Arsip Blog

Kamis, 31 Maret 2022

SIKAP MEMEGAHKAN DIRI

                                                 

 Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati (Yakobus 4:6).

 

Persoalannya

                Orang ingin dan perlu merasa baik tentang diri sendiri. Apa lagi yang lebih alami dan lebih bermanfaat ketimbang merasa baik tentang diri  sendiri – memiliki citra-diri yang baik? Namun kapankah saatnya ketika bangga dengan jabatan atau prestasi kita menjadi suatu dosa? Adakah yang salah ketika dada kita membusung bangga ketika putra kita mengapai gawang terakhir?

                Memegahkan diri adalah dosa membanding-bandingkan, di mana kita membandingkan kekuatan-kekuatan kita dengan kelemahan-kelemahan orang lain. Dalam rangka membuat diri kita merasa lebih baik, kita menjatuhkan orang lain, terkadang dengan kata-kata dan terkadang hanya dalam hati. Cara termudah untuk memandang rendah kepada orang lain adalah dengan memilih orang-orang yang lebih rendah posisi dan prestasinya ketimbang kita. Dan adalah terutama mudah untuk memilih kelemahan-kelemahan orang lain untuk dibandingkan dengan kekuatan-kekuatan kita.

                Dosa memegahkan-diri yang samar-samar memperdayai setiap orang Kristen. Sebagai dosa yang paling tidak kelihatan, sikap memegahkan diri meresap dalam kehidupan Kristen seperti air meresap ke dalam parit di sekeliling istana pasir di pantai. Tak diperlukan upaya untuk mendapatkannya, namun dibutuhkan seluruh tenaga untuk menghindarinya.

                Adakah lebih dari satu jenis sikap memegahkan diri?

 

Dua Jenis Sikap Memegahkan Diri

                Alkitab memberitahukan adanya dua jenis sikap memegahkan diri.

Sikap Memegahkan Diri Jenis 1, ditemukan dalam Galatia 6:4, “Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain”. Kunci dari sikap memegahkan diri yang benar adalah tidak membandingkan diri kita dengan orang lain.

                Dari pada menguji harga diri kita dengan membandingkannya dengan orang lain, kita didorong untuk mengadakan pemeriksaan diri. Alkitab berfungsi sebagai tolak ukur kita. Dan ketika nilai kita baik, kita memberi selamat kepada diri sendiri, namun tanpa mengorbankan orang lain.

 

Sikap Memegahkan Diri Jenis 2 adalah perasaan unggul yang palsu yang memperdayai umat Kristen. Karena umat Kristen yang hidup dekat dengan Allah menjalani hidup yang lebih benar ketimbang orang lainnya, maka mudahlah untuk memandang rendah orang lain yang kurang berohani. C.S. Lewis pernah berkata, “Seseorang yang congkak selalu memandang rendah segalanya dan orang lain; dan. tentunya, selama Anda memandang ke bawah, Anda tak dapat melihat sesuatu yang di atas Anda”.

                Yesus menceritakan suatu perumpamaan tentang orang-orang yang persis seperti itu, “yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain” (Lukas 18:9). Seorang pemimpin agama berdoa kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya bahwa ia tidak seperti semua orang lainnya – perampok-perampok, pelaku-pelaku kejahatan, tukang berselingkuh, dan seorang pemungut cukai di dekatnya, dan bahwa ia adalah seseorang yang baik. Sang pemungut cukai, yang biasanya bergaul dengan pelacur-pelacur, orang-orang yang rakus, dan pemabuk-pemabuk, juga berdoa. Namun ia bahkan tidak berani memandang ke atas dan memohon kepada Allah untuk mengasihaninya karena ia tahu bahwa ia adalah seorang pendosa.

                Kristus menyimpulkan perumpamaan itu dengan mengatakan, “Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan” (Lukas 18:14). Dengan membandingkan dirinya dengan sang pemungut cukai, sang pemimpin agama meninggikan dirinya dengan seseorang yang lemah ketimbang dengan Allah yang kuat.

                Mengapa ia tidak membandingkan dirinya dengan Musa, Abraham, atau raja Daud? Ketika Anda dan saya dengan congkaknya membandingkan diri kita dengan orang-orang lain, mengapakah kita memilih orang yang kita anggap lebih rendah moralnya dari kita? Kita memilih kelemahan-kelemahan dalam diri orang lain karena sikap memegahkan diri adalah dosa membanding-bandingkan, di mana saya membandingkan kekuatan-kekuatan saya dengan kelemahan-kelemahan orang lain.

 

Dua Jenis Sikap Rendah- hati

                Sama seperti adanya dua jenis sikap memegahkan diri, ada dua jenis sikap rendah-hati. Dalam Roma 12:3 kita tegaskan definisi dari sikap memegahkan diri yang benar – Sikap Memegahkan Diri Jenis 1 – dan belajar bagaimana mendifinisikan sikap rendah-hati yang benar – Sikap Rendah-hati Jenis 1.

                Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang

                di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut

                kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri

                menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.

                (Roma 12:3)

Sikap Rendah-hati Jenis 1 intinya adalah tidak memikirkan “lebih tinggi tentang diri Anda ketimbang yang seharusnya”. Ini menegaskan klise, “Sikap rendah-hati bukanlah menganggap diri sendiri kecil, melainkan tidak memikirkan diri sendiri samasekali”. Seseorang yang rendah-hati tidak memandang rendah kepada orang lain. Ia dapat memegahkan diri sekaligus rendah-hati, memegahkan diri tanpa membandingkan diri-nya dengan orang lain dan rendah-hati karena tidak meninggikan dirinya dari yang seharusnya.

 

                Pada saat yang sama, banyak orang mengindap sikap rendah-hati yang keliru.

Sikap Rendah-hati Jenis 2 adalah lawan dari Sikap Memegahkan Diri Jenis 2. Jika saya membandingkan kelemahan-kelemahan saya dengan kekuatan-kekuatan Anda, saya akan berakhir dengan citra-diri yang negative. Memandang rendah kepada diri sendiri adalah suatu racun berbahaya yang sangat meletihkan bagi roh dan pikiran. Sama berbahayanya dengan berpikir terlalu tinggi tentang diri sendiri, berpikir terlalu rendah tentang diri sendiri akan memenjarakan jiwa Anda.

 

Menjaga Keseimbangan yang Benar

                Seorang pesenam yang bersenam di atas palang keseimbangan harus bergerak dengan yakin di atas palang tersebut, namun pada saat yang sama cukup berhati-hati untuk tidak jatuh ke salah satu sisinya.

                Kita masing-masing berjalan di atas palang keseimbangan Memegahkan diri/Rendah-hati. Kita harus dengan yakin bergerak di sepanjang palang keseimbangan ini dengan kombinasi yang benar antara Sikap Memegahkan Diri Jenis 1 dan Sikap Rendah-hati Jenis 1. Namun, kita harus selalu berhati-hati agar tidak jatuh ke sisi yang lain ke dalam Sikap Memegahkan Diri Jenis 2 atau ke sisi yang lain ke dalam Sikap Rendah-hati Jenis 2.

                Jika kita mulai berpikir lebih tinggi tentang diri sendiri dari yang seharusnya, kita tergelincir dan jatuh dari palang tersebut ke dalam Sikap Memegahkan Diri Jenis 2. Atau jika kita mulai memikirkan pikiran-pikiran yang merugikan diri sendiri, kita tergelincir jatuh ke sisi yang lain dari palang tersebut ke dalam Sikap Rendah-hati Jenis 2.

                Kita tidak memandang rendah kepada orang lain, namun kita telah menguji perbuatan-perbuatan kita sendiri, dan memegahkan diri tanpa membandingkan diri dengan orang lain. Kita tidak berpikir lebih tinggi tentang diri sendiri dari yang seharusnya, namun menguasai diri menurut ukuran iman kita.

 

                Marilah kita melihatnya dengan cara lain menggunakan kosa-kata modern:

·         Sikap Memegahkan Diri Jenis 1 + Sikap Rendah-hati Jenis 1            = Saya OK, Anda OK

·         Sikap Memegahkan Diri Jenis 2                                                                   = Saya OK, Anda tidak OK

·         Sikap Rendah-hati Jenis 2                                                                              = Saya tidak OK, Anda OK

 

Kekuatan Kita yang Terbesar adalah Kelemahan Kita yang Terbesar

                Sikap Memegahkan Diri Jenis 2 lebih merupakan pencobaan bagi umat Kristen ketimbang bagi orang-orang yang tidak percaya. Dengan mengejar kehidupan bermoral, kita dapat melihat bagaimana moralitas kita unggul dibandingkan dengan mereka yang di sekeliling kita. Semakin kita merasa diri benar, semakin besar potensi kita menjadi congkak. Allah lebih memilih seorang pendosa yang bertobat dengan rendah hati (brokenness) ketimbang seorang beragama yang congkak.

 

Harga Menghakimi Orang lain

                Suatu gejala dari sikap memegahkan diri adalah terus menerus mengkritik orang lain. Tak ada tempat lain di mana hal ini lebih menonjol ketimbang di dalam komunitas Kristen. Semua orang terus menerus menghakimi kondisi rohani orang lainnya atas dasar penampilan luarnya. Semua orang terus menerus menilai mengapa orang yang satu sukses sedangkan yang lainnya tidak. Tak habis-habisnya sikap menjatuhkan orang-orang Kristen yang tidak sukses berdasarkan standar duniawi, atau sikap curiga terhadap mereka yang sukses berdasarkan standar duniawi.

                Yesus berkata,

                Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman

                yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai

                untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. Mengapakah engkau melihat selumbar

                di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?

                (Matius 7:1-3)

 

Sikap Memegahkan Diri: Dosa dalam Transisi

                Sikap memegahkan diri adalah dosa pokok yang pertama dari tujuh dosa pokok (Amsal 6:16-19). Sikap memegahkan diri adalah asal dari dosa-dosa lainnya. Lewat sikap memegahkan diri, orang akan sampai kepada dosa mengeraskan hati. Sikap memegahkan diri adalah kepala keluarga dosa manusia.

                Sikap memegahkan diri dapat membawa kepada ketidak-cocokan, kecemburuan, kecongkakan, tinggi-hati, sikap membual, kemarahan, iri-hati, kesombongan, roh yang tidak bergantung, kebencian, merasa diri benar, sikap menghakimi, dan sikap berlagak suci.

 

Dosa Orang Buta

                Yesus menyebut kaum Farisi “pembimbing-pembimbing buta”. Dalam alkitab, tak ada kelompok dengan siapa Yesus lebih bertentangan ketimbang kaum Farisi. Ia membenci kemunafikan mereka; Ia membenci hati mereka yang congkak. Bila disimpulkan, tak ada dosa yang lebih melanggar perintah baru yang Ia berikan – “kamu saling mengasihi” (Yohanes 13:34) – ketimbang sikap memegahkan diri dari pembimbing-pembimbing buta itu.

                Apakah Anda buta terhadap kebutuhan-kebutuhan orang lain? Apakah Anda melihat kemarahan seseorang sebagai seruan minta tolong atau sebagai provokasi untuk serangan-balasan? Apakah Anda membeda-bedakan kelas orang menurut “urutan kekuasaan”? Tak ada “anak favorit” di mata Allah, dan kita tidak boleh menunjukkan sikap memihak. Teladan Kristus bagi kita adalah sikap rendah-hati, dan kita harus memiliki sikap yang sama seperti Dia. Allah menentang yang congkak namun mengasihani yang rendah-hati. Kita tidak boleh memegahkan diri melainkan mau bergaul dengan orang berposisi rendah, dan kita tidak boleh congkak.

                Sikap Memegahkan Diri Jenis 2 adalah jalan menuju masa-masa sulit. Sikap memegahkan diri seseorang akan merendahkannya. Sebelum kejatuhan seseorang, hatinya bermegah. Sikap memegahkan diri datang sebelum kehancuran dan roh tinggi-hati datang sebelum kejatuhan. Amsal 16:18 berkata, “Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan”. Malu adalah hasil-sampingan dari sikap memegahkan diri. Tuhan membenci semua orang yang memegahkan diri; mereka pasti dihukum – “Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi TUHAN; sungguh, ia tidak akan luput dari hukuman” (Amsal 16:5).

                Sikap Memegahkan Diri Jenis 2 sulit dideteksi. Sikap Memegahkan Diri Jenis 2 ini menyelimuti dalam bayangan. Kita buta terhadap sikap memegahkan diri karena sulit melihat dalam keremangan cahaya bayangan.  Salah satu masalah kesombongan adalah kita bisa melihatnya pada orang lain tapi tidak pada diri kita sendiri.

                Sikap memegahkan diri lebih samar-samar. Sejujurnya, kita semua bersalah karena memegahkan diri dan harus minta kepada Allah untuk membuat kita rendah-hati agar kita tidak akan menanggung ganjaran-ganjaran dari sikap memegahkan diri: malu, kehancuran, kejatuhan, dan ditentangnya rencana-rencana kita oleh Allah . Ini mungkin kedengarannya tidak menyenangkan, namun hanya operasi radikallah yang akan dapat menghilangkan penyakit yang menghancurkan jiwa ini dari hati kita.

                Kita semua memegahkan diri hingga tingkat terterntu. Oleh karena itu, kita perlu mendengar nasehat Paulus, “Jadi, bagaimanakah engkau yang mengajar orang lain, tidakkah engkau mengajar dirimu sendiri?” (Roma 2:21).


Decroly Sakul Juli 2021

Tidak ada komentar: