Arsip Blog

Selasa, 17 Juni 2014

The Wrath Of God

The Wrath of God
(Murka Allah)

Di zaman kita sekarang, banyak sekali gereja tidak lagi membahas topik the wrath of God bahkan sudah menjadikannya tabu dan orang-orang Kristen pada umumnya telah menerima tabu itu dan mengkondisikan diri mereka untuk tidak pernah mengangkat persoalan itu.  A.W. Pink dalam bukunya The Atrributes of God mengatakan: “Suatu penyelidikan di konkordansi Alkitab akan menunjukkan bahwa ada lebih banyak referensi tentang kemarahan, kegeraman dan murka Allah dari pada kasih dan kelembutan-Nya”.
Di dalam Alkitab ada beberapa peringatan Tuhan kepada kita tentang the wrath of God yang benar- benar nyata:
1.       Nadab dan Abihu     (Imamat 10:1-2)
2.       Akhan                           (Yosua 7:1, 19-25)
3.       Uza                                                (II Samuel 6:6)
4.       Ananias dan Safira   ( Kis 10:1-2)
Puncaknya adalah kematian Kristus di atas kayu salib. Dibandingkan dengan empat contoh di atas yang mana mereka semua langsung meninggal, tetapi Yesus mengalami;
-          Penyiksaan yang sadis dan mengerikan secara fisik sampai mati.
-          Pelecehan dengan ditelanjangi, ditampar dan diludahi dimuka umum. Ini adalah suatu penghinaan secara emosional .
-          Murka Allah (the wrath of God) dan ditinggalkan oleh Allah. Inilah yang paling berat karena Yesus memikul sengsara secara spiritual.
Ini semua dilakukan Yesus demi untuk menyelamatkan kita yang percaya dari murka yang akan datang (I Tesalonika 1:10).
                Di Amerika, ada satu perbuatan besar yang bisa dihukum mati yaitu penghianatan (treason) terhadap pemerintah Amerika. Tetapi di hadapan Allah, dosa sekecil apapun adalah penghianatan besar terhadap kekudusan Allah. Murka Allah mengalir dari kekudusan-Nya. Kekudusan seumpama terang yang tidak mungkin berdampingan dengan kegelapan sekecil apapun.
                Sebelum kita membahas lebih lanjut topik the wrath of God, kita harus mengerti dahulu tentang The Simplicity of God.
The simplicity of God tidak berbicara mengenai begitu mudahnya Allah itu. Tetapi konsep ini berbicara tentang Allah adalah Allah yang berbeda dari semua ciptaan. Dalam hal ini, keberadaan-Nya adalah semata-mata simple dan tidak complex atau terdiri dari campuran. Kita diciptakan dari pelbagai bagian-bagian. Kita mempunyai organ-organ yang berbeda-beda, bermacam-macam aspek dari keberdaan kita sebagai mahluk ciptaan, tetapi tidak ada bagian-bagian pada Allah. Allah tidak terdiri dari sekian persen kekudusan dan sekian persen keabadian, tetapi Allah adalah seluruh sifat-sifat-Nya. Kita tidak boleh mengambil satu sifat Allah dan mengadu dombakannya dengan sifat Allah yang lain. Itu sebabnya kita tidak hanya mau memahami kasih Allah saja, tetapi juga murka Allah dan sifat-sifat yang lain. Alkitab mengatakan kepada kita bahwa the wrath of God adalah salah satu sifat Allah.

Kepustakaan (sumber):
1.       Knowing God in Preaching by J. I. Packer
2.       The Wrath of God in Preaching by R.C. Sproul
3.       The Holiness of God in Preaching by R. C. Sproul

  
The Empty Cup
Cawan yang Kosong

Matius 26:39
Yohanes 18:11

Apakah cawan itu?

Kita biasanya menghubungkan cawan Yesus dengan penyaliban-Nya.  Ada kebenaran dalam asumsi itu, dan tentu saja cawan itu berhubungan dengan penyaliban. Tetapi kita masih belum menjawab pertanyaan tentang apakah cawan itu.
                Di dalam kedua Perjanjian Alam dan Baru, cawan Tuhan menunjuk pada penghakiman-Nya;
-          Mazmur 75:9
-          Habakuk 2:16
-          Yeremia 25:15
-          Yesaya 51:17,22
-          Wahyu 14:9-10
Jadi kita melihat bahwa cawan itu adalah suatu ungkapan metafor yang menunjuk pada penghakiman Allah seperti diungkapkan dalam penuangan kemarahan-Nya pada bangsa-bangsa dan orang-orang yang berdosa.

The Wrath of God

Ini membawa kita pada suatu aspek pokok pembahasan yang sulit dari Alkitab, atas hal itu paling buruk ditolak oleh beberapa sarjana dan paling banter dilalaikan oleh sebagian terbesar orang-orang percaya: The Wrath of God (Kemarahan Allah)
Alasan utama yang lebih banyak kita menghindarkan atau melalaikan ide dari kemarahan Allah adalah bahwa kita benar-benar tidak berpikir tentang keberdosaan kita yang memerlukan tingkat penghakiman yang dimaksudkan oleh angkatan itu. Terus terang, sebagian terbesar dari orang-orang tidak berpikir bahwa mereka adalah seburuk itu. Barangkali alasan lain dimana kita menghindari persoalan itu adalah kita tidak mau berpikir tentang kebaikan dan kepatutan kita, tetapi menganggap sesama kita dan saudara-saudara yang tidak percaya yang menjadi sasaran murka Allah. Kemudian tanpa disadari, kita memakai the head-in –the sand philosophy (menolak menghadapi sesuatu dengan berpura-pura tidak memperhatikannya) atau dengan kata lain jika kita mengabaikan sesuatu, itu akan benar-benar pergi.
Akan tetapi Alkitab tidak memberikan kita pilihan itu. Berkali-kali  Alkitab menegaskan bahwa the wrath of God diungkapkan baik dalam penghakiman yang sementara maupun yang kekal. Leon Morris mengatkan: “Dalam Pernjanjian Lama ada lebih dari 20 kata digunakan tentang the wrath of God,“ dan ”Jumlah total dari hal yang berhubungan dengan  murka Allah (dalam Pernjanjian Lama) melebihi 580.”
Bagaimana dengan Perjanjian Baru? Disini sekali lagi banyak orang suka berpikir bahwa walaupun the wrath of God adalah suatu kenyataan di dalam masa Perjanjian Lama, hal itu hilang dalam pengajaran Yesus, dan kasih dan rahmat-Nya menjadi satu-satunya ungkapan tentang sikap Allah terhadap ciptaan-ciptaan-Nya. Yesus dengan jelas menolak pikiran itu.
“Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada diatasnya. “ (Yoh 3:36)
  
Lebih panjang dari pada penggunaan-Nya atas kata kemarahan adalah referensi-referensin-Nya yang berkali-kali tentang neraka sebagai ungkapan terakhir, dan kekal dari murka Allah.
-          Matiur 5:22 ; 18:9)
-          Markus 9: 47
-          Lukas 12:5
Surat-surat Paulus
-          Roma 1: 18
-          Efesus 2: 3
-          Kolose 3:16
Terakhir
-          Wahyu 6: 16-17; 14:10; 16:19; 19:15

Tetapi bila kita mungkin bertanya, mengapa Allah begitu marah terhadap dosa-dosa yang kita buat? Itu disebabkan oleh dosa kita tanpa menghiraukan betapa kecil atau remeh menurut anggapan kita, tetapi itu pada dasarnya adalah suatu serangan pada keagungan yang tak terbalas dan wewenang yang berdaulat dari Allah.
Dari sinilah kita mulai menyadari keseriusan dari dosa, segala dosa adalah pemberontakan terhadap kewenangan Allah, suatu penghinaan akan hukum-Nya, dan suatu pelanggaran atau perintah-perintah-Nya.

W. S. Palmer berkata: “Kita tidak pernah mengerti dosa dengan benar sampai kita mengerti itu sebagai yang menentang Allah”
Allah dengan kesempurnaan penuh dari sifat moral-Nya, tidak ada yang lain kecuali marah pada dosa, tidak hanya disebabkan oleh kecondongan yang merusak pada manusia, tetapi juga lebih penting disebabkan oleh penyerangannya pada keagungan-Nya.


Ringkasan dari salah satu bagian buku The Gospel For Real Life By Jefrry Bridges

Dari Catatan Decroly Sakul

Tidak ada komentar: