I.
PENGETAHUAN
“Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh
menghina hikmat dan didikan” (Amsal
1:7).
Takut
akan Tuhan adalah fondasi, starting point, dan drive untuk kita memperoleh
pengetahuan. Dengan kata lain, pengetahuan yang digunakan di sini lebih dari sekedar mengumpulkan
informasi yang kemudian memperoleh keterampilan (skill). Tetapi ini melibatkan
kemampuan untuk melihat informasi yang dikumpulkan dengan cara berpikir yang
benar (yang didasarkan pada takut akan Tuhan) dan menggunakannya untuk tujuan
yang tepat (memuliakan Allah dan menikmatinya).
Paulus,
pada satu sisi, misalnya, berbicara tentang pengetahuan yang tidak didasari
pada takut akan Tuhan sehingga pengetahuan tersebut “membuat orang menjadi
sombong” (1 Korintus 8:1). Di sisi lain, Paulus mengatakan tentang “pengetahuan
akan kebenaran yang membawa kepada kesalehan” (Titus 1:1). Dalam Alkitab bahasa
Inggris – ESV, “knowledge of the truth, which accords with godliness.”
Contoh,
dua orang pada dasarnya mungkin memiliki pengetahuan yang sama dalam arti
mempelajari kumpulan informasi yang sama. Seseorang memandang pengetahuan ini
sebagai sarana untuk memperoleh posisi, kekuasaan, atau kepemilikan, dan
menggunakannya untuk tujuan itu (yaitu untuk mendapatkan gengsi, ketenaran,
atau harta benda). Sedangkan orang yang lain melihatnya sebagai pemberian dari
Tuhan (karena “Tuhanlah yang memberi pengertian dalam segala sesuatu” – 2 Timotius
2:7) dan dengan penuh ucapan syukur mengaplikasikannya untuk memuliakan Allah
dan menikmatinya.
Bandingkan
dua dokter, keduanya dengan pelatihan dan keterampilan yang kurang lebih sama.
Seseorang takut akan Tuhan dengan sungguh berusaha menggunakan keahliannya
untuk melayani Dia dengan melayani manusia. Dokter yang lain tidak takut akan
Tuhan dan menggunakan keahliannya sebagai ahli aborsi, atau bisa saja dia
melakukan dengan benar tapi berdasarkan pada kode etik kedokteran, atau dengan
motif yang lain. Kedua dokter tersebut memiliki informasi yang sama tetapi
tidak memiliki pengetahuan yang sama (yang satu takut akan Tuhan dan yang
satunya tidak). Hanya orang yang takut akan Tuhan yang memiliki cara berpikir
yang benar (perspektif), yang menuntutnya menggunakan keahliannya untuk tujuan
yang benar sesuai dengan kehendak Tuhan.
Salomo
mengatakan bahwa pengetahuan tidak
dimulai dengan mempelajari kumpulan informasi atau dalam memperoleh
berbagai keterampilan, tetapi dimulai
dengan takut akan Tuhan.
Takut akan Tuhanlah yang memberi kita
cara berpikir yang benar dan mendorong kita untuk mencapai tujuan yang benar
yaitu memuliakan Allah dan menikmatinya.Takut
akan Tuhanlah yang seharusnya menentukan
pandangan hidup kita yang mendasar.
Akhirnya,
kita harus mempertimbangkan pengetahuan yang paling penting dari semuanya.
Yesus berkata, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal
Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang terlah
Engkau utus” (Yohanes 17:3). Pada kenyataannya di sinilah pengetahuan sejati
dimulai. Orang yang mengenal Tuhan
dan takut akan Dia memiliki sesuatu
yang lebih berharga dari pada semua gabungan pengetahuan filsafat dan sains
yang disatukan. Ilmuwan dan filsuf dapat menemukan cara untuk memperbaiki hidup
ini; orang Kristen telah menemukan jalan menuju yang kekal. Bahwa pengetahuan
orang Kristen lebih berharga telah dibuktikan oleh Yesus ketika Dia berkata,
“Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya
karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya” (Markus 8:36-37).
Orang
yang takut akan Tuhan dapat menggunakan pengetahuan mereka untuk memuliakan
Allah dan menikmatinya. Setiap bidang pengetahuan yang Anda geluti – setiap
aspek dunia kerja Anda – seharusnya bagi Anda sebagai orang percaya
menjadikannya sumber keajaiban dan penyembahan serta harus digunakan sebagai
sarana untuk memuliakan Tuhan. Dan itu akan terjadi jika Anda menikmati rasa
takut akan Tuhan.
II. HIKMAT
“Permulaaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakuasa adalah pengertian” (Amsal 9:10).
Hikmat
alkitabiah adalah pemahaman untuk hidup yang melampaui hikmat dunia.
“Hikmat adalah penggunaan praktis
dari pengetahuan” (A. T. Robinson).
Kitab
Suci mengajarkan bahwa hikmat praktis ini berakar pada rasa takut/hormat akan
Tuhan. Ayub mengajukan pertanyaan, “Tetapi di mana hikmat dapat diperoleh, di mana tempat akal budi” (Ayub 28:12).
Kemudian saat dia mendiskusikan keberadaannya, dia berkata dalam ayat 15,
“Untuk gantinya tidak dapat diberikan emas murni, dan harganya tidak dapat
ditimbang dengan perak,” dan demikian pula dalam ayat 18b, “memiliki hikmat adalah lebih baik dari pada
mutiara.” Selanjutnya dia berkata dalam ayat 23, “Allah mengetahui jalan ke
sana, Ia juga mengenal tempat kediamannya. Dan akhirnya dia menyimpulkan dalam
ayat 28, “Takut akan Tuhan, itulah
hikmat, dan menjauhi kejahatan itulah akal budi.” Proklamasi itu adalah
motif yang terus-menerus dalam Perjanjian Lama. Perhatikan Mazmur 111-10,
Permulaan hikmat adalah takut akan
TUHAN, semua orang yang melakukannya berakal budi yang baik. Puji-pujian
kepada-Nya tetap untuk selama-lamanya.”
Hikmat
dimulai dengan takut yang sehat kepada Tuhan. Bagi orang Kristen, ini secara
pribadi terhubung dengan Kristus, “yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita” (1 Korintus 1:30).
Yesus Kristus adalah expresi sempurna dari hikmat Allah, dan jika kita mengenal Dia, kita menerima dan
diubahkan oleh hikmat-Nya.
Menurut
Jerry Bridges, hikmat umumnya didefinisikan sebagai penilaian yang baik atau kemampuan
untuk mengembangkan tindakan terbaik dalam menanggapi situasi tertentu. Namun,
kebanyakan dalam Alkitab, hikmat memiliki hubungan etis yang kuat. Yakobus 3:17
mengatakan, “ tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama adalah murni,
selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang
baik, tidak memihak dan munafik.”
Sebenarnya
kitab Amsal dipenuhi dengan petunjuk untuk hidup sehar-hari. Tapi hikmat
praktis ini selalu memiliki nada etis untuk itu. Hikmat dalam Amsal lebih
mementingkan kehidupan yang benar dari pada penilaian cerdas. Praktis tidak
pernah lepas dari etika.
Demikianlah
mengingat hubungan etis-praktis inilah kita harus memahami bagaimana takut akan
Tuhan adalah permulaan dari hikmat, sama seperti takut akan Tuhan adalah dasar
pengetahuan demikian juga dasar hikmat.
Pertimbangkan
misalnya Amsal 11:1 – “Neraca serong adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi Ia
berkenan akan batu timbangan yang tepat.” Dunia mengatakan “kejujuran adalah
kibijakan terbaik” Mengapa? Jawaban dunia adalah, itu bagus untuk bisnis.
Bengkel mobil yang jujur mendapat reputasi yang baik dan mungkin lebih banyak
mobil untuk diperbaiki. Akan tetapi, hikmat alkitabiah mengakui bahwa Allah
memperhatikan kejujuran melebihi dari pada orang dunia. Dunia mungkin mengambil
jalan pintas ketika bisnis cenderung merugi dan tidak melakukan kejujuran.
Tetapi orang yang takut akan Tuhan berusaha untuk jujur sepanjang waktu. Dia
peduli tentang menyenangkan Tuhan dari pada tentang apa yang baik untuk bisnisnya.
Faktanya,
kejujuran adalah kebajikan terbaik. Itu hikmat praktis. Itulah yang dunia
katakan (walaupun terlalu sering dunia tidak mempraktikkannya). Tetapi jenis
hikmat ini memiliki dasar yang salah. Ini pada dasarnya melayani diri sendiri
(ego-centris). Ini membawa kita kearah yang salah dan akhirnya berakhir dengan
kesia-siaan, dan frustrasi. Sebaliknya, hikmat yang didasarkan pada takut akan
Tuhan mengakui supermasi Tuhan atas setiap bidang kehidupan dan menyadari bahwa
Tuhanlah yang membuat kemiskinan dan kekayaan, yang merendahkan dan meninggikan
juga ( 1 Samuel 2:7). Dan di dalam hikmat ini kita bersandar, dan bersukacita
dalam takut akan Tuhan.
Prinsip bahwa hikmat yang didasarkan
pada takut akan Tuhan pada akhirnya mengarah pada kehidupan yang menyenangkan,
ini diajarkan berulang-ulang dalam kitab Amsal, dan di seluruh Alkitab. Salah
satu ilustrasi yang bermakna ditemukan dalam Amsal 15:16-17, “Lebih baik
sedikit barang dengan disertai takut akan TUHAN dari pada banyak harta dengan
disertai kecemasan. Lebih baik sepiring sayur dengan kasih dari pada lembu
tambun dengan kebencian”.
Pada sesi tanya jawab dan komentar:
Paul
Lalawi mengangkat dua tokoh besar dalam Perjanjian Lama bertalian dengan Takut
akan Tuhan dan hikmat.
1.
Abraham bapa orang beriman, dalam Kejadian 22:12,
“Lalu Ia berfirman: “Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab
telah Kuketahui sekarang , bahwa engkau
takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu
yang tunggal pada-Ku.”
Karena itu Allah memberkati Abraham
dalam Kejadian 22:18, “Oleh
keturunanmulah (in your seed) semua bangsa di bumi akan
mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firman-Ku.”
Keterangan tambahan, ayat ini
dijelaskan dalam Galatia 3:16, “Adapun kepada Abraham diucapkan segala janji
itu dan kepada keturunannya. Tidak dikatakan “kepada keturunan-keturunannya”
seolah-olah dimaksud banyak orang tetapi hanya satu orang: “dan kepada
keturunanmu” yaitu Kristus.”
2. Salomo orang paling berbijaksana di
dunia, dalam 2 Tawarikh 1:7, 10, 11-12, “Pada malam itu juga Allah menampakkan
diri kepada Salomo dan berfirman kepadanya: “Mintalah apa yang hendak Kuberikan
kepadamu.”
Berilah sekarang kepadaku hikmat dan pengertian, supaya aku dapat keluar dan masuk sebagai pemimpin
bangsa ini, sebab siapakah yang dapat menghakimi umat-Mu yang besar ini?”
…engkau meminta kebijaksanaan dan
pengertian untuk dapat menghakimi umat-Ku yang atasnya Aku telah merajakan
engkau, maka kebijaksanaan dan pengertian itu diberikan kepadamu; selain itu
Aku berikan kepadamu kekayaan, harta benda dan kemuliaan, sebagaimana belum
pernah ada pada raja-raja sebelum engkau dan tidak akan ada pada raja-raja
sesudah engkau.”
Sharing:
D K membagikan pengalaman berbisnis membeli cengkeh dengan teman yang
memakai timbangan yang tidak jujur, akhirnya bukan mendapat untung malahan rugi
dan membuat hati tidak tenang.
P L mengaku telah pindah kerja karena tidak sejahtera bekerja di mana boss
mengajarkan hal yang tidak benar. Paul merasa tidak tentram karena berlawanan
dengan dia mengikuti Study Bible.
C M mengatakasn setiap habis belanja di supermarket, trolley yang dia
gunakan dikembalikan ke tempatnya walaupun jauh dari kendaraannya karena dia merasa
sebagai orang Kristen harus bertanggung jawab.
Dia terinspirasi dari seminarnya Joyce Meyer.
Ini
semua memperkaya akan materi yang kita bahas bersama. Good Job.
“Takut akan TUHAN adalah sumber kehidupan
sehingga
orang terhindar dari jerat maut”
(Amsal 14:27)
Decroly Sakul - Virginia Feb 2022
Foto dari FB

Tidak ada komentar:
Posting Komentar