Arsip Blog

Selasa, 27 April 2021

THE SON OF MAN (ANAK MANUSIA)

  “Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” (Matius 16:13).

            Yesus tidak bertanya: Siapakah Aku ini menurut mereka?” melainkan, Yesus menggunakan satu gelar untuk memperkenalkan kepada murid-murid-Nya: Ia menunjuk diri-Nya sebagai “Anak Manusia”.

            Gelar Anak Manusia digunakan sekitar 80 kali. Apa yang menyolok tentang penggunaan gelar ini adalah bahwa gelar tersebut  yang Yesus paling sering gunakan untuk menggambarkan diri-Nya. Perjanjian Baru, hanya 2 atau tiga kali gelar tersebut digunakan oleh seseorang selain dari Yesus.

            Banyak orang Kristen menganggap gelar “Anak Manusia”  menunjukkan suatu penandaan diri yang rendah hati dimana Yesus gunakan untuk memintah perhatian pada kemanusiaan-Nya,  identifikasi-Nya dengan kita sebagai manusia.  Ada satu unsur kebenaran dengan anggapan ini, tetapi itu tidak cukup.

            Perjanjian Baru mempunyai gelar yang lain untuk Yesus, “Anak Allah”. Dalam sejarah Kekristenan, gereja telah mengakui bahwa Yesus, walaupun Ia adalah satu pribadi, mempunyai dua sifat, satu bersifat ketuhanan dan satu lagi manusia. Oleh karena itu, jika kita berpikir bahwa gelar “Anak Allah” digunakan di Perjanjian Baru untuk Yesus sebagai Tuhan, itu mudah menarik kesimpulan bahwa kita menggunakan gelar “Anak Manusia”, itu menunjuk pada kemanusiaan-Nya. Tetapi bila kita menarik kesimpulan seperti itu, kita akan jatuh dalam banyak kesulitan, karena itu bukan suatu kesimpulan yang sahih. Dalam tingkat tertentu, situasinya adalah sebaliknya.

            Dalam Alkitab, gelar “Anak Allah” dianggap berasal dari malaikat dan juga dari manusia, dengan menunjuk khusus pada orang yang terutama sekali taat pada Allah. Itu tidak berarti bahwa gelar “Anak Allah” tidak mempunyai rujukan pada ketuhanan Yesus; gelar itu juga merujuk kepada Yesus, terutama sekali dengan cara yang khusus. Tetapi ungkapan itu sendiri sering menunjuk pada mahluk-mahluk ciptaan dan tidak perlu menunjukkan ketuhanan. Demikian pula, walaupun gelar “Anak Manusia” mempunyai rujukkan kepada solidaritas Yesus dengan kemanusiaan, ada sesuatu tentang penggunaan secara alkitabiah dari gelar ini yang focus pada keagungan yang transenden tentang Yesus.

VISI DANIEL

            Ungkapan “Anak Manusia” ini, tidak diciptakan oleh Yesus di abad pertama, tetapi mempunyai akarnya di kesusastraan Perjanjian Lama terutama sekali dalam kitab Daniel.        Di dalam Daniel pasal 7. Nabi melukiskan suatu visi yang Allah berikan padanya dari sebelah dalam tempat suci di surga. Dia dibawa oleh Roh sama seperti Yohanes di Pulau Patmos ketika ia menulis kitab Wahyu. Daniel diberikan hak istimewa untuk melihat ke bagian dalam dari surga itu sendiri.

            “Sementara aku terus melihat, takhta-takhta diletakkan, lalu duduklah Yang Lanjut

            Usianya; pakaian-Nya putih seperti salju dan rambut-Nya bersih seperti buluh

            domba; kursi-Nya dari nyala api dengan roda-rodanya dari api yang berkobar-kobar;

            suatu sungai api timbul dan mengalir dari hadapan-Nya; seribu kali beribu-ribu

            melayani Dia, dan selaksa kali berlaksa-laksa berdiri di hadapan-Nya. Lalu duduklah

            Majelis Pengadilan dan dibukalah kitab-kitab” (Daniel 7:9-10).

Daniel melihat ke bagian dalam dari surga, melihat seorang yang duduk pada kemegahan takhta ini yang mempunyai gelar “Yang Lanjut Usianya” (The Ancient of Days). Ia menunjuk pada Allah Bapa, dikelilingi dan dihadiri oleh berpuluh-puluh ribu malaikat.

            “Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan

            dari langit seorang seperti Anak Manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya

            itu, dan Ia dibawa ke hadapan-Nya. Lalu diberikan kepada-Nya kekuasaan dan

            kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku

            bangsa dan Bahasa mengabdi kepada-Nya. Kekuasaan-Nya ialah kekuasaan yang

            kekal, yang tidak lenyap, dan kerajaan-Nya ialah kerajaan yang tidak akan musnah”

            (ayat 13-14).

Apa yang Daniel lihat adalah kemuliaan dari Kristus.

            Gelar Anak Manusia di kitab Daniel tidak menggambarkan seorang mahluk ciptaan yang punya lingkup operasi di bumi, tetapi suatu keberadaan surgawi. Itu mengenai Seorang yang meninggalkan kehadiran dari Yang Lanjut Usianya di surga, menjadi Manusia, dan pada penyelesaian dari persinggahan-Nya kembali ke tempat asal-Nya, surga itu sendiri, dimana Ia diberikan kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja.

            Bukanlah kebetulan, setelah kebangkitan-Nya, Yesus meninggalkan dunia ini dari gunung Olive, gambaran alkitabiah bahwa terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka (Kisah Para Rasul 1:9). Lukas penulis kitab Kisah Para Rasul, mengatakan pada kita tentang keberangkatan Yesus, tetapi ia tidak menggambarkan kedatangan pada tujuan yang lain (surga). Adalah kedatangan itu (di surga) yang Daniel lihat.

            Yesus pernah membuat pernyataan ini: “Tidak seorang pun yang telah naik ke surga, selain dari pada Dia yang telah turun dari surga, yaitu Anak Manusia” (Yohanes 3:13). Nyatanya Ia sering membuat rujukan pada fakta bahwa tempat asal-Nya bukan Betlehem. Ya Ia lahir di Betlehem, tetapi Ia mendahului kelahiran-Nya sendiri. Ia berulang-ulang menekankan fakta bahwa Ia datang dari atas, bahwa Ia datang dari Bapa. Ia turun dari suga sebelum Ia naik ke surga.

Dua kejadian dalam kehidupan Yesus

            Dua kisah dalam pelayanan Yesus meminta perhatian pada pentingnya gelar ini, “Anak Manusia”.

            Pada satu peristiwa Yesus menyembuhkan seorang lumpuh. Ia berkata, “Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni” (Matius 9:2). Ketika otoritas agama mendengar ini, mereka sangat marah. Mereka berpikir bahwa Yesus hanyalah seorang manusia yang membuat diri-Nya berusaha untuk menjadi Allah.

            Bagaimanapun di dalam komunitas Yahudi pada abad pertama, mereka mengerti dengan jelas bahwa pribadi yang satu-satunya punya otoritas untuk mengampuni dosa adalah Allah. Namun ketika Yesus melayani orang lumpuh itu, Ia tidak berkata, izinkan saya berdoa untuk Anda agar Bapa-Ku akan mengampuni dosamu. Ia membuat suatu deklarasi dengan secara sepihak: “Dosamu sudah diampuni”. Itu sebabnya ada suatu komentar yang penuh amarah dengan tuduhan penghujatan yang sedang diajukan terhadap Yesus.

            Bagaimana Yesus merespon? “Mengetahui pikiran mereka, Yesus berkata “mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu?” Manakah lebih mudah, mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau menyatakan: Bangunlah dan berjalanlah? Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa”- lalu berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu- : Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!” (Matius 9:4-6).

            Yesus melakukan ini untuk mengajarkan mereka sesuatu. Apa pelajaran itu? Ia melakukan keajaiban agar para penonton akan mengetahui bahwa Ia, Anak Manusia, mempunyai otoritas untuk mengampuni dosa. Ketika mereka mendengar Yesus berkata bahwa Anak Manusia mempunyai otoritas untuk mengampuni dosa di bumi, mereka tahu Ia sedang mengatakan bahwa Ia adalah bersifat ketuhanan.

            Pada peristiwa yang lain, ketika murid-murid memetik bulir gandum waktu melewati suatu ladang gandum pada hari Sabat (Markus 2:23-28). Orang-orang Farisi mencari kesalahan pada tindak tanduk murid-murid. Yesus, dalam penjelasan-Nya tentang mengapa Ia mengizinkan mereka memetik gandum, berkata, “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat”, jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat’.

            Mendengar kalimat itu dengan telinga dari seorang Yahudi abad pertama, yang paham bahwa hanya Pencipta alam semestalah satu-satunya yang mempunyai kuasa sebagai Tuhan atas hari Sabat. Sabat tidak dibuat oleh Musa tetapi oleh Allah, jadi ketika Yesus berkata “Anak Manusia” adalah Tuhan atas hari Sabat”. Ia sedang berkata “Anak

Manusia adalah Allah”.

            Memperhatikan dua kejadian ini secara bersama, kita bisa mengerti bahwa gelar “Anak Manusia” memperlihatkan otoritas ketuhanan untuk mengampuni dosa dan mengesahkan apa tindak tanduk yang diterima pada hari Sabat. Kedua bidang ini semata-mata milik Allah dan oleh karena itu ketika Yesus menggunakan gelar itu untuk menggambarkan diri-Nya, Ia sedang berkata bahwa Ia adalah Allah.


Catatan Decroly Sakul. Gambar dari Google


 

Tidak ada komentar: