Arsip Blog

Kamis, 31 Maret 2022

JUDGE NOT, THAT YOU BE NOT JUDGE

                                 

                                            

                                                Haruskah kita berhenti menbuat penilaian?

 Jadi, siapa Anda mau menghakimi?

                Itulah pertanyaan yang diajukan oleh seorang peserta pendalaman Alkitab, setelah gurunya mengatakan bahwa yang tidur bersama sebelum menikah itu tidak menyenangkan Tuhan.

                “Dan, ngomong-ngomong, siapa di antara kita yang sempurna?” Lanjut siswa itu. “Kita tidak punya hak untuk menghakimi moralitas pribadi orang lain”.

                Jadi siapa Anda yang mau menghakimi?

                Kita mendengarkannya setiap hari:

·         Siapa Anda sampai mengatakan bahwa Tuhan tidak dapat menyetujui hubungan homoseksual yang penuh kasih?

·         Siapa Anda untuk mengatakan bahwa saksi-saksi Yehuwa salah?

·         Siapakah Anda untuk mengatakan bahwa ketika orang jatuh karena mereka “slain in the spirit” oleh seorang pengkhotbahyang diurapi – siapa Anda untuk mengatakan mereka tidak dijatuhkan kebelakang  oleh Roh Kudus?

·         Siapa Anda sampai mengatakan bahwa jika seseorang disembuhkan dalam sebuah pertemuan, ini mungkin tidak dilakukan oleh kuasa Tuhan? Dan siapa Anda untuk mengatakan bahwa ketika patung perawan Maria menangis, kita tidak boleh berpikir bahwa dia mencoba untuk menyampaikan pesan kepada kita?

Mengangkat subyek penghakiman dan Anda akan mendapatkan dua tanggapan berbeda. Pertama, ada orang-orang bersedia membuat penilian signifikan; mereka bertekad untuk “live and let live”, tentu saja dengan alasan. Mereka percaya bahwa setiap orang harus dapat memilih nilai dan gaya hidupnya sendiri, dan baik gereja maupun orang Kristen tidak memiliki hak untuk “menghakimi” mereka.

                Tetapi ada orang lain yang terlalu bersemangat untuk menghakimi; mereka suka mengasah anak panah mereka, mengidentifikasi target mereka, dan membiarkan orang-orang di sekitar mereka tahu apa sebenarnya Tuhan pikirkan. Sayangnya, orang ini sering kritis yang tidak hanya menilai orang lain dengan sikap yang salah, tetapi juga untuk alasan yang salah. Seringkali mereka menghakimi orang lain, bukan karena beberapa pelanggaran nyata dari prilaku atau doktrin alkitabiah tetapi karena tabu kecil atau pelanggaran kecil. Seringkali para kritikus ini marah dan kesal kepada mereka yang tak sesuai dengan keyakinan pribadi mereka. Seperti orang Farisi, beberapa orang hanya melihat huruf dari hukum dan mengabaikan hal-hal yang lebih penting dari keadilan, belas kasihan, dan kasih.

                Saya percaya bahwa Yesus sedang berbicara kepada kedua kelompok ketika Dia berkata, “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu” (Matius 7:1-2). Tapi  apa yang Yesus maksud dengan kata-kata ini? Apakah yang Dia maksudkan adalah bahwa kita melakukan kebaikan bagi diri kita sendiri jika kita tidak membuat penilaian, karena penilaian seperti itu akan kembali kepada kita sendiri? Saya pikir tidak.

                Kita dapat yakin bahwa Yesus tidak mengajarkan bahwa kita tidak boleh membuat penilaian! Mengatakan, seperti yang dilakukan beberapa orang , bahwa kita harus menerima Yesus saja dan memupuk suasana persatuan dan ketenangan; untuk mengatakan bahwa kita harus memiliki sikap toleran yang tidak pernah mengkritik pendapat tentang apa yang orang lain percaya dan lakukan – itu bukanlah ajaran Kristus. Argumen bahwa persatuan lebih penting daripada kebenaran, dan kasih lebih penting daripada doktrin yang benar, pada intinya salah.

                Perhatikan saja konteks langsung dari kata-kata Yesus, “Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, suapaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu berbalik mengoyak kamu” (Mat. 7:6). Bagaimana mungkin kita bisa mematuhi instruksi ini kecuali kita belajar mengenali anjing dan babi? Yesus membuat pernyataan yang kuat tentang perlunya discernment, untuk belajar membedakan antara yang bersih dan najis, mengevaluasi apa yang bijaksana dan apa yang bodoh. Semua ini mengandalkan bahwa kita harus membuat penilaian yang bijaksana.

                Selanjutnya, lihat konteks yang lebih jauh. “Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas” (Mat. 7:15). Bagaimana kita dapat waspada tentang nabi-nabi palsu kecuali kita dapat mengidentifikasi mereka? Kita seharusnya mencari tanda pembeda dari guru palsu sehingga kita dapat menghindarinya dan memperingati orang lain.

                Hanya beberapa ayat kemudian, Yesus membuat pernyataan yang lebih mengejutkan lagi, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang  kepada mereka dan berkata Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyalah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (Mat. 7:21-23). Di sini kita memiliki pernyataan yang kuat tentang kehadiran nabi-nabi palsu, yang tampaknya mampu melakukan mujizat yang luar biasa tetapi akan dijauhkan dari pintu sorga di Hari Penghakiman. Kita bisa salah tentang banyak hal, tetapi janganlah kita salah tentang guru-guru palsu dan doktrin mereka.

                Paulus, penulis banyak kitab dalam Perjanjian Baru, setuju dengan Yesus tentang perlunya membuat penilaian. Ketika orang-orang percaya di Korintus gagal untuk mendisiplinkan orang yang tak bermoral dari persekutuan mereka, Paulus berkata bahwa dia sendiri telah menjatuhkan hukuman atas si pelanggar, dan bahwa gereja lebih baik mendisiplinkan dia , sehingga “rohnya (mungkin) diselamatkan “, pada hari Tuhan (I Korintus 5:5). Bagaimana mungkin gereja menjalankan otoritas seperti itu kecuali kepimpinananya membuat penilaian?

                Dalam pasal berikutnya, Paulus mengajarkan bahwa orang percaya tidak boleh membawa orang percaya lain ke pengadilan di hadapan hukum duniawi karena para pemimpin gereja itu sendiri yang harus menangani perselisihan semacam itu. Dia menulis, “Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang kusus akan menghakimi dunia? Dan jika penghakiman dunia berada dalam tangan kamu, tidakkah kamu sanggup untuk mengurus perkara-perkara yang tidak berarti? Tidak tahukah kamu, bahwa kita akan menghakimi malaikat-malaikat? Jadi apalagi perkara-perkara biasa dalam hidup kita sehari-hari” (1 Korintus 6:2-3). Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa mereka seharusnya malu karena mereka tidak dapat membuat penilaian yang bijaksana tentang hal-hal seperti itu.

                Lalu, apa maksud Yesus ketika Dia berkata, “Jangan menghakimi, atau kamu juga akan dihakimi” (Matius 7:1)? Singkatnya, Dia mengajarkan bahwa kita tidak boleh membuat penilaian seperti orang Farisi. Kita tidak boleh menjadi orang Farisi, yang suka menghakimi hal-hal yang salah, atau bahkan jika mereka membuat penilaian yang benar, tapi dengan alasan atau motif yang salah. Mereka menunjukkan nada “holier than thou” (“lebih suci darimu”) dalam segala hal yang mereka lakukan dan katakana. Kita dapat mengatakan bahwa Yesus sedang memperingatkan kita, “Jangan menjadi orang Farisi, tetapi buatlah penilaian yang benar”.

                Bagaimana kita bisa terhindar dari Farisi di satu sisi dan mudah tertipu di sisi lain? Bagaimana kita tahu apa yang harus diadili dan bagaimana penilaian harus dibuat? Apa parameter untuk membimbing kita? Ini adalah pertanyaan yang harus dijawab. Ingatlah bahwa kata hakim berarti melatih discernment; di lain waktu itu bisa berarti menjatuhkan hukuman; dan terkadang kedua ide itu ada secara bersama. Tetapi jelas Yesus tidak mengajarkan bahwa semua penilaian itu salah. Menghakimi, atau ketajaman menilai yang benar atau salah (discernment), terletak di jantung kehidupan Kristen.

 

Prinsip-Prinsip Penilaian Alkitabiah

                Tidak seorang pun dari kita membuat penilaian yang sempurna. Bahkan orang-orang saleh sering tidak setuju mengenai manfaat relative dari beberapa hal atau cara penilaian harus ditangani. Tetapi jika kita dapat menyutujui prinsip-prinsip berikut, kita memiliki dasar untuk menilai. Berikut adalah beberapa pedoman yang akan membantu kita membuat penilaian yang bijaksana.

1)      HUMILITY, NOT SUPERIORITY (Kerendahan hati, bukan superioritas)

Kita telah belajar bahwa orang-orang Farisi terlalu ingin menghakimi. Mereka memiliki semangat kritis dan ingin percaya yang terburuk tentang orang lain. Sayangnya,kita harus mengatakan bahwa mereka senang ketika mereka menemukan pelanggaran yang mereka cari. Seperti anak yang sulung dalam kisah Anak yang Hilang, orang yang merasa benar sendiri membenci anugerah Allah dan kehidupan orang-orang berdosa yang besar. Dia tidak bisa bersukacita atas berkat yang telah dicurahkan Bapa kepada orang-orang yang dia yakin pantas dihukum. Orang Farisi ingin memastikan bahwa setiap orang mengikuti aturan yang ditentukan, walaupun dia sendiri tidak melakukannya secara pribadi. Jika mereka tidak menurutinya, dia ingin mereka diadili dengan berat. Mari kita perhatikan ilustrasi humoris Yesus, “Mengapa engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimana engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu padahal ada balok di dalam matamu” (Matius 7:3-4). Sebagai metafora, mata mewakili jiwa, bagian dari kita yang “melihat”, secara spiritual, itu mengacu pada bagian dari kita yang bernalar, berperasaan, dan berkehendak. Beberapa ayat sebelumnya, Yesus berkata, “Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu” (Matius 6:22-23). Jelas, penting bagi kita untuk memiliki mata yang jernih, yaitu pikiran dan hati yang bebas dari kotoran.

                Jelas, Yesus bermaksud agar kita melihat humor di dalamnya. Visualisasikan seorang pria dengan balok di matanya berjalan melalui lobi gereja mencoba untuk menemukan seseorang dengan selumbar di matanya dan dia akan menghapuskannya! Gambaran orang seperti itu yang melihat ke cermin tetapi tidak dapat melihat balok di matanya karena dibutakan oleh balok tersebut, itu memang benar-benar lucu.

                Sekarang, tentu saja, jika orang itu benar-benar jujur, jika dia dimotivasi oleh keinginan yang tulus untuk menyenangkan Tuhan, maka dia akan sama menilai secara khusus tentang dirinya sendiri seperti dia menilai orang lain. Dia akan berusaha keras untuk melepaskan balok itu dari matanya sendiri lebih dahulu dan kemudian kalau dia menemukan selumbar pada mata orang lain barulah dia bisa memberi nasihat secara bijaksana.  Seperti yang dikatakan D. Martyn Lloyd-Jones, “Jika seorang mengklaim bahwa satu-satunya minatnya adalah pada kebenaran dan keadilan, dan sama sekali tidak pada personality, maka dia akan sama kritisnya terhadap dirinya sendiri seperti halnya terhadap orang lain”.

Berikut adalah prinsip dasar sifat manusia:

1.       Orangg sering melihat selumbar di mata orang lain dan,

2.       Mereka melihat balok-balok mereka sendiri sebagai selumbar.

 Beberapa orang hidup di dua dunia. Di dunia A, mereka mungkin adalah guru sekolah minggu, penatua, dan pemimpin Kristen yang terpercaya. Tetapi di dunia B, mereka mungkin melakukan perzinahan, kecanduan, atau gemar menghakimi orang lain. Terkadang mereka mencari kesalahan orang lain, berharap reputasi mereka sendiri akan meningkat dengan membanding-bandingkan. Orang seperti itu melihat selumbar pada orang lain justru karena dia mencoba membuktikan bahwa dia bisa “melihat”, meskipun balok itu ada di matanya sendiri. Dia percaya baloknya sangat tersembunyi sehingga tidak ada yang bisa melihatnya, dan fakta bahwa dia bisa “melihat” selumbar di mata orang lain membuktikan dia seperti itu.

                Dosa selalu mendistorsi persepsi kita. Ketika Nathan menghadap Daud dengan sebua cerita tentang seorang kaya yang telah mengambil seekor domba seorang miskin, Daud sangat marah dan berkata, “Demi Tuhan yang hidup orang yang melakukan itu harus dihukum mati. Dan anak domba betina itu harus dibayar gantinya empat kali lipat, karena ia telah melakukan hal itu dan oleh karena ia tidak kenal belas kasihan” (2 Samuel 12:5-6). Kemudian berkatalah Nathan kepada Daud: “Engkaulah orang itu” (ayat 7). Daud dapat melihat betapa jahatnya mencuri anak domba seorang miskin, tetapi dia tidak dapat melihat dosa lebih besar dari mencuri istri seorang pria dan kemudian membunuhnya untuk menutupinya. Meskipun buta terhadap dosanya sendiri, dia melihat dosa orang lain dengan jelas.

                Maksud Kristus: kita tidak berhak menghakimi orang lain sebelum kita rela mengakui telah mengeluarkan balok di mata kita sendiri. Mungkin salah satu masalah terbesar di gereja kita adalah bahwa kita tidak meratapi dosa pribadi kita sendiri. Kita berdosa tanpa brokenness, tanpa pengakuan penuh atas kesalahan kita di hadirat Allah. Kita pikir dosa kita dangkal, sehingga kita menghadapinya secara dangkal.

                Ketika kita memiliki keberanian untuk melihat diri kita sendiri di hadirat Tuhan, kita tidak akan pernah menghakimi orang lain dengan cara yang salah. Setelah mengeluarkan balok dari mata kita sendiri, sekarang kita akan melihat dengan jelas untuk menghilangkan selumbar dari mata saudara kita. Paulus menulis, “Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan” (Galatia 6:1).

                Semakin rendah hati kita, semakin banyak belas kasihan yang akan kita tunjukkan kepada orang lain. Mereka yang telah diberi belas kasihan harus menjalankan belas kasihan, mereka yang telah menerima anugerah harus mengundang orang lain untuk menerima anugerah yang besar.

 Decroly Sakul Juni 2021

Bersambung!

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar: