2)FACTS, NOT
PRESUMPTION (Fakta,
Bukan Anggapan)
Jika kita cepat menghakimi, kita
tidak akan membutuhkan banyak bukti untuk membentuk penilaian kita. Fragmen
informasi akan cukup bagi mereka yang telah mengambil keputusan tentang prilaku
dan keyakinan orang lain. Beberapa orang berpikir mereka memiliki hak untuk
“menghubungkan titik titik” (“connect the dots”) dan menarik kesimpulan
berdasarkan intuisi mereka sendiri , firasat, dan keinginan sebelumnya. Jika
mereka marah atau menikmati semangat kritis, mereka akan cenderung melompat ke
kesimpulan. Tidak heran kita membaca, “Jikalau seseorang memberi jawab sebelum
mendengar, itulah kebodohan dan kecelaannya” (Amsal 18:13).
Konteks, alasan dan motivasi – semua
ini masuk untuk membuat penilaian yang tepat. Jadi, alangkah tidak simetris
perspektifnya seseorang ketika ia hanya mendengar satu sisi cerita.
Sebagai
manusia, kita selalu terbatas dalam pengetahuan kita. Tidak mungkin bagi kita
untuk mengetahui segalanya tentang apa pun; dengan demikian kita mengakui bahwa
penilaian kita mungkin bisa salah. Tetapi kita harus berusaha melindungi
terhadap penilaian yang tergesa-gesa dengan melakukan penelitian, mengajukan
pertanyaan,dan memiliki saksi yang tepat. Ada alasan Paulus menulis kepada
Timotius, “Jangan engkau menerima tuduhan atas seorang penatua kecuali kalau
didukung dua atau tiga orang saksi” (1 Timotius 5:19).
Tentu
saja, hari ini, ajaran dari setidaknya beberapa guru palsu tersebar luas, dalam
buku, program televisi, dan pekabaran rohani. Namun, kita tidak boleh terburu-buru, tetapi meminta
Tuhan untuk membantu kita membuat penilaian yang bijak.
Kita
harus belajar bahwa kadang-kadang kita harus menahan penilaian. Kita tidak bisa
memberikan vonis pada setiap pengkotbah, setiap gerakan, dan setiap buku atau
film. Di mana kita kurang informasi, kita harus berhati-hati. Fakta, bukan
anggapan, harus membimbing kita.
3) WORDS AND
ACTIONS, NOT MOTIVES (kata-kata dan tindakan, bukan motif)
Hanya Tuhan yang tahu motif dari
hati. Kita mungkin melihat seorang pengkhotbah TV mendesak orang untuk
mengirimnya uang dan mungkin kita tidak mengenalnya cukup baik untuk membuat
penilaian seperti itu. Namun, apa yang dapat kita katakan adalah bahwa ia
mengikuti di jalan para nabi palsu yang telah cenderung pada penekanan pada
uang. “Dan karena serakahnya guru-guru palsu itu akan berusaha mencari untung
dari kamu dengan cerita-cerita isapan jempol mereka. Tetapi untuk perbuatan
mereka itu hukuman telah lama tersedia dan kebinasaan tidak akan tertunda” (2
Petrus 2:3). Kita diperintahkan untuk mengkritik doktrin, metode, dan gaya
hidup pria (atau wanita). Tapi kita tidak memenuhi syarat untuk menilai rahasia
dari jiwanya.
Setan
mengatakan bahwa Ayub melayani Tuhan karena apa yang bisa dia dapatkan sebagai
imbalan. Tetapi Iblis itu salah tentang motifnya Ayub; Ayub terus melayani
Tuhan ketika semuanya diambil darinya (lihat Ayub 1:9-11). Iblis keliru ketika
menilai motif, dan demikian juga
kita.
Paulus
berkata bahwa pendapat orang lain tidak begitu diperhatikannya;
“Bagiku
sedikit sekali artinya entahlah aku dihakimi oleh kamu atau oleh suatu
pengadilan manusia. Malahan
diriku sendiri pun tidak kuhakimi….
Karena
itu, janganlah menghakimi sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. Ia akan
menerangi, juga apa yang
tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa
yang
tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan
di
dalam hati. Maka tiap-tiap orang akan menerima pujian dari Allah” (1
Kor.4:3,5).
Kita diperintahkan untuk menilai
ajaran dan prilaku; kita diperintahkan untuk menilai kelakuan dan sikap
berdosa; tetapi motif milik Tuhan dan berada di luar jangkauan pengetahuan dan
yuridiksi kita.
Fakta
bahwa kita tidak dapat mengetahui motif orang lain seharusnya tidak
menghentikan kita untuk menilai motif kita sendiri. Kita harus bertanya:
“Mengapa kita khawatirkan membuat penilaian? Apa motif Anda untuk mengkritik
guru-guru palsu, entertainment, dan gaya hidup orang lain dan diri kita
sendiri? Mengapa kita mempelajari tentang bagaimana menilai atau menghakimi? Pertama,
motif kita harus menjaga diri kita dari kesalahan. Mengingat kata-kata Yesus
tentang selumbar dan balok, kita harus ingat bahwa mengambil balok dari mata kita sendiri harus menjadi prioritas
utama kita. Kita ingin tahu kebenaran karena kita ingin menjadi kudus jika
ingin menyenangkan Tuhan, dan kita ingin tahu pikiran-Nya mengenai apa yang
harus kita percayai dan bagaimana kita harus hidup. Semua penilaian (penghakiman)
dimulai dengan pengakuan yang tajam bahwa kita bertanggung jawab kepada Allah
untuk semua bakat dan harta kita dan, khususnya, gaya hidup dan nilai-nilai
kita. Kita ingin menjadi “Cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”
(Matius 10:16) karena kita sendiri akan dievaluasi oleh Tuhan kita.
Kedua, motif kita harus membimbing
orang lain, untuk memastikan bahwa mereka dipimpin di jalur keselamatan.
Penatua memiliki tanggung jawab khusus terhadap jemaat, Paulus mengatakan
kepada para penatua Efesus.
“Karena
itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan
Roh
Kudus menjadi penilik untuk mengembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya
dengan
darah
Anak-Nya sendiri. Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang
ganas akan masuk ke tengah-tengah
kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu. Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul
beberapa orang, yang dengan ajaran palsu mereka ber-
usaha
menarik murid-murid dari jalan yang benar dan supaya mengikuti mereka. Sebab
itu
berjaga-jagalah
dan ingatlah, bahwa aku tiga tahun lamanya, siang malam, dengan tiada
henti-hentinya
menasehati kamu masing-masing dengan mencucurkan air mata “
(Kisah
Para Rasul 20:28-31).
Jadi, meskipun kita tidak dapat
menilai motif orang lain, mari kita minta Tuhan untuk menilai motif batin kita
sendiri. Mari kita pastikan bahwa kita selalu menilai dengan anugerah dan belas
kasihan; janganlah kita senang menemukan kesalahan orang lain. Setiap situasi
dan orang harus diperlakukan secara berbeda. “Tunjukkan belas kasihan kepada
mereka yang ragu-ragu, selamatkanlah mereka dengan jalan merampas mereka dari
api. Tetapi tunjukkanlah belas kasihan yang disertai ketakutan kepada
orang-orang lain juga, dan bencilah pakaian mereka yang dicemarkan oleh
keinginan-keinginan dosa” (Yudas 22-23).
Mari
kita coba membatasi penilaian kita terhadap kata-kata dan tindakan orang lain dan tidak menuduh motif mereka.
4) BIBLICAL ISSUES, NOT PREFERENCES
(isu-isu Alkitab, bukan preferensi)
Beberapa hal selalu benar. Kita
harus selalu saling mencintai; kita harus selalu membenci apa yang jahat; kita harus berbuat baik untuk semua orang. Di
sisi lain, beberapa hal selalu salah; selalu salah untuk membenci, selalu salah
untuk mencintai kejahatan atau berzina. Tetapi ada beberapa hal yang terletak
di antara bidang yang didefinisikan dengan jelas. Beberapa hal menjadi baik
atau jahat tergantung pada konteks, motif kita, dan siapa yang terkena dampak
dari apa yang kita lakukan.
Ketika
kontroversi makan daging memecah belah komunitas Kristen, Paulus memberikan
beberapa prinsip penting untuk membantu menjaga rekonsiliasi. Dia menulis bahwa
beberapa orang Kristen boleh makan daging, yang lainnya hanya sayuran, tetapi
kedua kelompok harus saling menerima. Dia menulis, “Terimalah orang yang lemah
imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya” (Roma 14:1). Kemudian dia
menambahkan, “Siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi hamba orang lain?”
Entahlah ia berdiri, entahkah ia jatuh, itu adalah urusan tuannya sendiri”
(Roma 14:4).
Intinya:
Kita tidak berhak menghakimi orang lain dalam masalah hati nurani di mana ada
kebebasan memilih prilaku atau kepercayaan. Beberapa hal mungkin tidak diperbolehkan
bagi saya tetapi mungkin diperbolehkan bagi Anda, dan sebaliknya. Mungkin
seorang Kristen memiliki kebebasan untuk minum anggur, padahal itu akan
melanggar hati nurani orang lain. Kemudian, sekali lagi, bahkan seorang Kristen
yang memiliki kebebasan mungkin memilih untuk tidak menggunakannya karena itu
menjadi batu sandungan bagi yang lain.
Ketika
kita menilai, kita harus dapat menunjuk pada sebuah ayat Kitab Suci atau
prinsip alkitabiah yang mendasari pendapat kita. Pada akhirnya, kita sangat
memperhatikan tentang apa yang telah Tuhan ungkapkan, bukan tentang preferensi
dan keyakinan pribadi kita. Itu berarti bahwa kita tidak akan selalu setuju
dengan orang Kristen lain tentang di mana garis batas harus ditarik. Terkadang
kita akan merasa hampir tidak mungkin untuk memisahkan diri dari budaya, latar
belakang, atau tempramen kita. Dan bahkan jika kita bisa mengelola kemampuan
untuk tidak terpengaruh dengan hal-hal tersebut., kita masih akan menemukan
bahwa sebagai manusia kita akan mengalami ketidakkesepakatan dalam
bidang-bidang tertentu.
Tetapi
jangan biarkan hal ini menghalangi kita untuk membuat penilaian alkitabiah yang
diperlukan di hari ketika ketajaman untuk membedakan difitnah sebagai musuh
dari kasih. Kita mungkin tidak setuju pada detailnya, tetapi Alkitab tentu saja
cukup jelas untuk membantu kita tetap berada dalam parameter yang diatur secara
ilahi. Kita juga tidak boleh mundur dari ketajaman untuk membedakan yang baik
dan yang jahat (discernment), meskipun kita tahu bahwa hanya Tuhan yang tahu
semua faktanya.
Ketika
kita membuat penilaian, kita harus bertanya:
·
Kebenaran
alkitabiah apa yang sedang disangkal?
·
Kebenaran
apa yang digantikan?
·
Kebenaran
apa yang diabaikan?
·
Kebenaran
apa yang tidak seimbang?
5) TEMPORAL, NOT ETERNAL JUDGMENTS (Penghakiman sementara, bukan
abadi)
Kita telah belajar bahwa orang
Farisi tidak hanya menghakimi hal-hal yang salah tetapi bertindak seolah-olah
mereka memiliki hak untuk membuat penghakiman akhir. Tapi hak prerogative
seperti itu hanya milik Tuhan. Kita memiliki kekuasaan untuk menghakimi, tetapi
kita tidak memiliki kekuasaan untuk mengutuk; kita punya hak untuk
memperingatkan tapi tidak punya hak untuk menghina.
Mari
kita kembali ke kata-kata Yesus. Dia berkata: “Jangan kamu menghakimi, supaya
kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk
menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan
diukurkan kepadamu” (Matius 7:1-2).
Apa hubungan antara penghukuman kita
dan bagaimana kita pada gilirannya akan diadili? Yesus berkata bahwa ukuran
yang kita gunakan untuk orang lainakan menjadi ukuran yang digunakan untuk
mengukur kita.
Ungkapan
ini dapat ditafsirkan dalam dua cara. Ini bisa berarti bahwa jika Anda menghakimi
orang lain, mereka akan menghakimi Anda dengan ukuran Anda sendiri. Dengan kata
lain, Anda akan diperlakukan sebagaimana Anda memperlakukan orang lain. Ada
beberapa kebenaran dalam hal ini, karena kita semua tahu bahwa orang yang kasar
dan suka menghakimi biasanya dihakimi lebih kasar oleh orang lain. Ketika orang
yang menghakimi itu tersandung, kita ingin memastikan bahwa dia mendapatkan
“apa yang akan terjadi padanya”. Seseorang yang biasanya keras dan mengutuk
ketika seorang saudaranya jatuh ke dalam perbuatan amoral, menemukan bahwa dia,
pada gilirannya, menerima penghakiman yang lebih keras ketika dia melakukan
dosa yang sama.
Namun
Yesus mungkin memiliki arti lain dalam pikiran-Nya. Banyak komentator percaya
Dia bermaksud bahwa jika Anda menghakimi orang lain dengan standar yang ketat,
Anda akan dihakimi lebih ketat oleh Tuhan. Kita memiliki contoh penghakiman
seperti itu dalam Perjanjian Baru. Paulus memperingatkan orang-orang yang tidak
layak ketika berpartisipasi dalam Komuni
bahwa mereka harus menilai diri mereka sendiri dalam hal ini. “Kalau kita
menguji diri kita sendiri, hukuman tidak menimpa kita. Tetapi kalau kita
menerima dari Tuhan, kita dididik, supaya kita tidak akan dihukum bersama-sama
dengan dunia” (1 Korintus 11:31-32). Beberapa , yang tidak menghakimi diri
mereka sendiri, mati di bawah tangan dari pendisiplinan Tuhan.
Atau
pertimbangkan kata-kata ini: “Karena itu, hai manusia, siapa pun juga engkau,
yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam
menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang
menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama” (Roma 2:1). Orang –orang
seperti itu membuktikan dengan penilaian mereka sendiri bahwa mereka tahu apa
yang benar, tetapi karena mereka tidak lebih baik, mereka mengutuk diri mereka
sendiri. D. Marty Lloyd-Jones mengatakan “Jika kita duduk sebagai yang berotoritas dalam menghakimi orang lain, kita tidak punya hak untuk mengeluh
jika kita dihakimi dengan standar itu. Itu cukup wajar, cukup adil, dan kita
tidak punya alasa apa pun untuk mengeluh”.
Orang
Farisi menilai orang dari hal-hal external, dan mereka pikir mereka berhak
untuk menghukum orang lain dalam penghakiman terakhir. Dan lebih buruk, mereka
menghakimi orang lain untuk hal-hal yang mereka sendiri lakukan. Mereka yang
cepat menghakimi akan dihakimi lebih ketat oleh Tuhan.
THE BOTTOM LINE
Tidak
heran jika subyek penghakiman penuh dengan tantangan.
Di satu sisi adalah orang-orang yang suka menghakimi, cepat mengutuk dan kurang
belas kasihan; di sisi lain adalah orang-orang
yang “live and let live” (memutuskan tidak melakukan apa-apa), yang
bertindak seolah-olah tidak ada yang berarti bagi Tuhan.
Tidak
semua orang dengan balok di matanya mencari selumbar di mata orang lain.
Beberapa orang mentolerir “balok mereka sendiri dan senang
untuk mentolerir “selumbar” dan “balok” di mata orang lain. Agar
konsisten, mereka tidak menghakimi diri mereka sendiri maupun orang lain.
Kemampuan
untuk membuat penilaian terletak di jantung kehidupan Kristen. Kecuali kita
mampu menilai doktrin dan gaya hidup , jika kita tidak dapat membedakan antara
penampilan luar dan karakter batin, kita mungkin akan kehilangan tujuan yang
Tuhan menempatkan kita di bumi ini.
Kita
tidak menuntut kesempurnaan. Kita tidak mengklaim bahwa kita berada di atas
mereka yang kita nilai. Namun, kita menegaskan bahwa kita diperintahkan untuk
mempelajari Alkitab untuk menemukan kebenaran tentang dua kebenaran sederhana: Apa yang Tuhan ingin kita percayai dan bagaimana Dia ingin kita menjalani
kehidupan? Kita menegaskan bahwa kita memiliki tanggung jawab untuk hidup
dengan kebenaran-kebenaran ini dan mendorong orang lain untuk melakukan hal
yang sama.
Ketajaman
untuk membedakan yang benar dan yang salah menentukan nasib kita.
Decroly Sakul Juni 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar