungan yang meningkat pada Roh Kudus
untuk bekerja di dalam kita dan memungkinkan kita untuk berkarya.
Meskipun karakteristik keenam
terdaftar sebagai salah satu dari tujuh, itu sebenarnya harus menyerap semua
lima sebelumnya.
Kita
tidak dapat benar-benar bertumbuh dalam pemahaman kita tentang kekudusan Allah
yang tak terbatas dan keberdosaan kita yang berlebihan dari dosa kita kecuali
kita melihat kekudusan-Nya dan dosa kita melalui kacamata injil. Memandang mereka terpisah dari injil hanya
menghasilkan pola pikir “celakahlah aku” alih-alih sikap sukacita “ini aku,
utuslah aku”. Dan keinginan yang sungguh-sungguh dan usah yang tulus dari
karakteristik ketiga dapat dipertahankan hanya melalui motivasi injil. Hal yang
sama berlaku untuk latihan disiplin rohani.
Tumbuhnya
rasa ketidakmampuan rohani sendiri dan ketergantungan yang meningkat pada Roh
Kudus juga meresapi lima karakteristik pertama. Hanya Roh Kudus yang
benar-benar dapat memberi kita pemamahaman tentang keberdosaan kita sendiri.
Dia melakukan ini terutama melalui Firman-Nya, tetapi tanpa pencerahan dan
keyakinan-Nya, pengetahuan kita tentang
Kitab Suci hanya akan tetap bersifat intelektual. Kita membutuhkan tindakan-Nya
yang penuh kuasa untuk membawa pengertian ke hati kita akan pengetahuan
pengalaman yang meningkat tentang kebenaran-kebenaran ini. Dengan cara yang
sama, kita bergantung pada Roh kudus untuk memampukan kita mempraktikkan
disiplin spiritual secara effektif dan melihatnya sebagai “alat anugerah” yang
diberikan untuk keuntungan kita daripada sekedar tugas untuk mempraktikkan untuk
mendapatkan perkenaan Tuhan.
Selama
kita hidup di era “already, not yet”, kita akan terus berperang dengan dunia,
iblis, dan kedagingan kita yang berdosa. Meskipun kemenangan terakhir dalam
peperangan ini sudah pasti, kita memang mengalami kekalahan dan kemunduran saat
kita menang, jadi kita harus tetap menatap Yesus dan kehidupan-Nya yang tidak
berdosa dan kematian yang menanggung dosa di mana kita selalu berdiri di hadapan
Allah dengan mengenakan kebenaran yang sempurna dari Kristus. Dan kita harus
terus melihat kepada Roh Kudus untuk memberdayakan kita dalam peperangan ini.
Kebenaran Kristus dan kuasa Roh Kudus adalah dua batu fondasi yang di atasnya
transformasi rohani dibangun.
Akhirnya,
kita dapat menantikan hari ketika pada saat kematian kita masuk ke hadirat
Tuhan dan berada di anatara “roh-roh orang benar yang disempurnakan” (Ibrani
12:23). Di luar itu, “kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya
(pada kedatangan kedua), kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan
melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya” (1 Yohanes 3:2). Dan kemudian
Yohanes menambahkan, “Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya,
menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci” (Ayat 3). Semoga ini benar
bagi kita.
Decroly Sakul
Virginia, September 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar