Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati (Yakobus 4:6).
Persoalannya
Orang ingin dan perlu merasa baik
tentang diri sendiri. Apa lagi yang lebih alami dan lebih bermanfaat ketimbang
merasa baik tentang diri sendiri –
memiliki citra-diri yang baik? Namun kapankah saatnya ketika bangga dengan
jabatan atau prestasi kita menjadi suatu dosa? Adakah yang salah ketika dada
kita membusung bangga ketika putra kita mengapai gawang terakhir?
Memegahkan
diri adalah dosa membanding-bandingkan, di mana kita membandingkan
kekuatan-kekuatan kita dengan kelemahan-kelemahan orang lain. Dalam rangka
membuat diri kita merasa lebih baik, kita menjatuhkan orang lain, terkadang
dengan kata-kata dan terkadang hanya
dalam hati. Cara termudah untuk
memandang rendah kepada orang lain adalah dengan memilih orang-orang yang lebih
rendah posisi dan prestasinya ketimbang kita. Dan adalah terutama mudah untuk
memilih kelemahan-kelemahan orang lain untuk dibandingkan dengan
kekuatan-kekuatan kita.
Dosa
memegahkan-diri yang samar-samar memperdayai setiap orang Kristen. Sebagai dosa
yang paling tidak kelihatan, sikap memegahkan diri meresap dalam kehidupan
Kristen seperti air meresap ke dalam parit di sekeliling istana pasir di
pantai. Tak diperlukan upaya untuk mendapatkannya, namun dibutuhkan seluruh
tenaga untuk menghindarinya.
Adakah
lebih dari satu jenis sikap memegahkan diri?
Dua Jenis Sikap Memegahkan Diri
Alkitab
memberitahukan adanya dua jenis sikap memegahkan diri.
Sikap Memegahkan Diri Jenis 1, ditemukan dalam Galatia 6:4, “Baiklah
tiap-tiap orang menguji pekerjannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan
orang lain”. Kunci dari sikap memegahkan diri yang benar adalah tidak
membandingkan diri kita dengan orang lain.
Dari
pada menguji harga diri kita dengan membandingkannya dengan orang lain, kita
didorong untuk mengadakan pemeriksaan diri. Alkitab berfungsi sebagai tolak
ukur kita. Dan ketika nilai kita baik, kita memberi selamat kepada diri
sendiri, namun tanpa mengorbankan orang lain.
Sikap Memegahkan Diri Jenis 2 adalah perasaan unggul yang palsu yang
memperdayai umat Kristen. Karena umat Kristen yang hidup dekat dengan Allah
menjalani hidup yang lebih benar ketimbang orang lainnya, maka mudahlah untuk
memandang rendah orang lain yang kurang berohani. C.S. Lewis pernah berkata,
“Seseorang yang congkak selalu memandang rendah segalanya dan orang lain; dan.
tentunya, selama Anda memandang ke bawah, Anda tak dapat melihat sesuatu yang
di atas Anda”.
Yesus
menceritakan suatu perumpamaan tentang orang-orang yang persis seperti itu,
“yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain” (Lukas
18:9). Seorang pemimpin agama berdoa kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya
bahwa ia tidak seperti semua orang lainnya – perampok-perampok, pelaku-pelaku
kejahatan, tukang berselingkuh, dan seorang pemungut cukai di dekatnya, dan
bahwa ia adalah seseorang yang baik. Sang pemungut cukai, yang biasanya bergaul
dengan pelacur-pelacur, orang-orang yang rakus, dan pemabuk-pemabuk, juga
berdoa. Namun ia bahkan tidak berani memandang ke atas dan memohon kepada Allah
untuk mengasihaninya karena ia tahu bahwa ia adalah seorang pendosa.
Kristus
menyimpulkan perumpamaan itu dengan mengatakan, “Aku berkata kepadamu: Orang
ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu
tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan
diri, ia akan ditinggikan” (Lukas 18:14). Dengan membandingkan dirinya dengan
sang pemungut cukai, sang pemimpin agama meninggikan dirinya dengan seseorang
yang lemah ketimbang dengan Allah yang kuat.
Mengapa
ia tidak membandingkan dirinya dengan Musa, Abraham, atau raja Daud? Ketika
Anda dan saya dengan congkaknya membandingkan diri kita dengan orang-orang
lain, mengapakah kita memilih orang yang kita anggap lebih rendah moralnya dari
kita? Kita memilih kelemahan-kelemahan dalam diri orang lain karena sikap memegahkan diri adalah dosa
membanding-bandingkan, di mana saya membandingkan kekuatan-kekuatan saya dengan
kelemahan-kelemahan orang lain.
Dua Jenis Sikap Rendah- hati
Sama
seperti adanya dua jenis sikap memegahkan diri, ada dua jenis sikap rendah-hati.
Dalam Roma 12:3 kita tegaskan definisi dari sikap memegahkan diri yang benar –
Sikap Memegahkan Diri Jenis 1 – dan belajar bagaimana mendifinisikan sikap
rendah-hati yang benar – Sikap Rendah-hati Jenis 1.
Berdasarkan
kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang
di
antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang
patut
kamu
pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai
diri
menurut
ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.
(Roma
12:3)
Sikap Rendah-hati Jenis 1 intinya adalah tidak memikirkan “lebih tinggi tentang diri Anda
ketimbang yang seharusnya”. Ini menegaskan klise, “Sikap rendah-hati bukanlah
menganggap diri sendiri kecil, melainkan tidak memikirkan diri sendiri
samasekali”. Seseorang yang rendah-hati tidak memandang rendah kepada orang
lain. Ia dapat memegahkan diri sekaligus rendah-hati, memegahkan diri tanpa
membandingkan diri-nya dengan orang lain dan rendah-hati karena tidak
meninggikan dirinya dari yang seharusnya.
Pada
saat yang sama, banyak orang mengindap sikap rendah-hati yang keliru.
Sikap Rendah-hati Jenis 2 adalah lawan dari Sikap Memegahkan Diri Jenis 2. Jika saya membandingkan
kelemahan-kelemahan saya dengan kekuatan-kekuatan Anda, saya akan berakhir
dengan citra-diri yang negative. Memandang rendah kepada diri sendiri adalah
suatu racun berbahaya yang sangat meletihkan bagi roh dan pikiran. Sama
berbahayanya dengan berpikir terlalu tinggi tentang diri sendiri, berpikir
terlalu rendah tentang diri sendiri akan memenjarakan jiwa Anda.
Menjaga Keseimbangan yang Benar
Seorang
pesenam yang bersenam di atas palang keseimbangan harus bergerak dengan yakin
di atas palang tersebut, namun pada saat yang sama cukup berhati-hati untuk
tidak jatuh ke salah satu sisinya.
Kita
masing-masing berjalan di atas palang keseimbangan Memegahkan diri/Rendah-hati. Kita harus dengan yakin bergerak di
sepanjang palang keseimbangan ini dengan kombinasi yang benar antara Sikap
Memegahkan Diri Jenis 1 dan Sikap Rendah-hati Jenis 1. Namun, kita harus selalu
berhati-hati agar tidak jatuh ke sisi yang lain ke dalam Sikap Memegahkan Diri
Jenis 2 atau ke sisi yang lain ke dalam Sikap Rendah-hati Jenis 2.
Jika
kita mulai berpikir lebih tinggi tentang diri sendiri dari yang seharusnya,
kita tergelincir dan jatuh dari palang tersebut ke dalam Sikap Memegahkan Diri
Jenis 2. Atau jika kita mulai memikirkan pikiran-pikiran yang merugikan diri
sendiri, kita tergelincir jatuh ke sisi yang lain dari palang tersebut ke dalam
Sikap Rendah-hati Jenis 2.
Kita
tidak memandang rendah kepada orang lain, namun kita telah menguji
perbuatan-perbuatan kita sendiri, dan memegahkan diri tanpa membandingkan diri
dengan orang lain. Kita tidak berpikir lebih tinggi tentang diri sendiri dari
yang seharusnya, namun menguasai diri menurut ukuran iman kita.
Marilah
kita melihatnya dengan cara lain menggunakan kosa-kata modern:
·
Sikap
Memegahkan Diri Jenis 1 + Sikap Rendah-hati Jenis 1 = Saya OK, Anda OK
·
Sikap
Memegahkan Diri Jenis 2 =
Saya OK, Anda tidak OK
·
Sikap
Rendah-hati Jenis 2 =
Saya tidak OK, Anda OK
Kekuatan Kita yang Terbesar adalah Kelemahan Kita yang Terbesar
Sikap
Memegahkan Diri Jenis 2 lebih merupakan pencobaan bagi umat Kristen ketimbang
bagi orang-orang yang tidak percaya. Dengan mengejar kehidupan bermoral, kita
dapat melihat bagaimana moralitas kita unggul dibandingkan dengan mereka yang
di sekeliling kita. Semakin kita merasa diri benar, semakin besar potensi kita
menjadi congkak. Allah lebih memilih seorang pendosa yang bertobat dengan
rendah hati (brokenness) ketimbang seorang beragama yang congkak.
Harga Menghakimi Orang lain
Suatu gejala dari sikap memegahkan
diri adalah terus menerus mengkritik orang lain. Tak ada tempat lain di mana
hal ini lebih menonjol ketimbang di dalam komunitas Kristen. Semua orang terus
menerus menghakimi kondisi rohani orang lainnya atas dasar penampilan luarnya.
Semua orang terus menerus menilai mengapa orang yang satu sukses sedangkan yang
lainnya tidak. Tak habis-habisnya sikap menjatuhkan orang-orang Kristen yang
tidak sukses berdasarkan standar duniawi, atau sikap curiga terhadap mereka
yang sukses berdasarkan standar duniawi.
Yesus
berkata,
Jangan
kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman
yang
kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai
untuk
mengukur, akan diukurkan kepadamu. Mengapakah engkau melihat selumbar
di
mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?
(Matius
7:1-3)
Sikap Memegahkan Diri: Dosa dalam Transisi
Sikap
memegahkan diri adalah dosa pokok yang pertama dari tujuh dosa pokok (Amsal
6:16-19). Sikap memegahkan diri adalah asal dari dosa-dosa lainnya. Lewat sikap
memegahkan diri, orang akan sampai kepada dosa mengeraskan hati. Sikap
memegahkan diri adalah kepala keluarga dosa manusia.
Sikap
memegahkan diri dapat membawa kepada ketidak-cocokan, kecemburuan, kecongkakan,
tinggi-hati, sikap membual, kemarahan, iri-hati, kesombongan, roh yang tidak
bergantung, kebencian, merasa diri benar, sikap menghakimi, dan sikap berlagak
suci.
Dosa Orang Buta
Yesus
menyebut kaum Farisi “pembimbing-pembimbing buta”. Dalam alkitab, tak ada
kelompok dengan siapa Yesus lebih bertentangan ketimbang kaum Farisi. Ia
membenci kemunafikan mereka; Ia membenci hati mereka yang congkak. Bila
disimpulkan, tak ada dosa yang lebih melanggar perintah baru yang Ia berikan –
“kamu saling mengasihi” (Yohanes 13:34) – ketimbang sikap memegahkan diri dari
pembimbing-pembimbing buta itu.
Apakah
Anda buta terhadap kebutuhan-kebutuhan orang lain? Apakah Anda melihat
kemarahan seseorang sebagai seruan minta tolong atau sebagai provokasi untuk
serangan-balasan? Apakah Anda membeda-bedakan kelas orang menurut “urutan
kekuasaan”? Tak ada “anak favorit” di mata Allah, dan kita tidak boleh
menunjukkan sikap memihak. Teladan Kristus bagi kita adalah sikap rendah-hati,
dan kita harus memiliki sikap yang sama seperti Dia. Allah menentang yang
congkak namun mengasihani yang rendah-hati. Kita tidak boleh memegahkan diri
melainkan mau bergaul dengan orang berposisi rendah, dan kita tidak boleh
congkak.
Sikap
Memegahkan Diri Jenis 2 adalah jalan menuju masa-masa sulit. Sikap memegahkan
diri seseorang akan merendahkannya. Sebelum kejatuhan seseorang, hatinya
bermegah. Sikap memegahkan diri datang sebelum kehancuran dan roh tinggi-hati
datang sebelum kejatuhan. Amsal 16:18 berkata, “Kecongkakan mendahului
kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan”. Malu adalah hasil-sampingan
dari sikap memegahkan diri. Tuhan membenci semua orang yang memegahkan diri;
mereka pasti dihukum – “Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi
TUHAN; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman” (Amsal 16:5).
Sikap
Memegahkan Diri Jenis 2 sulit dideteksi.
Sikap Memegahkan Diri Jenis 2 ini menyelimuti dalam bayangan. Kita buta
terhadap sikap memegahkan diri karena sulit melihat dalam keremangan cahaya
bayangan. Salah satu masalah kesombongan adalah kita bisa melihatnya pada orang lain tapi tidak pada diri kita
sendiri.
Sikap
memegahkan diri lebih samar-samar. Sejujurnya, kita semua bersalah karena
memegahkan diri dan harus minta kepada Allah untuk membuat kita rendah-hati
agar kita tidak akan menanggung ganjaran-ganjaran dari sikap memegahkan diri:
malu, kehancuran, kejatuhan, dan ditentangnya rencana-rencana kita oleh Allah .
Ini mungkin kedengarannya tidak menyenangkan, namun hanya operasi radikallah
yang akan dapat menghilangkan penyakit yang menghancurkan jiwa ini dari hati
kita.
Kita
semua memegahkan diri hingga tingkat terterntu. Oleh karena itu, kita perlu
mendengar nasehat Paulus, “Jadi, bagaimanakah engkau yang mengajar orang lain,
tidakkah engkau mengajar dirimu sendiri?” (Roma 2:21).
Decroly Sakul Juli 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar