Yesus menambahkan sebuah nubuatan
yang sama agungnya. Dia berkata, “Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut
tidak akan mengusainya” (Matius 16:18).
Kita
cenderung memikirkan hal ini secara defensive: tidak peduli serangan apa yang
dilakukan iblis terhadap gereja, gereja akan selalu menang. Itu, tentu saja
benar. Tetapi, dalam hal ini, upaya serangan para filsuf yang ateis terhadap
iman Kristen selama beberapa tahun abad terakhir amat gencar. Mungkin tidak ada
yang lebih mewakili serangan ini daripada ateis Perancis Voltaire, yang
tulisannya sangat popular selama abad pertengahan.
Voltaire
menulis bahwa dalam lima puluh tahun dari masanya tidak seorang pun akan
mengingat Kekristenan. “Dalam dua puluh tahun”, dia membual, “Kekristenan tidak
akan ada lagi. Satu tangan saya akan menghancurkan bangunan yang dibutuhkan dua
belas rasul untuk dibesarkan”. Tetapi dua puluh tahun berlalu dan Kekristenan
tetap ada. Voltaire, bagaimanapun, meninggal, dan dalam menjelang kematiannya
bahkan dia ingat Kekristenan. Dokter yang merawatnya mencatat bahwa kata-kata
terakhirnya adalah sebagai berikut: “Saya ditinggal oleh Tuhan dan manusia!
Saya akan memberi engkau setengah dari nilai saya jika engkau memberi saya
kehidupan enam bulan. Saya akan masuk neraka; dan engkau akan pergi bersamaku.
O Kristus! O Yesus Kristus!” Lima puluh tahun berlalu, rumah dari mana dia
menyerang gereja Kristus dengan penanya saat itu menjadi markas dari Geneva
Bible Society, dari mana kantor itu
memproduksi dan menyebarkan Alkitab secara masal.
Seperti
itu selalu serangan si jahat yang ditujukan kepada gereja melalui pena.
Bagaimana dengan serangan melalui kekerasan. Kita bisa melihat, misalnya, di
Sudan, Syria, Irak ,Iran dan Cina. Ternyata Kekristenan makin dihambat justru
gereja makin merambat.
Jadi
ketika Yesus Kristus memikul salib dan memeluk ke dada-Nya sendiri kematian
yang pantas untuk dosa-dosa kita. Di sana, setan meremukkan tumit Yesus,
seperti yang telah dinubuatkan Allah. Tentang Yesus meremukkan kepala Setan dan
menaklukakan maut melalui hidup-Nya sendiri yang tak terkalahkan, dan
menggulingkan pemerintahan Setan seperti orang kuat yang mendobrak sebuah rumah
untuk membebaskan para tahanan, dan dengan mati menggantikan orang berdosa agar
kita dibebaskan selamanya dari kesalahan dosa dan dibebaskan dari kuasanya
melalui karya Roh Kudus yang diutus Yesus ke dalam hidup kita. Di dalam
Kristus, bahkan kematian – pintu gerbang menuju neraka – tidak akan menang menaklukkan kita; Kristus telah menghilangkan
sengat maut bagi kita dan menjadikan pintu gerbang menuju kemuliaan.
A Great Principle
Ini
mengarahkan ke poin keempat dan terakhir, yang merupakan prinsip agung yang
ditekankan Yesus sebagai tidak terpisahkan dari segala sesuatu yang telah
terjadi dan telah dikatakan dalam pertemuan penting ini. Prinsip agung (a great
principle) ini disajikan kepada kita segera setelah pengakuan agung (a grear
profession) Petrus. Matius menulis, “Sejak waktu itu Yesus mulai mengatakan
kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak
penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu
dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga” (Matius 16:21). Prinsip agung (a
great principle) yang dikemukakan Yesus adalah bahwa pengakuan agung (a great
profession), dan janji agung (a great promise) dan nubuatan agung ( a great
prophecy) semuanya tidak dapat dipisahkan dengan kematian-Nya sendiri di ata
kayu salib. Yesus tidak hanya bermaksud bahwa salib itu sendiri adalah peristiwa
yang membuat ini menjadi mungkin tetapi bahwa salib adalah jalan dan pola
untuk segala sesuatu yang Dia telah katakan dan janjikan akan terjadi. “Setiap
orang yang mau mengikut Aku” Yesus menyimpulkan, “ia harus menyangkal dirinya,
memikul salib dan mengikuti Aku” (Matius 16:24).
Inilah
prinsip yang harus mengatur gereja Kristus, yaitu bahwa kuasa-Nya adalah
berasal dari Allah melalui salib. Salib harus menjadi pengakuan kita, tetapi
juga mendefinisikan
pemuridan kita. “Karena barang siapa mau menyelamatkan nyawanya”, Yesus
menjelaskan, “ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan
nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (Matius 16:25). Salib adalah
senjata yang dengannya gereja maju tak terkalahkan, karena dengannya dosa disingkirkan, dan begitu juga kematian
dan penghukuman.
Inilah
yang akan ditekankan oleh Paulus dengan berani di era yang penting itu ketika
Kristus mulai membangun gereja-Nya diseluruh dunia kuno. Orang-orang
menginginkan pesan yang berbeda dari yang dikhotbahkan Paulus, tetapi dia
berserikeras, “Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani
mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk
orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi
suatu kebodohan” (! Korintus 1:22-23). Kepada jemaat Galatia, yang seperti
banyak orang dewasa ini ingin memperluas gereja dengan dasar hikmat dan
pencapaian dunia, Paulus menegaskan, “Tetapi aku sekali-kali tidak mau
bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia
telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia” (Galatia 6:14). Salib adalah
prinsip agung (a great principle) yang dengannya kita berpegang teguh pada
pengakuan agung (a great profession), pada janji agung (a great promise) Tuhan
kita, dan pada nubuat agung (a great prophecy) kemenangan-Nya bagi gereja.
CHRIST CRUCIFIED (KRISTUS DISALIBKAN)
Kebangkitan
Yesus Kristus adalah kebenaran injil, tetapi kebangkitan jika berdiri sendiri
bukanlah injil. Meskipun itu membuktikan kemenangan Allah atas maut, itu tidak
menghapus dosa.
Di sinilah penyaliban masuk (no
crown without cross). Dalam suratnya kepada jemaat Galatia, Paulus
menggambarkan peristiwa penyelamatan itu dengan menyatakan bahwa Tuhan Yesus
Kristus “yang telah menyerahkan diri-Nya
karena dosa-dosa kita, untuk melepaskan kita dari dunia jahat yang
sekarang ini, menurut kehendak Allah dan Bapa kita” (Galatia
1:4). Ayat ini mengajarkan empat hal penting tentang salib Kristus.
Pertama, menunjukkan kesediaan
Yesus untuk disalibkan. Penyaliban adalah pengorbanan diri secara sukarela. Yesus
memberikan hadiah yang paling berharga dari semuanya. Dia “menyerahkan diri-Nya” (Galatia 1:4; Efesus 5:25), atau Dia
“menyerahkan diri-Nya bagi kita” (Titus 2:14). Tidak seorang pun mengambil
nyawa Kristus dari-Nya; Dia dengan sukarela memberikannya: “Aku memberikan
nyawa-Ku, kata Yesus, “untuk menerimanya kembali. Tidak seorang pun
mengambilnya dari pada-Ku, melainkan, Aku memberikannya menurut kehendak-Ku
sendiri” (Yohanes 10:17-18). Hal itu juga ditekankan dalam injil Matius, di
mana ungkapan yang tidak biasa digunakan untuk menunjukkan bahwa pada saat
kematian Yesus “menyerahkan nyawa-Nya” (Matius 27:50).
Kedua, ayat ini menunjukkan tujuan
salib. Alasan Kristus menyerahkan diri-Nya adalah “karena dosa-dosa kita” (Galatia 1:4). Sebuah transaksi terjadi di
kayu salib. Kita adalah orang-orang yang pantas mati karena kita berhutang
kepada Tuhan, hutang yang tak terbayar untuk dosa kita. Tetapi Kristus
mengambil tempat kita di kayu salib. Dia menjadi pengganti kita, sebagai korban
penghapus dosa kita. Dia mengumpulkan semua dosa kita, meletakkannya di
pundak-Nya sendiri, dan membayarnya dengan kematian-Nya. Jadi penyaliban Yesus
Kristus bukan hanya contoh pengorbanan tertinggi, tetapi juga penebusan dosa
yang sesungguhnya. Itu memungkinkan Tuhan untuk mengampuni kita dengan
memuaskan keadilan-Nya yang murni.
Kita
belajar dari penebusan pengganti ini bahwa betapa mustahil bagi kita untuk
membayar dosa-dosa kita sendiri. Pendamaian penuh membutuhkan tidak kurang dari
darah Yesus Kristus. Keyakinan kita terletak pada kenyataan bahwa Yesus
memberikan darah kehidupan-Nya untuk dosa-dosa pribadi kita. Luther bahkan
dapat membayangkan memiliki keyakinan ini ketika menghadapi iblis sendiri:
“Ketika iblis menuduh kita dan berkata: “Kamu adalah orang berdosa; oleh karena
itu kamu terkutuk”, maka kita dapat menjawabnya dan berkata:’karena kamu
mengatakan bahwa aku adalah orang berdosa, maka aku akan menjadi orang benar
dan diselamatkan’. ‘Tidak’, kata iblis, ‘terkutuklah kamu’. ‘Tidak’, kataku,
‘karena akau berlindung di dalam Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya untuk
dosa-dosaku.’”
Ketiga, ayat ini menunjukkan efek
salib. Kristus disalibkan “untuk melepaskan
kita dari dunia jahat yang
sekarang ini” (Galatia 1:4). Ketika kita memikirkan salib, kita biasanya
memikirkan terlebih dahulu tentang pendamaian. Seperti yang telah kita lihat,
Kristus mati untuk membayar dosa-dosa kita. Tetapi Kristus juga disalibkan
untuk membebaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini. Injil adalah
penyelamatan, seperti dibebaskan dari perbudakan atau dibebaskan dari penjara.
Dengan
“Zaman kejahatan sekarang ini”, Paulus mengartikan “jalan dan arus urusan dunia
ini yang telah dirusak oleh dosa”. Dalam kata-kata komentator lain, ia
mengartikan “totalitas kehidupan manusia yang didominasi oleh dosa dan
bertentangan dengan Tuhan. Zaman kita adalah zaman kerusakan, pembusukan, dan
kematian. Ini didominasi oleh kejahatan perang, pembunuhan, penindasan,
perbudakan, inses, dan aborsi”.
Yesus
mati di kayu salib untuk menyelamatkan kita dari semua itu, tidak hanya secara individu, tetapi bersama-sama, sebagai manusia baru. Seperti yang
dikatakan Timothy George, “Di sini Paulus menggambarkan apa yang dicapai oleh
kematian Yesus tidak hanya dalam hal keselamatan pribadi kita tetapi juga
sehubungan dengan tujuan penebusan Allah di arena sejarah dan kosmik yang lebih
luas”. Meskipun kita terus hidup di alam jahat ini, kita diselamatkan darinya
melalui salib. Zaman yang akan datang telah mulai tumbuh ke zaman sekarang.
Kita sendiri tidak lagi harus hidup seperti dulu ketika kita berada di bawah
kuasa dari kejahatan. Kita sudah mulai menjalani kehidupan zaman yang akan
datang, ketika kehendak Tuhan selalu dilakukan.
Ketika
kita berdoa – seperti yang kita lakukan dalam doa Bapa Kami – agar Tuhan
“melepaskan kita dari yang jahat”. Pembebasan adalah “keynote dari surat ini”,
tulis J. B. Lightfoot. “Injil adalah
penyelamatan, memerdekakan dari perbudakan”.
Keempat, ayat ini menunjukkan asal
usul salib. Kristus mati “menurut
kehendak Allah dan Bapa kita”
(Galatia 1:4). Eksekusi Yesus dari Nazaret bukanlah sebuah tragedy yang tak
terduga, atau sebuah kecelakaan sejarah belaka; itu adalah bagian dari rencana
Allah untuk keselamatan orang berdosa. Rasul Petrus mengatakan hal yang sama
kepada orang-orang yang memakukan Yesus di kayu salib. Dalam khotbahnya yang
terkenal di Yerusalem, dia menyatakan, “Dia yang diserahkan Allah menurut
maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa
durhaka” (Kisah Para Rasul 2:23). Sekitar tujuh ratus tahun sebelum kematian
Kristus, Yesaya telah menubuatkan dalam Yesaya 53:10, “Tetapi TUHAN berkehendak
meremukan Dia dengan kesakitan” (“Yet it pleased the LORD to bruise Him”).
Tuhan melakukan ini untuk menyelamatkan kita karena kasih-Nya kepada kita.
Paulus
mengatakan hal yang sama kepada orang-orang Galatia. Salib telah ada dalam
pikiran Tuhan sejak kekekalan. Jadi itu menunjukkan kasih Allah serta kasih
Kristus. Tidak ada konflik di dalam Trinitas, seolah-olah Sang Anak yang penuh
kasih harus menyelamatkan kita dari Bapa yang pemarah. Sebaliknya , kerelaan
Anak merupakan tanggapan atas kehendak Bapa. Bapa bukan mengasihi kita karena
Anak telah mati bagi kita. Sebaliknya , Anak mati bagi kita karena Bapa
mengasihi kita. Salib berasal dari hati
Bapa kita.
“…,karena injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang
percaya”
(Roma 1:16).
“Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi
mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah”
(1 Korintus 1:18).
“Tetapi untuk mereka yang dipanggil
baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah”
(1 Korintus 1:24).
Decroly Sakul - Juni 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar