Menurut Kitab Suci, gereja bukanlah suatu tempat melainkan suatu umat. Gereja, lebih tepatnya adalah komunitas umat perjanjian Allah (God’s covenant people).
Bertentangan
dengan asumsi modern bahwa gereja berdiri di tempat kejadian pada hari
Pentakosta, Alkitab mengajarkan bahwa gereja telah ada selama Allah telah
menebus umat-Nya. Di bawah Perjanjian Lama, gereja dimanefestasikan sebagai
sebuah keluarga (misalnya keluarga patriarki Abraham, Ishak, dan Yakub), suatu
umat (Ulangan 6:7-8), dan suatu bangsa (Keluaran 19:5). Itu dikaitkan dengan
cara tertentu dengan kehadiran Allah yang hidup, dilambangkan dengan tabernakel
dan kemudian dengan bait suci, di mana Allah menyebabkan nama-Nya – hadirat-Nya
sendiri – berdiam (Ulangan 12:5-8; 1 Raja-Raja 8:29; Ezra 6:12).
Dengan
kedatangan Kristus dan Perjanjian Baru, karakter internasioanal gereja, yang
tersirat sejak awal (Kejadian 12:3; lih. 28:14; Kis. 3:25; Galatia 3:8),menjadi
lebih jelas dan sepenuhnya terungkap dengan pencangkokan orang-orang bukan
Yahudi (Galatia 3:14; Efesus 3:4-6). Paulus mendorong petobat non-Yahudinya
dengan menulis, “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang,
melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga
Allah” (Efesus 2:19). Saatnya tiba, tentang yang Yesus telah berbicara dengan
wanita di sumur:
“Percayalah
kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba , bahwa kamu akan menyembah
Bapa
bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. Kamu menyembah apa yang tidak
kamu
kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa
Yahudi.
Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-
penyembah
benar akan menyembah Bapa dalam Roh dan kebenaran; sebab Bapa meng-
hendaki
penyembah-penyembah demikian. Allah itu Roh dan barang siapa menyembah Dia,
harus menyembah-Nya
dalam Roh dan kebenaran (Yohanes 4:21-24).
Lokasi peribadatan tidak lagi
sepenting dulu (Ulangan 12). Dengan datangnya kepenuhan yang mulia dari
Perjanjian Baru, cara ibadah sejati menjadi yang terpenting.
Gereja Perjanjian Baru, seperti
gereja Perjanjian Lama, digambarkan dalam hubungannya yang khusus dengan Allah
(1 Timotius 3:15). Seperti nenek moyang mereka, para anggota gereja Perjanjian
Baru, yang disebut Petrus sebagai “orang-orang pendatang, yang tersebar di
Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia kecil dan Bitania” (1 Petrus 1:1), sama
seperti “Bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat
kepunyaan Allah sendiri (1 Petrus 2:9) seperti orang-orang kudus di masa lalu.
Jadi,
ada satu gereja – umat Allah – yang telah ditebus Allah” dari tiap-tiap suku
dan bahasa dan kaum dan bangsa” (Wahyu 5:9b) dengan pencurahan darah Kristus
yang berharga. Gereja itu, yang dibeli dengan harga mahal dari darah Kristus
yang berharga, harus menarik perhatian kita dengan antusias dan menimbulkan
kasih sayang kita yang terdalam.
A Great Profession
Kita
meneliti asal usul gereja Kristen dalam empat poin: Pengakuan yang agung (a great profession), janji yang agung (a
great promise), nubuat yang agung (a
great prophecy) dan prinsip yang agung (a great principle).
Pertama
adalah pengakuan iman yang agung yang untuknya Tuhan kita membawa
murid-murid-Nya ke tempat ini. Matius memberitahu kita bahwa “ketika Yesus
datang ke daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya, “Kata
orang, siapakah Anak Manusia itu?” (Matius 16:13). Itulah isunya, sama seperti
hari ini. Pusat kepercayaan kita bukanlah apa yang kita yakini tentang berbagai
perspektif filosofis atau teologis. Itu selalu kembali kepada pribadi dan karya Yesus Kristus. Pada-Nyalah gereja bersandar, dan pada
jawaban atas pertanyaan ini bahwa gereja berdiri atau jatuh.
Secara
alami, ada sejumlah sudut pandang. “Jawab mereka, “Ada yang mengatakan: Yohanes
Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia
atau salah seorang dari para nabi” (matius 16:14). Ini sama seperti sekarang
ini – orang memiliki pandangan yang berbeda tentang apa yang harus kita katakan
tentang Yesus
Oleh karena itu, Yesus memfokuskan
pertanyaan-Nya ke pendapat pribadi murid-murid-Nya, “Apa katamu, siapakah Aku
ini?” (Matius 16:15). Ketika mempelajari gereja, kita pasti menekankan kesatuan
persekutuan kita di dalam Kristus, tetapi perlu diingat sejak awal bahwa
keselamatan selalu dimulai dengan individu yang berdiri di hadapan Yesus, yang
menuntut perhitungan pribadi dengan siapa dan apa dia.
“Apa
katamu, siapakah Aku ini?” Yesus menuntut. Simon Petrus menjawab, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup” (Matius 16:16). Itulah yang kita
sebut “Pengakuan Agung”. Ini luar biasa karena peristiwa itu (pengakuan iman formal pertama yang diterima seperti
itu oleh Tuhan kita) dan karena isinya
(yang sama besarnya hari ini ketika setiap orang berdosa mengaku siapa Yesus).
Pengakuan
agung Petrus terdiri dari dua unsur. Pertama,
ini berhubungan dengan jabatan dan pekerjaan Yesus. Petrus menyebut Yesus
“Kristus”, yaitu, “Mesias”. Ini berasal dari kata kerja Ibrani yang berarti
“mengurapi”, Mesias adalah “Yang
Diurapi”. Michael Green merangkum:
Dalam
Yudaisme itu berarti orang yang akan datang dan memenuhi harapan bangsa. Secara
tradisional
, tiga jenis orang telah diurapi dengan minyak: nabi, imam, dan raja.
Dan Yesus
sesungguhnya
memenuhi harapan dari ketiga peran itu. Seperti iman (hanya dengan
sempurna)
Dia membuat umat-Nya berhubungan dengan Tuhan. Seperti nabi (hanya dengan sempurna)
Dia menunjukkan kepada umat seperti apa Tuhan itu. Dan seperti raja (hanya
dengan
sempurna) Dia menjalankan pemerintahan Tuhan atas umat Tuhan sementara diri-
Nya
secara unik adalah Hamba Tuhan.
Yesus sebagai Imam, “Demikian pula Kristus tidak memuliakan diri-Nya sendiri
dengan menjadi ImamBesar, tetapi dimuliakan oleh Dia yang berfirman kepada-Nya:
“Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini”, sebagaimana
firman-Nya dalam satu nas lain: “Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya,
menurut peraturan Melkisedek” (Ibrani 5:5-6)..
Yesus sebagai Nabi, “Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam
pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi,
maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan
Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada.
Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta. Ia adalah cahaya kemuliaan Allah
dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang
penuh kekuasaan” (Ibrani 1:1-3).
Yesus sebagai Raja, “ Dan pada jubah-Nya dan paha-Nya tertulis suatu nama, yaitu:
“Raja segala raja dan Tuan di atas tuan”
(Wahyu 19:16).
Petrus
mengakui imannya bahwa Yesus adalah Pribadi yang diantisipasi oleh seluruh
Perjanjian Lama untuk membawa keselamatan penuh yang merupakan harapan Israel.
Yesus adalah Kristus: nabi , iman dan raja.
Bagian kedua, dari pengakuan agung
Petrus yang berhubungan dengan pribadi
Kristus. “Engkau adalah Anak Allah yang
hidup” , katanya. Alkitab memanggil kita untuk percaya seperti yang Petrus
lakukan tentang Yesus Kristus: atas pengakuan Petrus gereja dibangun. Tidaklah
cukup untuk menganggap Yesus sebagai guru yang agung atau bahkan yang paling
patut diteladani dari semua manusia. Injil Matius mencatat suara Tuhan,
terdengar dari surga, pada dua kejadian – baptisan
Yesus, yang meresmikan pelayanan publik-Nya, dan transfigurasi Yesus, yang mengakhirinya pada pendirian gereja – di
mana dua kali Allah mengatakannya tentang Yesus: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi”
(Matius 3:17; 17:5). Karena itu kita harus menerima Dia dengan cara ini, tidak
hanya mengikuti Dia sebagai manusia terbaik tetapi menyembah Dia sebagai
satu-satunya Allah yang benar. Kita harus mengakui Dia seperti yang pada
akhirnya dilakukan oleh Thomas si peragu: “Tuhanku dan Allahku!” (Yohanes
20:28).
Inilah
pengakuan agung , yang menjadi dasar di mana kita masing-masing harus
diselamatkan dan di atasnya Yesus membangun gereja-Nya. Yesus adalah Kristus –
Mesias dan Juruselamat – dan Dia adalah Anak Allah. Rasul Yohanes kemudian
menulis seluruh Injilnya dengan tujuan membawa kita kepada dua poin penting
dari iman ini: “Semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu
percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak
Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya”
(Yohanes 20:21).
A Great Promise
Pengakuan
Simon Petrus begitu agung, dan sangat penting bagi Tuhan kita, sehingga Yesus
menjawab dengan janji yang agung (a great promises): “Aku berkata kepadamu:
Engkau adalah Petrus dan di atas batu
karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku” (Matius 16:18).
Ada
tiga hal untuk menjelaskan apa yang dimaksud Yesus tentang ayat ini:
Pertama,
Yesus berbicara tentang Petrus sejauh ia mengakui iman yang menyelamatkan,
“Batu karang itu bukan hanya Petrus, tetapi Petrus dalam kapasitas
pengakuannya…Intinya adalah ini: Yesus telah menemukan di dalam diri Petrus
seorang percaya yang sejati, dan di atas dasar itu ia bisa membangun
gereja-Nya. Ini menjadi sangat jelas ketika Yesus melanjutkan dengan berbicara
tentang penyaliban yang akan datang. Petrus merasa ngeri dengan pemikiran seperti
itu, visinya tentang gereja Kristus tidak ada hubungannya dengan salib. Lalu
apa yang terjadi? Yesus berseru kepada Petrus, “ Enyalah Iblis. Engkau suatu
batu sandungan bagi-Ku” (Matius 16:23). Petrus adalah batu karang yang kokoh
bagi pembangunan gereja Yesus hanya karena ia sendiri berdiri teguh di atas
pengakuan iman yang agung.
Kedua, Petrus dipilih di sini karena ia
mewakili para rasul sebagai sebuah kelompok, dan sebagai saksinya mewakili
ajaran kolektif mereka yang ditetapkan dalam Perjanjian Baru.
Yesus
berkata kepada Petrus, “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di
sorga dan apa yang kaulepaskan di
dunia ini akan terlepas di sorga” (Matius 16:19). Tetapi kita harus mengamati
bahwa hanya dua pasal kemudian, Yesus memberikan otoritas yang sama kepada para
rasul secara keseluruhan, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di
sorga dan apa yang kamu lepaskan di
dunia ini akan terlepas di sorga” (Matius 18:18).
Ketiga, makna Yesus terungkap dengan
jelas dalam pilihan kata yang Ia gunakan untuk permainan kata-Nya tentang Simon
Petrus. Dia berkata “Kamu adalah Petrus”, menggunakan kata Yunani petros,
yang berarti “batu karang” atau “batu”. Dia kemudian menambahkan, “dan di atas batu
karang ini Aku akan membangun
gereja-Ku”, menggunakan kata yang berbeda petra, yang berarti bukan “batu”
melainkan “batuan dasar” (bedrock). Intinya jelas: Petrus (petros) adalah perwakilan
batu dan bagian dari batuan dasar (petra) iman yang menyelamatkan. Kata
yang terakhir petra inilah di mana Yesus akan membangun gereja-Nya. Petrus
khusus sebagai orang pertama yang mengakui iman itu. Ketika Petrus berhenti
atau gagal untuk percaya (Matius 16:23), dia bukan lagi menjadi bagian dari
dasar iman (bedrock of faith). Yesus berkata kepada Petrus yang sama dalam
ketidakpercayaannya, “Enyalah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku”.
Decroly Sakul - Virginia Maret 2022
BERSAMBUNG!!!

Tidak ada komentar:
Posting Komentar