Arsip Blog

Jumat, 19 Juli 2013

"Yes, lady, God himself could not sink this ship"


"Yes, lady, God himself could not sink this ship"
(Southampton, 10 April 1912)

Bab 1 Buku Word That Circled the World (Ungkapan yang mengguncang dunia) -Richard Bewes

"Ya, Nyonya, Allah sendiri tidak bisa menenggelamkan kapal ini"

Pendeta J. Stuart Holden, 38 tahun, menghadapi suatu masalah ketika ia bangun di pastorinya di London, pada Selasa, 9 April 1912. Berlayar atau tidak? Sebagai pengkhotbah yang terkenal di gereja Angklikan di St. Paul Portman Squere; dimana-mana ia diminta menjadi pembicara pada acara-acara seperti Konvensi Keswick yang terkenal di Inggris Utara. Perjalanannya untuk pelayanan telah membawanya melintasi Atlantik tidak kurang dari 35 kali, dan ia akan naik kapal untuk ke-36 kali.
            Ia sendirian di rumah. Tanpa diduga-duga, Istrinya harus dirawat di rumah sakit untuk operasi. Sekali lagi, Stuart mengamat-amati tiket yang seakan menatap ke arahnya. Di tiket tersebut tertulis
            Pdt. J. Stuart Holden
            PERUSAHAAN PELAYARAN WHITE STAR
            Mohon perhatian khusus Anda atas persyaratan-persyaratan pengangkutan dalam kontrak terlampir. Pertanggungjawaban perusahaan atas bagasi sangat terbatas, namun para penumpang dapat mengasuransikannya sendiri.
            Tiket penumpang kelas satu dengan kapal uap “Titanic”

            BERLAYAR 10 April 1912

            Tidak diragukan lagi, pikir Stuart. Karena istrinya di rumah sakit, mau tidak mau, ia harus membatalkan perjalanannya dan membatalkan perlayaran perdana kapal yang paling memesonakan yang pernah dibuat (kesempatan yang harusnya tidak boleh dilewatkan-jb). Dengan nafas panjang, ia mengangkat telepon.
            Beberapa hari kemudian, ia membaca berita kematiannya di surat kabar! Berdasarkan daftar penumpang, surat kabar-surat kabar memasukkan nama Stuart Holden sebagai salah satu penumpang yang tenggelam dalam bencana kapal laut yang terbesar, tenggelamnya kapal Titanic, hanya empat hari pelayaran dari Southampton. Selama sisa pelayanannya, Stuart Holden menyimpan tiket yang tidak dipakai tersebut dalam pigura di ruang kerjanya, sebagai pengingat utangnya kepada Sang Pemelihara. Gerejanya di St. Paul, Portman Squere, yang kemudian dikenal sebagai St. Paul di Robert Adam Street, saat ini menjadi mitra gereja di All Souls Langham Place, dalam jemaat tunggal yang dipersatukan.

Ya, Nyonya, Allah pun tidak bisa menenggelamkan kapal ini.....
            Ironisnya, perkataan ini diucapkan oleh salah seorang pelaut kepada seorang misionaris Kristen, Sylvia Caldwell, yang bersama dengan suaminya, Albert, menumpang di kelas dua. Mereka baru kembali dari Thailand. Pasang tersebut tadinya mengajar di Bangkok Christian College. Dengan bayi laki-laki mereka, Albert,-yang dibungkus di dalam selimut pada malam naas tanggal 15 April-mereka hidup untuk menceritakan kisah yang menyedihkan tersebut, dan dengan demikian, menyediakan kepada dunia salah satu kutipan yang mengesankan di abad ke -20.
            Tragedi kapal Titanic yang sangat mengejutkan tersebut menandakan berakhirnya zaman optimisme yang tidak terpatahkan di Dunia Barat. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan, “Keyakinan apa yang dapat kita peroleh dari cangkang remis keberadaan kita yang rapuh ini?” Hal tersebut menekankan isu, “Apa sesungguhnya yang akan terjadi, bila anak tangga yang berada di bawah kaki Anda pada tangga rumah yang tinggi dirasakan tidak benar, papannya mulai miring – tetapi belum sampai kepada taraf yang bisa menarik perhatian Anda, tanpa memperhatikan bahwa Anda sedikit atau sama sekali tidak peka?”
            Titanic memeteraikan memori kolektif kepada seluruh keluarga kami-setidaknya untuk ibu saya yang pada waktuitu berumur sembilan tahun, bersama dengan empat saudari dan saudaranya, sedang berdiri di Sea View di Pulau Wight, menyaksikan dan melambaikan tangan ketika kapal raksasa bertingkat sebelas dan sepanjang seperenam mil (kira-kira 267 meter-red) berlayar tenang melewati mereka, dan tidka pernah akan terlihat lagi. Mereka tidak pernah melupakan penglihatan yang pertama sekaligus terakhir tersebut.
            Saya mengetahui semua kisah dan kutipan pada waktu kejadian.
Dari anjungan – “Apa yang anda lihat?”- “Gunung es tepat di depan!” Balasan yang tenang, “Terima kasih!” Keyakinan yang lemah-“Ada pembicaraan tentang suatu gunung es, Nyonya. “Perkataan klise-“Ïtu gaun malam Anda yang indah yang sudah hilang.”
Sekoci-sekoci penolong dan kursi untuk berjemur; nasib permata-permata Lady Astor (dan seribu lima ratus orang hilang); band di kapal yang memainkan lagu-lagu jaz, dan kemudian lagu Nearer My God to Thee ketika kapal yang besar tersebut mulai meluncur sejauh ±3 km- Titanic menjadi suatu simbol yang universal di abad ke -20 tentang hilangnya keyakinan akan keselamatan, lembaga-lembaga, nilai-nilai yang dijunjung tinggi, dan akan kemampuan kita untuk mengatur nasib kita.
Ketika lampu-lampu kristal bergelantungan miring, ketika mesin derek sedang menurunkan sekoci-sekoci penolong-tetapi hanya cukup untuk separuh penumpang-hal apa pada saat itu yang paling berharga di dunia ini? Apa yang dinilai sebagai suatu yang berharga untuk diselamatkan pada saat itu? Banyak peristiwa di saat-saat awal kejadian naas tanggal 15 April tersebut menggambarkan prinsip lama yang dinyatakan dalam tantangan Kristus: Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? (Markus 8:36-37)
Suatu krisis entah dikapal Titanic atau bukan, sudah cukup untuk menyoroti masalah tersebut dan memutarbalikkan nilai-nilai manusia yang ada di kepala mereka. Seorang ahli kita dari Toronto, Major Arthur Peuchen yang sedang beristirahat di kamar kelas satunya bertanya-tanya apa yang harus dia selamatkan dari kapal yang naas tersebut. Akhirnya ia meninggalkan sekotak timah yang berisi 200.000 dollar Amerika dalam bentuk surat-surat oblikasi dan 100.000 dollar Amerika dalam bentuk saham utama – dan melangkah keluar dari geladak yang dingin  membekukan tersebut dengan hanya membawa tiga buah jeruk.
Ada penumpang kelas dua, Stuart Collett, seorang mahasiswa muda teologia, meninggalkan segala sesuatu yang dimilikinya, kecuali Alkitab, karena ia sudah berjanji kepada saudaranya bahwa ia kan selalu membawanya sampai mereka bertemu kembali. Seperti Peuchen, ia selamat.
Segala sesuatu terjungkir balik dalam krisis. Perasaan Anda tentang waktu menjadi bias (menyimpang) karena suatu hal. Waktu menjadi terulur – dari saat panggilan telepon yang tidak diharapkan pada jam 6 pagi ke atas. Kemudia anda mengira sudah jam 4 sore dan Anda heran karena sebenarnya baru jam 11 siang. Reaksi-reaksi juga  berubah sebagaiman yang terjadi di kapal Titanic. “Pada jam 12.15, sulit untuk mengetahui apakah waktu itu sedang bercanda tatu sedang serius – apakah mendobrak pintu akan menjadi seorang pahlawan atau mendobraknya lalu ditangkap” (catatan Walter Lord, A Night to Remember, Corgi Books)

“Bung, apa Anda sudah selamat?” tanya pendeta dari Glasgow, John Harper, kepada seorang sesama Skotlandia ketika mereka sedang berjuang di air yang bersuhu dibawah nol derajat, sedang memegang potongan-potongan barang rongsokan.
“Tidak, saya belum, “ Jawab orang itu.
“Percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan Anda akan selamat!” imbau Harper.
Ombak membawa pendeta tersebut menjauh, tetapi tidak lama kemudian, ia dihanyutkan kembali ke samping orang tersebut.
            “Apakah sekarang Anda sudah selamat?”ia mendesak.
            “Tidak, saya tidak bisa dengan jujur mengatakan bahwa saya selamat.”
Sekali lagi Harper mengulangi ayat Kitab Suci, “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus maka Anda akan selamat. “Lalu peganggannya terlepas dan ia tenggelam.
            Sebagaimana yang diceritakan oleh anak muda Skotlandia tersebut kemudia di suatu pertemuan di Hamilton, Kanada, “Dan di sana, sendirian pada malam itu, dan dengan ±3 km air di bawah saya, saya percaya. Saya adalah petobat terakhir dari John Harper”.

Sekarang ini  gereja John Harper Memorial dapat dikunjungi di Glasgow; ada juga tanda peringatan di Gereja Moody di Chicago, untuk mengenang seorang duta Injil Kristen yang terkemuka.
                       
Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? Ketika Yesus mengucapkan perkataan  ini kepada orang banyak yang berada disekitar-Nya, Ia sedang menggambarkan suatu perbedaan yang mencolok antara dua hal. Bukan, sebagaimana yang mungkin kita kira, antara masa sekarang dan masa depan. Ia tidak sedang bertanya apa gunanya bagi seseorang untuk mendapatkan yang sekarang, tetapi kehilanga masa depan. Pasti, orang yang memperoleh masa sekarang yang cepat berlalu dan kehilangan masa depan yang kekal sudah membuat transaksi yang buruk. Namun bukan perbedaan tersebut yang tersirat disini. Sebenarnya, Pernjanjian Baru tidak pernah mengajar bahwa jika kita kehilangan nyawa kita, Pastilah kita akan kehilangan masa depan, tetapi Kristus tidak pernah menyarankan sedikitpun bahwa kita akan memperoleh bahkan yang sekarang ini dengan berfokus pada ambisi-ambisi kita.
            Pada waktu yang sama, orang-orang yang menyelamatkan hidupnya demi kehidupan kekal tidak kehilangan masa sekarang ini! Berdasarkan pengajaran Yesus, selain memperoleh masa depan yang kekal, mereka juga memperoleh yang terbaik dalam hidup yang sekarang ini. Begitulah ajaran Kitab Suci.
            Namun, bagaiman seandainya saya, sebagai seorang Kristen, keliru dan kritik materilis saya benar? Bahwa dimensi rohani tidak ada, tidak ada Allah, tidak ada Kristus, tidak ada jiwa yang memerlukan keselamatan, tidak ada penyelesaian akhir. Hanya berandai-andai?
            Dalam kasus demikian, saya masih tetap beruntung. Saya pernah mengatakan hal ini kepada seorang supir taksi di London ketika ia mengantar saya ke suatu pesta pernikahan.
            “Saya sangat prihatin terhadap orang-orang seperti Anda,” ucapnya sambil menoleh. “Anda bertekun dengan Alkitab dan gereja Anda, dan sangat menanti-natikan kenyamanan dan upah di akhir semua usaha Anda – hanya untuk sampai kesana dan tidak menemukan apa pun di sana!” Ia tertawa hingga tubuhnya bergoncang.
            Saya juga tertawa. Namun, kemudian saya membalas sopir yang tidak beriman tersebut.
            “Namun, seandainya  Anda benar dan saya tertipu,“ tanggap saya.
Apa yang saya lakukan ini tetap lebih baik dari Anda! Di sini saya, diyakinkan – di dalam khayalan saya – bahwa saya berada di sini karena suatu tujuan dan bahwa seseorang yang disebut Yesus telah menang terhadap kejahatan dan kematian dan telah mengampuni dosa saya dan memberikan saya hidup yang kekal dan suatu keyakinan yang mendasar! Dan kemudian, jika Anda sebagai seorang materialis benar, saya pada akhirnya meninggal dunia dan ke luar seperti terang – dan bahkan tidak merasa kecewa karena mengetahui bahwa saya tertipu!”
            “Tetapi bagaimana Anda?” lanjut saya. “Jika saya yang benar dan Anda yang keliru, tentu saja Anda menjadi pecundang! Di sanalah Anda berada, hidup dalam kekuatan-kekuatan diri Anda sendiri, berusaha untuk memahami hidup yang singkat ini, bertahan semampu Anda untuk melawan penyakit yang menyerang kesehatan Anda dan berusaha seceria mungkin sampai energi Anda memudar dan Anda meninggal dunia. Dan lalu, Anda berada dalam suatu goncangan yang paling mengerikan – ketika Anda akan berhadapan dengan suatu Pribadi yang sudah Anda abaikan seumur hidup Anda, dan menjadi sadar bahwa segala sesuatu yang Anda kejar dalam hidup ini berakhir dengan sia-sia dan mengalami kerugian total. Hanya mengutarakan hal-hal yang demikian sudah cukup untuk dapat mengubah pemikiran seseorang.” Kami berpisah sebagai teman, ketika turun dari taksi ke pesta pernikahan.
            Namun, kita tidak perlu tetap berada dalam pola pikir seandainya itu. Ada cukup banyak bukti, banyak data akurat di dalam hidup tentang perbuatan, pengajaran dan pernyataan Yesus Kristus yang sudah menciptakan keluarga iman yang paling besar di dunia ini. Ditemukan di setiap benua; di setiap negara, dari Islandia sampai Antartika, dari Fiji sampai Pasifik sampai Garis Meridian Greenwich di London. Sesungguhnya, itulah satu-satunya iman yang mendunia yang pernah ada. Setiap hari, ada 100.000 orang percaya baru. Setiap minggu, ada sekitar 1600 atau 1700 jemaat baru yang muncul, yang tidak ada sebelumnya. Semuanya mengatakan, ada sekitar dua miliar orang yang dengan berbagai cara, setidaknya secara nominal, berada di bawah panji Yesus Kristus. Selain itu, pasti ada banyak lagi orang-orang percaya yang sembunyi-sembunyi dan persekutuan underground di negara-negara yang praktik dan kepercayaan Kristen ditentang keras.
            Diperlukan prospek kemartiran, atau suatu krisis seperti Titanic, untuk menyampaikan masalah tentang hidup dan kekekalan – dan dari tanggapan manusia kita terhadap klaim Kristus – menjadi fokus yang jelas. Namun, dengan tegas, bukan masa depan dan masa sekarang yang menjadi perbedaan secara mencolok. Menurut pengajaran Kristus di dalam Markus 8:36-37, perbedaan yang mencolok adalah dunia dan jiwa.
            Dunia! Dunia material yang nyata dengan semua isinya: kekayaan, sukses, kuasa, peralatan, kesenangan, kemajuan pendidikan, promosi bisnis, reputasi – sebenarnya segala sesuatu yang menarik perhatian; segala sesuatu yang kita makan, lihat, lakukan, dan alami.
            Pada hakikatnya, tidak ada yang salah pada hal-hal atau benda-benda tersebut, kecuali jia – kita melekatkan perhatian utama kita ke atasnya, sehingga kita tidak dapat melihat perkataan Yesus tentang yang harus lebih diutamakan dari pada segala sesuatu, yakni, jiwa. Jiwa! Diri Anda yang sesungguhnya, yagn tidak tergantikan, yang berpikir, merencanakan, memutuskan, berkehendak, menangis, bermimpi, dan menyembah. Mana yang lebih penting – dunia atau jiwa? Jelas sekali bahwa Guru terbesar sepanjang masa memerhatikan jiwa – pribadi dan karakter dasar kita – yang meliputi kepribadian yang sejati dan unik kita masing-masing- yang lebih berharga daripada timbunan keuntungan materi atau pengalaman sensual apa pun yang hanya bersifat sementara.
            Kekayaan hampir tidak berarti pada malam yang membekukan di bulan April di Lautan Atlantik. Mungkin banyak yang sudah dilakukan, di lain kesempatan, oleh hartawan John Jacob Astor, dan istrinya yang kehilangan barang-barang permata; atau tentang mutiara-mutiara milik Nyonya Widener; atau tentang keluarga Ryerson yang naik kapal Titanic, dengan 16 koper yang semuanya mengapung di dalam kapal; tentang pelayan pria, perawat, guru privat, dan kawan-kawan yang membayar – semua yang ada di sana untuk membuat hidup lebih mudah bagi seseorang. Namun tidak pada malam itu! Tidak ada yang dapat menyamai pentingnya prospek suatu kapal yang akan tenggelam pada jam itu dalam memfokuskan pikiran kepada apa yang benar-benar penting.
            Benar, Anda masih bisa mempunyai waktu yang cukup baik, bahkan suatu kesenangan yang kecil, dalam waktu yang demikian singkat jika Anda memilih untuk mengabaikan bencana yang mengancam. Anda bisa mencungkil gunung es tersebut mengambil pecahannya untuk mencampurkan dalam wiski Anda, atau menaikkan volume musik jaz, lebih keras... lebih cepat...


“Semua orang di kelas tiga, Anda sekarang dapat masuk kelas satu!”
“Minum? Ya, mulai dari sekarang gratis!”
“Anda ingin bermain sepak bola di kamar makan kelas satu?
Silahkan langsung saja; boleh saja dekat lampu-lampu itu!”

Namun dalam satu jam, kapal sudah akan berada di dasar samudera

Ada orang-orang yang menganggap dunia ini sebagai sebuah kapal persiar yang pada dasarnya tidak bisa memuaskan roh manusia. Berpihak kepada masyarakat konsumen, ketimbang pada pemasok; bergabung dengan orang-orang yang mencari kesenangan, dan mengakhiri hari dengan suatu koleksi memori saja; tidak melakukan apapun yang memiliki nilai kekal – dan dengan suatu karakter moral yang kira-kira seukuran kulit kacang – kita tidak lahirkan untuk itu.
            Dengan sedih, Charles Darwin, ilmuwan besar abad ke-19, menulis kepada seorang kenalannya. J.D. Hooker, pada 17 Juni 1868. Terlihat bahwa pada awal-awal hidupnya, Darwin mempunyai hubungan dengan iman Kristen, tetapi ikatan-ikatan ini semakin lama semakin longgar. Dalam suratnya teradapat pengakuan berikut ini:

Saya gembira Anda bersama Mesias, Ada suatu hal yang ingin saya dengar kembali. Namun, saya berani mengatakan bahwa jiwa saya terlalu kering untuk menghargainya seperti hari-hari sebelumnya. Karena ini merupakan kejemuan yang mengerikan, sebagaimana yang terus menerus yang saya rasakan, bahwa saya ini bagaikan daun yang layu, bagi segalanya, kecuali bagi ilmu pengetahuan.

            Kering...kejemuan yang mengerikan. Pasti kita lebih berharga ketimbang hal tersebut! Jiwa....keberadaan yang unik setiap orang – mengapa diri kita begitu berharga?
            Jawaban orang Kristen ada dua. Pertama, kita berharga karena hak Ciptaan dan yang kedua karena hak Penebusan. Kita diciptakan sesuai gambar Allah, lalu – setelah pemberontakan kita terhadap Sang Pencipta – kita ditebus oleh kasih Allah melalui Salib Kristus. Siapa diri kita ini? Ada jawaban-jawaban yang mengubah hidup terhadap pertanyaan tersebut!`
            Titanic adalah suatu bencana yang mengerikan yang meninggalkan kesan mendalam di sepanjang abad 20. Jika hal tersebut membuat dampak positif terhadap umat manusia, mungkin hal tersebut akan membantu banyak orang – pria maupun wanita – berpikir;
Jika bagian tehnologi yang terbaik yang sudah kita haislkan sedemikian rapuhnya, bagaimana kita ini? Untuk apa kita berada disini? Ada masalah apa dengan diri kita? Di manakah semua yagn dapat bertahan lama? Bagaimana saya sebagai satu pribadi bisa mempertahankan hidup dan terus hidup?
            Jangan menantikan sampai krisis pribadi menghamtam kita sebelum kita menemukan jawabnnya! Mereka yang selamat dari cobaan berat tanggal 15 April 1912 tersebut, tidak pernah melupakannya – suara gedebuk yang jatuh di air, hancurnya lima piano besar, dering pecahan kaca, dan raungan terakhir ketika segala sesuatu berjatuhan; barang-barang pecah belah, perabot-perabot, 30.000 telur, lampu-lampu kristal, dan banyak sekali barang berharga yang ditinggalkan.
            Jangan menunggu sampai krisis mendatangi Anda. Yang paling penting adalah salib, yang menghadang kita denga krisis yang pasti dan keputusan hidup kita, yang menantang kita untuk menanggapi Kristus yang sudah mati agar kita mendapatkan pengampunan dan hidup yang kekal. Peristiwa-peristiwa dahsyat di dunia yang sudah bergoncang dan terhuyung-huyung menjadi suatu pengingat atas pesan-Nya yang memberikan ketenangan: hidup seseorang, baik pria maupun wanita, tidak tergantung pada kelimpahan harta yang dimilikinya.
            Satu-satunya yang kita bawa di  akhir hidup kita adalah karakter kita. Apa yang akan terjadi kemudian? Kisah orang-orang seperti Sylvia Caldwell, Stuat Holden dan John Harper dapat menolong kita menemukan jawabannya.

Tidak ada komentar: