Arsip Blog

Kamis, 31 Maret 2022

LAMPIRAN (1 YOHANES 1:1-3 )

                                                       

 

                Bayangkan 1 Yohanes 1:1-3 sebagai adegan ruang sidang.

Sebagai tergugat, Yohanes mengambil sikap untuk diintrogasi.

Jaksa penuntut bertanya, “Anda mengklaim bahwa Yesus adalah manusia sejati. Apakah itu benar?”

“Ya, saya menegaskan Yesus historis”, jawab Yohanes.

Apakah ada saksi lain untuk memvalidasi klaim Anda?”

“Tentu saja”, Johanes tersenyum “Ada sepuluh lebih dari dua” (Lihat Ulangan 19:15; Matius 18:16). Segera rasul-rasul yang lain mengambil tempat untuk memberikan kesaksian.

Apakah ada di antara kalian yang mendengarkan yang Yesus ajarkan?”

Mereka semua menganggukkan kepala mereka. Yakobus berkata, “Aku duduk dalam kotbah-Nya di bukit, perumpamaan-Nya tentang kerajaan, kotbah-Nya dibukit Zaitun,…..”    Simon orang Selot dengan bersemangat menyela, “Dan aku mendengar Dia berkata tentang ahli-ahli Taurat, “Celakalah kamu ahli-ahli Taurat, sebab kamu telah mengambil kunci pengetahuan; kamu sendiri tidak masuk ke dalam dan orang yang berusaha untuk masuk ke dalam kamu halang-halangi” (Lukas 11:52). Matius menyindir, “Tentu, tetapi aku mendengar kecaman Dia kepada ahli Taurat dan orang Farisi”. Benar-benar kotbah-Nya!”.

“Pengacara itu menggelengkan kepalanya dengan cemas” cukup! Mari kita tingkatkan taruhannya, oke? Dia melanjutkan, “Tetapi siapa yang telah melihat Dia? Apakah ada di antara kamu yang melihat Yesus dalam daging?”

“Semua menganggukkan lagi” Saya melihat Dia mencelikkan mata orang buta”, kata Bartolomew. “Saya melihat Dia membalikkan meja di bait suci”, tambah Andreas. Oh, ya, “Filipus menyela, aku melihat Dia mengubah air menjadi anggur!”

Pada poin ini, jaksa penuntut membolak-balikkan dokumen, duduk dan berkata “Tidak ada pertanyaan lagi, yang Mulia”.

                Kemudian pengacara para rasul, bernama Barrister Paraclete berjalan ke arah saksi, melipat tangannya; mengedipkan mata, dan memulai pemeriksaan silang (cross-examination): “Saya hanya punya satu pertanyaan. Kita telah mendengar kesaksian tentang pendengaran. Tapi jujur saja: kita semua mengetahui bahwa mendengar bukanlah pengertian yang paling pasti. Kita juga telah mendengar kesaksian tentang melihat, tetapi sekali lagi, meskipun lebih menyakinkan, itu tidak cukup untuk meyakinkan saya. Pertanyaan saya adalah ini: “Apakah ada di antara kalian yang menyentuh (touch) Yesus dari Nasaret ini?” Para bidat di balkon, bergidik.

Yakobus anak Alfeus berkata, “Dia membasuh kakiku”. Matius dan Tadeus berkata serempak, “Aku juga”. Mereka semua berkata, “Aku juga”. Petrus berkata, “Saya menyentuh tangan-Nya ketika Dia menarik saya keluar dari badai laut”. Yohanes berkata, “Aku menyandarkan kepalaku di dada-Nya pada Perjamuan Terakhir”. Kemudian Thomas bergerak ke microfon. Penonton bergumam pelan, “Thomas si peragu, Thomas si peragu, Thomas si peragu”.

Thomas mulai dengan “Tubuh kebangkitan Yesus”. Ruang sidang menjadi tenang. “Dan …aku juga”

                Dia kemudian menceritakan kembali kisah dramatis tersebut (Yohanes 20:24-28). ‘Ketika

                yang  lain berkata kepadaku, ‘ kami telah melihat Tuhan’, aku berkata kepada mereka,

                ‘Kecuali aku melihat di tangan-Nya tanda paku dan meletakkan jariku ke dalam tanda paku,

                dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya!

                Kamu tahu, saya tidak hanya ingin melihat dan mendengar, tetapi juga menyentuh,

                mencucukkan  jariku ke dalam lambung Kristus. Nah, apa yang terjadi? Saya mendapatkan

                keinginan saya. Delapan hari kemudian, Yesus menampakkan diri kepada kami. Dia berdiri di

                antara kami dan berkata, “Damai sejahtera bagi kamu!” Kemudian Dia mendekati saya dan

                berkata, “Thomas, tarulah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkan tanganmu dan

                cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percaya.”

                Saya memenuhi permintaan Yesus dan menaruh jari saya ke bekas luka-Nya, dan tentu saja,  saya tidak ragu lagi. Keragu-raguan saya berubah menjadi haleluya. Saya menyatakan , ‘Ya, Tuhanku dan Allahku!’

                Yang mulia, ibu-ibu dan bapak-bapak juri – bersama dengan rekan-rekan rasul, saya adalah saksi mata, telinga, dan tangan bahwa Tuhan yang kekal dan transenden menjadi imanen dan nyata!

                “Saya tidak punya pertanyaan lebih lanjut”, Paraclete menyimpulkan.

Ruang sidang menjadi ramai. Hakim memukul palu! Dia memukul palu sekali lagi. Putusan jelas. Sorakan kemenangan apostolic menggema di seluruh ruangan.

 

SATU CERITA PERUMPAMAAN

                Ada seorang kaya yang mempunyai art-gallery yang besar. Orang kaya ini menyimpan banyak sekali koleksi lukisan yang mahal. Dia juga mempunyai seorang anak lelaki yang baik hati. Anak orang kaya ini selalu keluar bermain dengan seorang pengemis yang sebaya dengannya. Mereka berdua sangat akrab dan setiap hari anak orang kaya ini mendatangi si pengemis. Pada suatu hari  si pengemis tidak berjumpa dengan anak orang kaya itu. Beberapa hari kemudian tetap saja anak orang kaya ini tidak muncul-muncul, akhirnya terdengar kabar anak ini sudah meninggal. Maka si pengemis sangat bersedih hati dan dia mencoba menuangkan perasaannya dengan melukiskan wajah anak orang kaya itu, lalu ia membawanya ke rumah orang kaya itu dengan maksud menyerahkan lukisannya langsung ke bapak dari anak yang meninggal itu. Si pengemis hanya bertemu dengan penjaga rumah dan menyerahkan lukisannya dan mengharapkan dia menyerahkan ke bapak yang kaya itu dengan pesan singkat: “Anak bapak sangat baik kepada saya, oleh karena itu saya coba melukiskan wajahnya dan memberikan kepada bapak”. Akhirnya penjaga rumah menyerahkan lukisan dan pesan si pengemis kepada bapak orang kaya itu. Tidak terjadi sesuatu yang berarti. Dengan berjalannya waktu, si pengemis mendengar kabar bahwa orang kaya itu juga meninggal dan akan diadakan lelang koleksi lukisan-lukisannya. Maka pada hari berlangsungnya lelang, si pengemis datang ikut menyaksikan dan banyak sekali orang-orang berduit ikut hadir untuk membeli lukisan-lukisan yang mahal. Pembawa acara segera memulai acara pelelangan dengan mengatakan: “Ada satu syarat yaitu sebelum lukisan-lukisan yang mahal ditawarkan, ada satu lukisan yang harus ditawarkan lebih dahulu dan ternyata lukisan itu adalah lukisannya si pengemis. Karena lukisannya jelek dibanding dengan lukisan yang lain, maka tidak ada orang yang mau menawar, tapi akhirnya si pengemis mengambil beberapa koin dari sakunya dan menawar lukisan itu. Pembawa acara mengetok palu dan menyerahkan lukisan itu ke si pengemis.

                Kemudian si pembawa acara berkata lagi: “Masih ada satu syarat lagi yaitu barangsiapa yang membeli lukisan wajah anak yang pertama tadi berhak memperoleh semua lukisan yang ada”.

                Perumpamaan ini mau mengatakan kepada kita bahwa barangsiapa yang memiliki Anak yaitu Yesus Kristus akan memiliki hidup dan juga bagian dari arti dalam kehidupan.

 

                “Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak ia tidak

                memiliki  hidup” (1 Yohanes 5:12).

Decroly Sakul - Mei 2021

                

Tidak ada komentar: