“Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” (Matius 16:13).
Yesus
tidak bertanya: Siapakah Aku ini menurut mereka?” melainkan, Yesus menggunakan
satu gelar untuk memperkenalkan kepada murid-murid-Nya: Ia menunjuk diri-Nya
sebagai “Anak Manusia”.
Gelar
Anak Manusia digunakan sekitar 80 kali. Apa yang menyolok tentang penggunaan
gelar ini adalah bahwa gelar tersebut
yang Yesus paling sering gunakan untuk menggambarkan diri-Nya.
Perjanjian Baru, hanya 2 atau tiga kali gelar tersebut digunakan oleh seseorang
selain dari Yesus.
Banyak
orang Kristen menganggap gelar “Anak Manusia”
menunjukkan suatu penandaan diri yang rendah hati dimana Yesus gunakan
untuk memintah perhatian pada kemanusiaan-Nya, identifikasi-Nya dengan kita sebagai manusia. Ada satu unsur kebenaran dengan anggapan ini,
tetapi itu tidak cukup.
Perjanjian
Baru mempunyai gelar yang lain untuk Yesus, “Anak Allah”. Dalam sejarah
Kekristenan, gereja telah mengakui bahwa Yesus, walaupun Ia adalah satu
pribadi, mempunyai dua sifat, satu bersifat ketuhanan dan satu lagi manusia.
Oleh karena itu, jika kita berpikir bahwa gelar “Anak Allah” digunakan di
Perjanjian Baru untuk Yesus sebagai Tuhan, itu mudah menarik kesimpulan bahwa
kita menggunakan gelar “Anak Manusia”, itu menunjuk pada kemanusiaan-Nya.
Tetapi bila kita menarik kesimpulan seperti itu, kita akan jatuh dalam banyak
kesulitan, karena itu bukan suatu kesimpulan yang sahih. Dalam tingkat
tertentu, situasinya adalah sebaliknya.
Dalam
Alkitab, gelar “Anak Allah” dianggap berasal dari malaikat dan juga dari
manusia, dengan menunjuk khusus pada orang yang terutama sekali taat pada
Allah. Itu tidak berarti bahwa gelar “Anak Allah” tidak mempunyai rujukan pada
ketuhanan Yesus; gelar itu juga merujuk kepada Yesus, terutama sekali dengan
cara yang khusus. Tetapi ungkapan itu sendiri sering menunjuk pada
mahluk-mahluk ciptaan dan tidak perlu menunjukkan ketuhanan. Demikian pula, walaupun
gelar “Anak Manusia” mempunyai rujukkan kepada solidaritas Yesus dengan
kemanusiaan, ada sesuatu tentang penggunaan secara alkitabiah dari gelar ini
yang focus pada keagungan yang transenden tentang Yesus.
VISI DANIEL
Ungkapan
“Anak Manusia” ini, tidak diciptakan oleh Yesus di abad pertama, tetapi
mempunyai akarnya di kesusastraan Perjanjian Lama terutama sekali dalam kitab
Daniel. Di dalam Daniel pasal 7.
Nabi melukiskan suatu visi yang Allah berikan padanya dari sebelah dalam tempat
suci di surga. Dia dibawa oleh Roh sama seperti Yohanes di Pulau Patmos ketika
ia menulis kitab Wahyu. Daniel diberikan hak istimewa untuk melihat ke bagian
dalam dari surga itu sendiri.
“Sementara
aku terus melihat, takhta-takhta diletakkan, lalu duduklah Yang Lanjut
Usianya; pakaian-Nya
putih seperti salju dan rambut-Nya bersih seperti buluh
domba;
kursi-Nya dari nyala api dengan roda-rodanya dari api yang berkobar-kobar;
suatu
sungai api timbul dan mengalir dari hadapan-Nya; seribu kali beribu-ribu
melayani
Dia, dan selaksa kali berlaksa-laksa berdiri di hadapan-Nya. Lalu duduklah
Majelis
Pengadilan dan dibukalah kitab-kitab” (Daniel 7:9-10).
Daniel melihat ke bagian dalam dari surga, melihat
seorang yang duduk pada kemegahan takhta ini yang mempunyai gelar “Yang Lanjut Usianya” (The Ancient of
Days). Ia menunjuk pada Allah Bapa, dikelilingi dan dihadiri oleh
berpuluh-puluh ribu malaikat.
“Aku
terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan
dari
langit seorang seperti Anak Manusia;
datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya
itu,
dan Ia dibawa ke hadapan-Nya. Lalu diberikan kepada-Nya kekuasaan dan
kemuliaan
dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku
bangsa
dan Bahasa mengabdi kepada-Nya. Kekuasaan-Nya ialah kekuasaan yang
kekal,
yang tidak lenyap, dan kerajaan-Nya ialah kerajaan yang tidak akan musnah”
(ayat
13-14).
Apa yang Daniel lihat adalah kemuliaan dari Kristus.
Gelar
Anak Manusia di kitab Daniel tidak menggambarkan seorang mahluk ciptaan yang
punya lingkup operasi di bumi, tetapi suatu keberadaan surgawi. Itu mengenai
Seorang yang meninggalkan kehadiran dari Yang
Lanjut Usianya di surga, menjadi Manusia, dan pada penyelesaian dari
persinggahan-Nya kembali ke tempat asal-Nya, surga itu sendiri, dimana Ia
diberikan kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja.
Bukanlah
kebetulan, setelah kebangkitan-Nya, Yesus meninggalkan dunia ini dari gunung
Olive, gambaran alkitabiah bahwa terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan
awan menutup-Nya dari pandangan mereka (Kisah Para Rasul 1:9). Lukas penulis
kitab Kisah Para Rasul, mengatakan pada kita tentang keberangkatan Yesus,
tetapi ia tidak menggambarkan kedatangan pada tujuan yang lain (surga). Adalah
kedatangan itu (di surga) yang Daniel lihat.
Yesus
pernah membuat pernyataan ini: “Tidak seorang pun yang telah naik ke surga,
selain dari pada Dia yang telah turun dari surga, yaitu Anak Manusia” (Yohanes
3:13). Nyatanya Ia sering membuat rujukan pada fakta bahwa tempat asal-Nya
bukan Betlehem. Ya Ia lahir di Betlehem, tetapi Ia mendahului kelahiran-Nya
sendiri. Ia berulang-ulang menekankan fakta bahwa Ia datang dari atas, bahwa Ia
datang dari Bapa. Ia turun dari suga sebelum Ia naik ke surga.
Dua kejadian
dalam kehidupan Yesus
Dua
kisah dalam pelayanan Yesus meminta perhatian pada pentingnya gelar ini, “Anak Manusia”.
Pada
satu peristiwa Yesus menyembuhkan seorang lumpuh. Ia berkata, “Percayalah,
hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni” (Matius 9:2). Ketika otoritas agama
mendengar ini, mereka sangat marah. Mereka berpikir bahwa Yesus hanyalah
seorang manusia yang membuat diri-Nya berusaha untuk menjadi Allah.
Bagaimanapun
di dalam komunitas Yahudi pada abad pertama, mereka mengerti dengan jelas bahwa
pribadi yang satu-satunya punya otoritas untuk mengampuni dosa adalah Allah.
Namun ketika Yesus melayani orang lumpuh itu, Ia tidak berkata, izinkan saya
berdoa untuk Anda agar Bapa-Ku akan mengampuni dosamu. Ia membuat suatu
deklarasi dengan secara sepihak: “Dosamu sudah diampuni”. Itu sebabnya ada
suatu komentar yang penuh amarah dengan tuduhan penghujatan yang sedang
diajukan terhadap Yesus.
Bagaimana
Yesus merespon? “Mengetahui pikiran mereka, Yesus berkata “mengapa kamu
memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu?” Manakah lebih mudah,
mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau menyatakan: Bangunlah dan berjalanlah?
Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa”- lalu berkatalah Ia kepada
orang lumpuh itu- : Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke
rumahmu!” (Matius 9:4-6).
Yesus
melakukan ini untuk mengajarkan mereka sesuatu. Apa pelajaran itu? Ia melakukan
keajaiban agar para penonton akan mengetahui bahwa Ia, Anak Manusia, mempunyai otoritas untuk mengampuni dosa. Ketika
mereka mendengar Yesus berkata bahwa Anak Manusia mempunyai otoritas untuk
mengampuni dosa di bumi, mereka tahu Ia sedang mengatakan bahwa Ia adalah
bersifat ketuhanan.
Pada
peristiwa yang lain, ketika murid-murid memetik bulir gandum waktu melewati
suatu ladang gandum pada hari Sabat (Markus 2:23-28). Orang-orang Farisi
mencari kesalahan pada tindak tanduk murid-murid. Yesus, dalam penjelasan-Nya
tentang mengapa Ia mengizinkan mereka memetik gandum, berkata, “Hari Sabat
diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat”, jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas
hari Sabat’.
Mendengar
kalimat itu dengan telinga dari seorang Yahudi abad pertama, yang paham bahwa
hanya Pencipta alam semestalah satu-satunya yang mempunyai kuasa sebagai Tuhan
atas hari Sabat. Sabat tidak dibuat oleh Musa tetapi oleh Allah, jadi ketika
Yesus berkata “Anak Manusia” adalah Tuhan atas hari Sabat”. Ia sedang berkata
“Anak
Manusia adalah Allah”.
Memperhatikan
dua kejadian ini secara bersama, kita bisa mengerti bahwa gelar “Anak Manusia” memperlihatkan otoritas
ketuhanan untuk mengampuni dosa dan mengesahkan apa tindak tanduk yang diterima
pada hari Sabat. Kedua bidang ini semata-mata milik Allah dan oleh karena itu
ketika Yesus menggunakan gelar itu untuk menggambarkan diri-Nya, Ia sedang
berkata bahwa Ia adalah Allah.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar