Arsip Blog

Kamis, 31 Maret 2022

A Great Prophecy

                                                       

                Yesus menambahkan sebuah nubuatan yang sama agungnya. Dia berkata, “Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan mengusainya” (Matius 16:18).

                Kita cenderung memikirkan hal ini secara defensive: tidak peduli serangan apa yang dilakukan iblis terhadap gereja, gereja akan selalu menang. Itu, tentu saja benar. Tetapi, dalam hal ini, upaya serangan para filsuf yang ateis terhadap iman Kristen selama beberapa tahun abad terakhir amat gencar. Mungkin tidak ada yang lebih mewakili serangan ini daripada ateis Perancis Voltaire, yang tulisannya sangat popular selama abad pertengahan.

                Voltaire menulis bahwa dalam lima puluh tahun dari masanya tidak seorang pun akan mengingat Kekristenan. “Dalam dua puluh tahun”, dia membual, “Kekristenan tidak akan ada lagi. Satu tangan saya akan menghancurkan bangunan yang dibutuhkan dua belas rasul untuk dibesarkan”. Tetapi dua puluh tahun berlalu dan Kekristenan tetap ada. Voltaire, bagaimanapun, meninggal, dan dalam menjelang kematiannya bahkan dia ingat Kekristenan. Dokter yang merawatnya mencatat bahwa kata-kata terakhirnya adalah sebagai berikut: “Saya ditinggal oleh Tuhan dan manusia! Saya akan memberi engkau setengah dari nilai saya jika engkau memberi saya kehidupan enam bulan. Saya akan masuk neraka; dan engkau akan pergi bersamaku. O Kristus! O Yesus Kristus!” Lima puluh tahun berlalu, rumah dari mana dia menyerang gereja Kristus dengan penanya saat itu menjadi markas dari Geneva Bible Society, dari mana kantor  itu memproduksi dan menyebarkan Alkitab secara masal.

                Seperti itu selalu serangan si jahat yang ditujukan kepada gereja melalui pena. Bagaimana dengan serangan melalui kekerasan. Kita bisa melihat, misalnya, di Sudan, Syria, Irak ,Iran dan Cina. Ternyata Kekristenan makin dihambat justru gereja makin merambat.

                Jadi ketika Yesus Kristus memikul salib dan memeluk ke dada-Nya sendiri kematian yang pantas untuk dosa-dosa kita. Di sana, setan meremukkan tumit Yesus, seperti yang telah dinubuatkan Allah. Tentang Yesus meremukkan kepala Setan dan menaklukakan maut melalui hidup-Nya sendiri yang tak terkalahkan, dan menggulingkan pemerintahan Setan seperti orang kuat yang mendobrak sebuah rumah untuk membebaskan para tahanan, dan dengan mati menggantikan orang berdosa agar kita dibebaskan selamanya dari kesalahan dosa dan dibebaskan dari kuasanya melalui karya Roh Kudus yang diutus Yesus ke dalam hidup kita. Di dalam Kristus, bahkan kematian – pintu gerbang menuju neraka – tidak akan menang  menaklukkan kita; Kristus telah menghilangkan sengat maut bagi kita dan menjadikan pintu gerbang menuju kemuliaan.

 

                                                                                A Great Principle

                Ini mengarahkan ke poin keempat dan terakhir, yang merupakan prinsip agung yang ditekankan Yesus sebagai tidak terpisahkan dari segala sesuatu yang telah terjadi dan telah dikatakan dalam pertemuan penting ini. Prinsip agung (a great principle) ini disajikan kepada kita segera setelah pengakuan agung (a grear profession) Petrus. Matius menulis, “Sejak waktu itu Yesus mulai mengatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga” (Matius 16:21). Prinsip agung (a great principle) yang dikemukakan Yesus adalah bahwa pengakuan agung (a great profession), dan janji agung (a great promise) dan nubuatan agung ( a great prophecy) semuanya tidak dapat dipisahkan dengan kematian-Nya sendiri di ata kayu salib. Yesus tidak hanya bermaksud bahwa salib itu sendiri adalah peristiwa yang membuat ini menjadi mungkin tetapi bahwa salib adalah jalan dan pola untuk segala sesuatu yang Dia telah katakan dan janjikan akan terjadi. “Setiap orang yang mau mengikut Aku” Yesus menyimpulkan, “ia harus menyangkal dirinya, memikul salib dan mengikuti Aku” (Matius 16:24).

                Inilah prinsip yang harus mengatur gereja Kristus, yaitu bahwa kuasa-Nya adalah berasal dari Allah melalui salib. Salib harus menjadi pengakuan kita, tetapi juga mendefinisikan pemuridan kita. “Karena barang siapa mau menyelamatkan nyawanya”, Yesus menjelaskan, “ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (Matius 16:25). Salib adalah senjata yang dengannya gereja maju tak terkalahkan, karena dengannya  dosa disingkirkan, dan begitu juga kematian dan penghukuman.

                Inilah yang akan ditekankan oleh Paulus dengan berani di era yang penting itu ketika Kristus mulai membangun gereja-Nya diseluruh dunia kuno. Orang-orang menginginkan pesan yang berbeda dari yang dikhotbahkan Paulus, tetapi dia berserikeras, “Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan” (! Korintus 1:22-23). Kepada jemaat Galatia, yang seperti banyak orang dewasa ini ingin memperluas gereja dengan dasar hikmat dan pencapaian dunia, Paulus menegaskan, “Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia” (Galatia 6:14). Salib adalah prinsip agung (a great principle) yang dengannya kita berpegang teguh pada pengakuan agung (a great profession), pada janji agung (a great promise) Tuhan kita, dan pada nubuat agung (a great prophecy) kemenangan-Nya bagi gereja.

 

                                                CHRIST CRUCIFIED (KRISTUS DISALIBKAN)

                Kebangkitan Yesus Kristus adalah kebenaran injil, tetapi kebangkitan jika berdiri sendiri bukanlah injil. Meskipun itu membuktikan kemenangan Allah atas maut, itu tidak menghapus dosa.

Di sinilah penyaliban masuk (no crown without cross). Dalam suratnya kepada jemaat Galatia, Paulus menggambarkan peristiwa penyelamatan itu dengan menyatakan bahwa Tuhan Yesus Kristus “yang telah menyerahkan diri-Nya karena dosa-dosa kita, untuk melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini, menurut kehendak Allah dan Bapa kita” (Galatia 1:4). Ayat ini mengajarkan empat hal penting tentang salib Kristus.

                Pertama, menunjukkan kesediaan Yesus untuk disalibkan. Penyaliban adalah pengorbanan diri secara sukarela. Yesus memberikan hadiah yang paling berharga dari semuanya. Dia “menyerahkan diri-Nya” (Galatia 1:4; Efesus 5:25), atau Dia “menyerahkan diri-Nya bagi kita” (Titus 2:14). Tidak seorang pun mengambil nyawa Kristus dari-Nya; Dia dengan sukarela memberikannya: “Aku memberikan nyawa-Ku, kata Yesus, “untuk menerimanya kembali. Tidak seorang pun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan, Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri” (Yohanes 10:17-18). Hal itu juga ditekankan dalam injil Matius, di mana ungkapan yang tidak biasa digunakan untuk menunjukkan bahwa pada saat kematian Yesus “menyerahkan nyawa-Nya” (Matius 27:50).

                Kedua, ayat ini menunjukkan tujuan salib. Alasan Kristus menyerahkan diri-Nya adalah “karena dosa-dosa kita” (Galatia 1:4). Sebuah transaksi terjadi di kayu salib. Kita adalah orang-orang yang pantas mati karena kita berhutang kepada Tuhan, hutang yang tak terbayar untuk dosa kita. Tetapi Kristus mengambil tempat kita di kayu salib. Dia menjadi pengganti kita, sebagai korban penghapus dosa kita. Dia mengumpulkan semua dosa kita, meletakkannya di pundak-Nya sendiri, dan membayarnya dengan kematian-Nya. Jadi penyaliban Yesus Kristus bukan hanya contoh pengorbanan tertinggi, tetapi juga penebusan dosa yang sesungguhnya. Itu memungkinkan Tuhan untuk mengampuni kita dengan memuaskan keadilan-Nya yang murni.

                Kita belajar dari penebusan pengganti ini bahwa betapa mustahil bagi kita untuk membayar dosa-dosa kita sendiri. Pendamaian penuh membutuhkan tidak kurang dari darah Yesus Kristus. Keyakinan kita terletak pada kenyataan bahwa Yesus memberikan darah kehidupan-Nya untuk dosa-dosa pribadi kita. Luther bahkan dapat membayangkan memiliki keyakinan ini ketika menghadapi iblis sendiri: “Ketika iblis menuduh kita dan berkata: “Kamu adalah orang berdosa; oleh karena itu kamu terkutuk”, maka kita dapat menjawabnya dan berkata:’karena kamu mengatakan bahwa aku adalah orang berdosa, maka aku akan menjadi orang benar dan diselamatkan’. ‘Tidak’, kata iblis, ‘terkutuklah kamu’. ‘Tidak’, kataku, ‘karena akau berlindung di dalam Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya untuk dosa-dosaku.’”

                Ketiga, ayat ini menunjukkan efek salib. Kristus disalibkan “untuk melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini” (Galatia 1:4). Ketika kita memikirkan salib, kita biasanya memikirkan terlebih dahulu tentang pendamaian. Seperti yang telah kita lihat, Kristus mati untuk membayar dosa-dosa kita. Tetapi Kristus juga disalibkan untuk membebaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini. Injil adalah penyelamatan, seperti dibebaskan dari perbudakan atau dibebaskan dari penjara.

                Dengan “Zaman kejahatan sekarang ini”, Paulus mengartikan “jalan dan arus urusan dunia ini yang telah dirusak oleh dosa”. Dalam kata-kata komentator lain, ia mengartikan “totalitas kehidupan manusia yang didominasi oleh dosa dan bertentangan dengan Tuhan. Zaman kita adalah zaman kerusakan, pembusukan, dan kematian. Ini didominasi oleh kejahatan perang, pembunuhan, penindasan, perbudakan, inses, dan aborsi”.

                Yesus mati di kayu salib untuk menyelamatkan kita dari semua itu, tidak hanya secara individu, tetapi bersama-sama, sebagai manusia baru. Seperti yang dikatakan Timothy George, “Di sini Paulus menggambarkan apa yang dicapai oleh kematian Yesus tidak hanya dalam hal keselamatan pribadi kita tetapi juga sehubungan dengan tujuan penebusan Allah di arena sejarah dan kosmik yang lebih luas”. Meskipun kita terus hidup di alam jahat ini, kita diselamatkan darinya melalui salib. Zaman yang akan datang telah mulai tumbuh ke zaman sekarang. Kita sendiri tidak lagi harus hidup seperti dulu ketika kita berada di bawah kuasa dari kejahatan. Kita sudah mulai menjalani kehidupan zaman yang akan datang, ketika kehendak Tuhan selalu dilakukan.

                Ketika kita berdoa – seperti yang kita lakukan dalam doa Bapa Kami – agar Tuhan “melepaskan kita dari yang jahat”. Pembebasan adalah “keynote dari surat ini”, tulis J. B. Lightfoot. “Injil  adalah penyelamatan, memerdekakan dari perbudakan”.

                Keempat, ayat ini menunjukkan asal usul salib. Kristus mati “menurut kehendak Allah dan Bapa kita” (Galatia 1:4). Eksekusi Yesus dari Nazaret bukanlah sebuah tragedy yang tak terduga, atau sebuah kecelakaan sejarah belaka; itu adalah bagian dari rencana Allah untuk keselamatan orang berdosa. Rasul Petrus mengatakan hal yang sama kepada orang-orang yang memakukan Yesus di kayu salib. Dalam khotbahnya yang terkenal di Yerusalem, dia menyatakan, “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka” (Kisah Para Rasul 2:23). Sekitar tujuh ratus tahun sebelum kematian Kristus, Yesaya telah menubuatkan dalam Yesaya 53:10, “Tetapi TUHAN berkehendak meremukan Dia dengan kesakitan” (“Yet it pleased the LORD to bruise Him”). Tuhan melakukan ini untuk menyelamatkan kita karena kasih-Nya kepada kita.

                Paulus mengatakan hal yang sama kepada orang-orang Galatia. Salib telah ada dalam pikiran Tuhan sejak kekekalan. Jadi itu menunjukkan kasih Allah serta kasih Kristus. Tidak ada konflik di dalam Trinitas, seolah-olah Sang Anak yang penuh kasih harus menyelamatkan kita dari Bapa yang pemarah. Sebaliknya , kerelaan Anak merupakan tanggapan atas kehendak Bapa. Bapa bukan mengasihi kita karena Anak telah mati bagi kita. Sebaliknya , Anak mati bagi kita karena Bapa mengasihi kita. Salib berasal dari hati Bapa kita.

 

“…,karena injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang percaya”

(Roma 1:16).

 

“Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah”

(1 Korintus 1:18).

 

“Tetapi untuk mereka yang dipanggil baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah”

(1 Korintus 1:24).

Decroly Sakul - Juni 2021

Tidak ada komentar: