Bayangkan
1 Yohanes 1:1-3 sebagai adegan ruang sidang.
Sebagai tergugat, Yohanes mengambil
sikap untuk diintrogasi.
Jaksa penuntut bertanya, “Anda mengklaim bahwa Yesus adalah manusia
sejati. Apakah itu benar?”
“Ya, saya menegaskan Yesus
historis”, jawab Yohanes.
Apakah ada saksi lain untuk memvalidasi klaim Anda?”
“Tentu saja”, Johanes tersenyum “Ada
sepuluh lebih dari dua” (Lihat Ulangan 19:15; Matius 18:16). Segera rasul-rasul
yang lain mengambil tempat untuk memberikan kesaksian.
Apakah ada di antara kalian yang mendengarkan yang Yesus ajarkan?”
Mereka semua menganggukkan kepala
mereka. Yakobus berkata, “Aku duduk dalam kotbah-Nya di bukit, perumpamaan-Nya
tentang kerajaan, kotbah-Nya dibukit Zaitun,…..” Simon orang Selot dengan bersemangat
menyela, “Dan aku mendengar Dia berkata tentang ahli-ahli Taurat, “Celakalah
kamu ahli-ahli Taurat, sebab kamu telah mengambil kunci pengetahuan; kamu
sendiri tidak masuk ke dalam dan orang yang berusaha untuk masuk ke dalam kamu
halang-halangi” (Lukas 11:52). Matius menyindir, “Tentu, tetapi aku mendengar
kecaman Dia kepada ahli Taurat dan orang Farisi”. Benar-benar kotbah-Nya!”.
“Pengacara itu menggelengkan kepalanya dengan cemas” cukup! Mari kita
tingkatkan taruhannya, oke? Dia melanjutkan, “Tetapi siapa yang telah melihat
Dia? Apakah ada di antara kamu yang melihat Yesus dalam daging?”
“Semua menganggukkan lagi” Saya
melihat Dia mencelikkan mata orang buta”, kata Bartolomew. “Saya melihat Dia
membalikkan meja di bait suci”, tambah Andreas. Oh, ya, “Filipus menyela, aku
melihat Dia mengubah air menjadi anggur!”
Pada poin ini, jaksa penuntut membolak-balikkan dokumen, duduk dan
berkata “Tidak ada pertanyaan lagi, yang Mulia”.
Kemudian
pengacara para rasul, bernama Barrister Paraclete berjalan ke arah saksi,
melipat tangannya; mengedipkan mata, dan memulai pemeriksaan silang
(cross-examination): “Saya hanya punya satu pertanyaan. Kita telah mendengar
kesaksian tentang pendengaran. Tapi jujur saja: kita semua mengetahui bahwa
mendengar bukanlah pengertian yang paling pasti. Kita juga telah mendengar
kesaksian tentang melihat, tetapi sekali lagi, meskipun lebih menyakinkan, itu
tidak cukup untuk meyakinkan saya. Pertanyaan saya adalah ini: “Apakah ada di
antara kalian yang menyentuh (touch) Yesus dari Nasaret ini?” Para bidat di
balkon, bergidik.
Yakobus anak Alfeus berkata, “Dia
membasuh kakiku”. Matius dan Tadeus berkata serempak, “Aku juga”. Mereka semua
berkata, “Aku juga”. Petrus berkata, “Saya menyentuh tangan-Nya ketika Dia
menarik saya keluar dari badai laut”. Yohanes berkata, “Aku menyandarkan
kepalaku di dada-Nya pada Perjamuan Terakhir”. Kemudian Thomas bergerak ke
microfon. Penonton bergumam pelan, “Thomas si peragu, Thomas si peragu, Thomas
si peragu”.
Thomas mulai dengan “Tubuh
kebangkitan Yesus”. Ruang sidang menjadi tenang. “Dan …aku juga”
Dia
kemudian menceritakan kembali kisah dramatis tersebut (Yohanes 20:24-28).
‘Ketika
yang lain berkata kepadaku, ‘ kami telah melihat
Tuhan’, aku berkata kepada mereka,
‘Kecuali
aku melihat di tangan-Nya tanda paku dan meletakkan jariku ke dalam tanda paku,
dan
mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya!
Kamu
tahu, saya tidak hanya ingin melihat dan mendengar, tetapi juga menyentuh,
mencucukkan jariku ke dalam lambung Kristus. Nah, apa
yang terjadi? Saya mendapatkan
keinginan
saya. Delapan hari kemudian, Yesus menampakkan diri kepada kami. Dia berdiri di
antara
kami dan berkata, “Damai sejahtera bagi kamu!” Kemudian Dia mendekati saya dan
berkata,
“Thomas, tarulah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkan tanganmu dan
cucukkan
ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percaya.”
Saya memenuhi permintaan Yesus
dan menaruh jari saya ke bekas luka-Nya, dan tentu saja, saya tidak ragu lagi. Keragu-raguan saya
berubah menjadi haleluya. Saya menyatakan , ‘Ya, Tuhanku dan Allahku!’
Yang
mulia, ibu-ibu dan bapak-bapak juri – bersama dengan rekan-rekan rasul, saya
adalah saksi mata, telinga, dan tangan bahwa Tuhan yang kekal dan transenden
menjadi imanen dan nyata!
“Saya
tidak punya pertanyaan lebih lanjut”, Paraclete menyimpulkan.
Ruang sidang menjadi ramai. Hakim
memukul palu! Dia memukul palu sekali lagi. Putusan jelas. Sorakan kemenangan
apostolic menggema di seluruh ruangan.
SATU CERITA PERUMPAMAAN
Ada
seorang kaya yang mempunyai art-gallery yang besar. Orang kaya ini menyimpan
banyak sekali koleksi lukisan yang mahal. Dia juga mempunyai seorang anak
lelaki yang baik hati. Anak orang kaya ini selalu keluar bermain dengan seorang
pengemis yang sebaya dengannya. Mereka berdua sangat akrab dan setiap hari anak
orang kaya ini mendatangi si pengemis. Pada suatu hari si pengemis tidak berjumpa dengan anak orang
kaya itu. Beberapa hari kemudian tetap saja anak orang kaya ini tidak
muncul-muncul, akhirnya terdengar kabar anak ini sudah meninggal. Maka si
pengemis sangat bersedih hati dan dia mencoba menuangkan perasaannya dengan
melukiskan wajah anak orang kaya itu, lalu ia membawanya ke rumah orang kaya
itu dengan maksud menyerahkan lukisannya langsung ke bapak dari anak yang
meninggal itu. Si pengemis hanya bertemu dengan penjaga rumah dan menyerahkan
lukisannya dan mengharapkan dia menyerahkan ke bapak yang kaya itu dengan pesan
singkat: “Anak bapak sangat baik kepada saya, oleh karena itu saya coba
melukiskan wajahnya dan memberikan kepada bapak”. Akhirnya penjaga rumah
menyerahkan lukisan dan pesan si pengemis kepada bapak orang kaya itu. Tidak
terjadi sesuatu yang berarti. Dengan berjalannya waktu, si pengemis mendengar
kabar bahwa orang kaya itu juga meninggal dan akan diadakan lelang koleksi
lukisan-lukisannya. Maka pada hari berlangsungnya lelang, si pengemis datang
ikut menyaksikan dan banyak sekali orang-orang berduit ikut hadir untuk membeli
lukisan-lukisan yang mahal. Pembawa acara segera memulai acara pelelangan
dengan mengatakan: “Ada satu syarat yaitu sebelum lukisan-lukisan yang mahal
ditawarkan, ada satu lukisan yang harus ditawarkan lebih dahulu dan ternyata
lukisan itu adalah lukisannya si pengemis. Karena lukisannya jelek dibanding
dengan lukisan yang lain, maka tidak ada orang yang mau menawar, tapi akhirnya
si pengemis mengambil beberapa koin dari sakunya dan menawar lukisan itu.
Pembawa acara mengetok palu dan menyerahkan lukisan itu ke si pengemis.
Kemudian
si pembawa acara berkata lagi: “Masih ada satu syarat lagi yaitu barangsiapa
yang membeli lukisan wajah anak yang pertama tadi berhak memperoleh semua
lukisan yang ada”.
Perumpamaan
ini mau mengatakan kepada kita bahwa barangsiapa yang memiliki Anak yaitu Yesus
Kristus akan memiliki hidup dan juga bagian dari arti dalam kehidupan.
“Barangsiapa
memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak ia tidak
memiliki hidup” (1 Yohanes 5:12).
Decroly Sakul - Mei 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar