Arsip Blog

Kamis, 31 Maret 2022

KNOW YOURSELF THAT YOU MAY KNOW GOD

                                 

 Menjadi Diri Sejati Anda

                Kesadaran akan diri Anda dan hubungan Anda dengan Tuhan sangat terkait. Pada kenyataannya, tantangan melepaskan manusia lama yang salah untuk mengenakan hidup baru yang benar dan otentik mengena tepat pada inti dari spiritualitas yang benar.

                Rasul Paulus menyatakan ini, “Harus menanggalkan manusia lama…….dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya” (Efesus 4:22, 24).

                Agustinus menulis dalam Confession, “Bagaimana kamu bisa mendekat kepada Tuhan ketika kamu jauh dari dirimu sendiri?

Dia berdoa: “Tuhan, karuniakanlah agar saya bisa mengenal diri saya sehingga saya boleh mengenal Engkau”.

                Meister Eckhart, seorang penulis Dominikan dari abad ketiga belas, menulis, “Tidak ada yang bisa mengenal Tuhan yang tidak lebih dulu mengenal dirinya sendiri”.

                St. Teresa of Avila menulis dalam The Way of Perfection: “Hampir semua masalah dalam kehidupan spiritual berasal dari kurangnya pengetahuan diri (self-knowledge).

                John Calvin menulis dalam pembukaan bukunya Institutes of The Christian Religion: “Kebijaksanaan kita ….. hampir seluruhnya terdiri dari dua bagian: Pengetahuan tentang Tuhan dan tentang diri kita sendiri. Tetapi karena ada yang terhubung bersama oleh banyak ikatan, tidak mudah untuk menentukan yang mana dari antara keduanya yang mendahului dan melahirkan yang lain”.

                Sebagian besar dari kita pergi ke kuburan tanpa mengetahui siapa kita. Kita secara tidak sadar menjalani kehidupan kehidupan orang lain, atau setidaknya harapan orang lain untuk kita. Ini benar-benar membahayakan diri kita sendiri, hubungan kita dengan Tuhan, dan akhirnya dengan orang lain.

                                                          I AM A CREATURE

                Ketika kita mulai menjawab pertanyaan, “Siapa saya ?”, kita perlu mulai dengan kebenaran yang paling dasar tentang kita. Kita adalah mahluk yang dicipta. “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah dicipkan-Nya dia; laki_laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kejadian 1: 27). Walaupun dicipta menurut gambar Allah yang meletakkan kita pad taraf yang sama sekali berbeda dari setiap binatang, kita tetap mahluk ciptaan. Inilah yang membuat kita bergantung pada Allah maupun bertanggung jawab pada-Nya ( dependent upon God and accountable to God ).

UTTERLY DEPENDENT

Satu dari kebenaran-kebenaran yang paling dasar tentang semua mahluk ciptaan adalah bahwa kita bergantung pada Allah. Mazmur 145: 15-16 berkata, “Mata sekalian orang menantikan Engkau, dan Engkau pun memberi mereka makanan pada waktunya; Engkau yang membuka tangan-Mu dan yang berkenan mengenyangkan segala yang hidup.” Bagian ini menunjuk terutama sekali pada dunia binatang, tetapi prinsip dari ketergantungan itu berlaku bagi manusia juga.

                FOOD

Dalam banyak hal, kita bersama-sama dengan dunia binatang mempunyai ketergantungan. Tetapi paling kurang ada satu perbedaan yang penting. Allah mentakdirkan bahwa kita umat manusia harus bekerja untuk menghasikan makanan kita (lihat Kejadian 2:15), dan bahayanya di dalam pekerjaan itu juga kita dapat menghasilkan suatu perasaan kemerdekaan dari Allah. Kita mulai berpikir bahwa kebutuhan pokok kita dipenuhi semata-mata melalui kerja keras kita sendiri atau melalui kelihayan usaha kita, yang memberikan kita uang untuk membeli makannan. Allah secara khusus memperingati bangsa Israel dari bahaya ini ketika Ia berkata, “Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allah-mu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini” (Ulangan 8:17-18).

                LIFE AND BREATH

Kita mempunyai suatu kebutuhan lebih mendasar daripada makanan; kita bergantung pada Allah untuk kehidupan itu juga, bahkan nafas kita. Kisah Para Rasul 17:25 berkata, “Dan juga tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang.” Setiap nafas yang kita nafaskan adalah suatu pemberiaan. Dan kehidupan setiap hari adalah juga suatu pemberian dari Dia. Seperti Daud berkata, “Masa hidupku ada dalam tangan-Mu” (Mazmur 31:16).

                PLANS

Kita bergantung pada Allah untuk pelaksanaan rencana-rencana kita. Setiap orang membuat rencana. Sesunguhnya kehidupan akan menjadi lebih semrawut tanpa rencana. Dan kita menduga kita akan selalu bisa melaksanakan rencana-rencana itu. Tetapi Yakobus berkata bahwa ini tidak demikian. Sebaliknya ia mengatakan, “Jadilah sekarang, hai kamu yang berkata: “Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan disana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung,” sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap” (Yakobus 4:13-14).

                ABILITIES

Kita bergantung pada Allah untuk kemampuan-kemampuan kita, pemberian-pemberian rohani kita, dan talenta kita. Rasul Paulus mengatakan di 1 Korintus 4:7, “Apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?”

                Dengan jelas, budaya yang lebih luas yang di dalamnya kita hidup sekarang ini gagal mengenal bahwa kita bergantung pada Allah untuk segala hal. Sering sekali budaya itu menolak gagasan tersebut secara total. Dan selama pengaruh dari budaya hampir tak terelakkan merembes pikiran kita sebagai orang Kristen, kita bisa mulai melupakan bahwa kita bergantung penuh pada Allah untuk setiap aspek dari kehidupan kita. Untuk lebih menguraikan kebergantungan kita dihadapan Allah, kita bisa melihat ketergantungan kita menjadi dua katagori yang umum: physical fragility and spiritual vulnerability

                PHYSICALLY FRAGILE (Jasmani yang rapuh)

Sebagai mahluk ciptaan yang bergantung, kita adalah jasmani yang rapuh- mudah tertimpah penyakit, kecelakaan dan segala macam hal. Kita adalah rapuh.

Amsal 27:1 mengatakan: “Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu.” Untuk hal itu kita bahkan tidak tahu apa yang akan terjadi satu jam berikut. Oleh karena itu kita perlu mengenal betapa rapuhnya kita, dan sebagai akibat kita menjadi sadar akan kebergantungan kita kepada Allah.

                SPIRITUALLY VULNERABLE (Rentan secara spiritual)

Sebagai mahluk ciptaan yang bergantung, kita adalah juga rentan secara spiritual. Kita mempunyai tiga musuh: dunia, iblis dan kedangingan kita yang berdosa. DUNIA – keseluruhan umat manusia yang beroposisi kepada Allah – berusaha dengan tak henti-hentinya untuk mempengaruhi kita mengikuti standard dan nilai-nilainya. IBLIS datang kepada kita dengan menyamar dirinya sebagai seorang malaikat terang (2 Korintus 11:14) berusaha menebarkan keraguan di pikiran kita mengenai kasih dan kesetiaan Allah terhadap kita. Dan kemudian, yang terjelek dari semuanya, kita mempunyai kedagingan yang berdosa yang terus menerus berusaha keras melawan Roh yang berdiam di dalam kita.

                Di dalam bidang spionase ada seorang yang sering disebut seekor tikus mondok ( a mole ). Khususnya, a mole bekerja di dalam suatu pemerintah, bercampur ke dalam yang kelihatannya sebagai suatu “tim bermain”, padahal ia (laki atau perempuan) nyatanya sedang mengabdi sebagai mata-mata dari suatu pemerintah yang berlawanan. Orang ini sebenarnya adalah seorang penghianat, pada semua penampilannya yang kelihatannya bekerja untuk suatu pemerintah, tetapi sesunguhnya dia bekerja untuk pemerintah yang lain.

                Dalam banyak cara, kedagingan kita yang berdosa bertindak seperti a mole. Itu secara terus menerus memberi diri pada pikatan-pikatan dari dunia dan bujukan-bujukan dari Iblis, dan dengan tak henti-hentinya bekerjasama dengan mereka. Oleh karena itu kita sangat rentan secara rohani.

                Setelah kita mengerti akan keadaan kita yang rapuh secara jasmani dan rentan secara spiritual seharusnya membuat kita lebih sadar akan kebergantungan kepada Tuhan.

 MORALLY ACCOUNTABLE

Umat manusia adalah berbeda dari ciptaan yang lain yang di dalamnya Allah menciptakan kita dalam gambar-Nya. Pusat di antara semua hal yang mungkin termasuk dalam kebenaran itu adalah fakta bahwa kita memiliki dimensi moral; kita mempunyai kemampuan untuk mengetahui yang benar dari yang salah, dan kemampuan untuk patuh atau tidak patuh pada Allah. Ini berarti bahwa sebagai ciptaan yang bermoral kita adalah bertanggung jawab kepada Tuhan. Allah menekankan tanggung jawab ini pada mausia pertama, Adam. Kejadian 2:16-17 mengatakan, “Lalu Tuhan Allah memberi perintah ini kepada manusia: “ semua pohon di taman ini boleh kau makan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, jangan kau makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” Dengan perintah itu, Allah membuat Adam dan Hawa bertanggung jawab.

                Tema dari pertanggungjawaban ini berlangsung di seluruh Alkitab. Di dalam Kejadian 4, Allah menganggap Kain bertanggung jawab atas pembunuhan adiknya. Di dalam Keluaran 20, Allah memberikan Israel 10 Perintah Allah, dengan jelas menyatakan secara tidak langsung pertanggungjawaban atas ketaatan. Di dalam Mazmur 119:4 mengatakan: “Engkau sendiri telah menyampaikan titah-titah-Mu, supaya dipegang sungguh-sungguh.” Paulus berkata, Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah” (Roma 14:12). Akhirnya, pada akhir zaman, orang mati akan dihakimi masing-masing menurut perbuatannya (Wahyu 20:13). Oleh karena itu dari penciptaan Adam sampai akhir zaman Allah menganggap umat manusia bertanggung jawab pada-Nya untuk mentaati perintah-perintah-Nya. Inilah apa artinya menjadi bertanggung jawab secara moral.

                Tetapi sebagaimana kita condong melalaikan atau bahkan menolak realitas dari kebergantungan kita secara total kepada Allah, demikian juga kita sering sekali lalai atau menolak pertanggungjawaban kita pada Dia.

 

APLICATION

                Aplikasi apa yang harus kita buat dari kebenaran bahwa kita bergantung dan bertanggung jawab?

HUMILITY (Kerendahan hati)

Pertama, realisasi ini harus menghasilkan kerendahan hati. Mengetahui bahwa saya bergantung secara mutlak kepada Allah untuk setiap nafas dan setiap butir dari makanan; mengerti bahwa saya bertanggung jawab kepada Allah untuk setiap pikiran, setiap kata, dan setiap tindakan; dan menyadari begitu seringnya saya gagal memuliakan Allah dalam cara-cara ini – ini semua harus menghasilkan kesadaran akan kerendahan hati yang dalam dan tak kunjung hilang.

GRATITUDE (Terimakasih)

Kedua, realisasi ini juga menghasilkan terimakasih yang dalam. Segala sesuatu yang baik di dalam saya atau sekitar saya, apakah rohani atau materi, adalah suatu pemberian dari Allah. Lebih penting lagi sebagai orang yang telah percaya pada Kristus sebagai Penyelamat saya, saya tahu bahwa Ia telah menanggung pertanggunganjawaban atas semua dosa-dosa saya pada diri-Nya dan telah membayar pinalti (hukuman) secara penuh untuk setiap perbuatan ketidaktaatan saya.

 

 Decroly Sakul Juni 2021

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar: