Arsip Blog

Jumat, 07 Agustus 2015

Satu Sisi Kedaulatan Allah

Dari ‘97 baca Santapan Harian, lumayan mendisiplinkan diri untuk tiap hari buka Alkitab. Beberapa bacaan terakhir bawa penekanan baru terhadap perpektif tentang Allah yang saya sembah. (Allah yang telah memanggil saya untuk terus belajar mengenal-Nya)
Seorang Abdi Allah, taat melakukan apa yang Tuhan perintahkan (I Raja-Raja : 13), terbunuh tragis karena ditipu. Memang dia melanggar tapi pelanggaran yang dapat dimengerti, dimaklumi. Tragis. Tapi ternyata jalan hidup abdi Allah itu mau dipertontonkan kepada seorang Raja  (Yerobeam Raja I Kerajaan Israel pasca terpecah setelah mangkatnya Salomo). Jalan kehidupan Abdi Allah yang tragis justru jadi visualisasi bagi Yerobeam supaya bertobat. Supaya Yerobeam tahu hukuman yang akan menimpa dia. Yerobeam adalah Raja sehingga pimpinan yang berdosa membawa banyak orang lain dalam dosa. Saya terganggu dengan ‘cara Allah’ mau menegur Yerobeam kok harus ‘korban’kan ‘Nabi yang setia’.
Eh, di Gereja dapat lagi cerita tentang Uria yang mengalami ketidakadilan. Uria yang loyal, setia, ksatria dan ‘lelaki sejati’, tidak mau pulang ke rumah karena  rekan lain sedang berjuang melawan musuh di medan perang. Uria tidak mau bersenang-senang sementara kawan seperjuangan mempertaruhkan nyawa untuk bangsa dan kedaulatan negaranya. Apa akhirnya Uria, istrinya diselingkuhi Raja dan mengalami kematian karena intrik tipu muslihat Daud yang dilaksanakan dengan baik oleh Yoab.
Demikian juga dengan Nabot. Setia dalam menjaga warisan nenek moyang, setia dalam pelaksanaan hukum  perintah Tuhan. Tanah warisan dirampas setelah sebelumnya Nabot yang setia ini  harus dirajam mati karena tuduhan palsu yang dirancang permaisuri raja Izebel.
Ada banyak cerita serupa yang kita temukan. ‘Orang benar’mengalami ketidakadilan dan sengsara ditengah kesetiaan mereka. Apakah Tuhan diam? Apakah Tuhan tidak adil?
Mungkin juga ada dari antara pembaca yang sedang mengalami ketidakadilan. Setelah memeriksa langkah-langkah kehidupan kelihatan setia dan berpegang teguh pada prinsip kebenaran. Tapi kehilangan orang terkasih atau bahkan diri sendiri jad ikorban ketidakadilan!
Apakah Tuhan mendengar? Apakah Tuhan Ada? Apakah Tuhan menjawab doa?
Ada abdi Allah yang mengalami penyakit berkepanjangan atau istri  atau anaknya mengalami sakit yang butuh biaya tidak sedikit....dimana Tuhan?
Adakalanya kita tidak mendapatkan jawaban. Sama seperti Ayub  (pasal 38-39) yang hanya mendapatkan Allah dalam ‘keterbatasan untuk memahami’  (Ayub 39: 38: Satu kali aku berbicara tetapi tidak akan kuulangi; bahkan dua kali tetapi tidak akan kulanjutkan).


Sang Anak juga pernah berseru dan ditinggal sendiri di Getsemani. Sampai berteriak lantang di sepinya Golguta “Eloi-eloi lama sabaktani”.  (Allah meninggalkan-Nya)
Mungkin ada hamba Tuhan yang dapat menjelaskan lebih baik, lebih ilmiah tentang ‘ketidakadilan’ dari sudut pandang kita.
Tapi dari yang dapat diperoleh dari beberapa hari perenungan ini:
1.       Allah berdaulat
2.       Dia Khalik kita Mahluk. Kita terbatas, Dia Tidak! Ada hal-hal yang tidak dapat kita jangkau memahami apa maksud-Nya. Untuk itu setiap hari hanya dapat mengikuti dan belajar mengenal-Nya
3.       Allah ada dan mengetahui penderitaan. Buktinya ada banyak cerita yang seolah tidak adil dialami hamba-Nya tapi tertulis dengan jelas didalam Firman. Tuhan ada dan mengetahui semuanya
4.       Dunia yang jatuh dalam dosa tidak dapat memberikan ‘kenyamanan’sesuai keinginan kita. Apapun yang dihadapi tetap harus bergantung pada Allah.
5.       Kita hamba


O Roh Kudus mampukan hamba menjadi hamba. 

Tidak ada komentar: